luka dalam mimpi

129 13 0
                                    

Hari itu, ada sedikit urusan yang harus Bianca urus sebelum kembali kerumah orangtuanya. Rencananya, Bianca ingin mengurus beasiswa agar bisa meringankan kuliahnya. Ia juga mengurus beberapa kepentingan untuknya agar bisa mengisi CV nya yang terlihat kosong.

Bianca sangat menginginkan sekali S2, apapun akan ia lakukan agar bisa melanjutkan sekolahnya nanti. Namun Bianca ingat betul ucapan orangtuanya yang mengatakan, mereka hanya mampu menyekolahkan sampai S1 saja. Karena adik-adik Bianca juga masih ada 2 orang yang harus di sekolahkan. Itulah mengapa Bianca mengusahakan sendiri bagaimana agar bisa S2 tanpa membebani keluarganya lagi.

Namun, hari itu mungkin adalah hari buruk bagi Bianca. Ia hanya mengatakan pada orangtuanya karena tidak bisa pulang, tapi justru respon orangtuanya seperti orang yang tidak berpendidikan. Kata-katanya sungguh menyakitkan.

"Jangan buang-buang waktu untuk beasiswa seperti itu, percuma juga gak bakal lolos. Orangtuamu itu PNS bukan orang miskin."

"Dengarkan omongan orangtua. Orangtua hanya khawatir sama anaknya. Udah waktunya pulang kenapa gak pulang? Apa yang dilakukan di sana orangtua juga gak tau."

"Jangan susah-susah urus beasiwa, masih bisa kok orangtua biayai kuliah kamu."

Kalimat-kalimat itu benar-benar tak bisa Bianca terima. Setidaknya, tak adakah kalimat yang lebih lembut walaupun maksudnya sama. Setiap waktu, setiap saat, kalimat yang digunakanya itu selalu kalimat yang menyakitkan.

Bianca membalas pesan-pesan itu dengan linangan air mata. Lemah sekali dirinya jika berhubungan dengan orangtua. Ia hanya berusaha jadi anak yang baik, anak yang nurut. Namun orangtuanya selalu membuat Bianca harus membantah. Bianca tak bisa selalu diam, mulutnya, hatinya bahkan pikirannya. Semuanya selalu ingin di keluarkan, agar orangtuanya itu mengerti apa yang tengah ia rasakan.

"Ma, pa, dulu siapa yang bilang gak mau biayain aku S2 lagi? Siapa yang bilang aku harus berjuang sendiri kalo mau S2? Aku cuman mau lakuin itu setidaknya untuk diriku sendiri. Aku bisa kok berjuang sendiri. Bukannya sombong, tapi aku bisa.

Setidaknya dukung aku. Jangan bicara seakan-akan yang menyudutkan aku. Aku anak, aku juga perempuan, hatiku lembut meski aku keras, aku gak bisa diperlakukan seperti itu. Mentalku bisa mati. Coba pahami itu."

"Tau kenapa aku begini? Aku hanya malu kalo suatu saat aku gak bisa sukses seperti keluargaku. Lebih tepatnya lagi, aku takut jika aku tak bisa jadi sesukses sodaraku. Mereka sukses, mereka bisa di banggakan. Lalu gimana dengan aku?

Kalau aku disuruh hanya selalu di rumah, apa yang bisa aku lakukan di sana? Apa mau aku seperti Lia yang kuper sampai saat ini hanya selalu bergantung dengan orangtua. Anak lemah yang bahkan tidak bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Mau aku seperti kak Ana yang bahkan sampai sudah menikah sekarangpun masih bergantung sama orangtua. Tak pernah mandiri. Percuma ijazah sarjanannya itu ngaggur. Percuma kuliahnya selama 4 tahun. Mau juga aku seperti Edo si anak manja itu?"

"Yang paling aku takutkan juga, papa adalah komentator terhebat bagi hidup anak orang lain. Bagaimana aku sering sekali mendengar papa bilang, berapa banyak sarjana nganggur dari ujung ke ujung kampung? Aku cuman takut itu. Gimana kalo itu terjadi sama anaknya sendiri? Apa respon papa?aku cuman takut kalo aku jadi yang paling gagal diantara semuanya."

Bianca menangis, bahkan benar-benar menangis. Sambil menulis balasan untuk orangtuanya itu, emosinya benar-benar memuncak. Bukan marah, Bianca hanya kesal seperti dirinya yang berusaha melawan orangtua. Ia hanya ingin orangtuanya ini mengerti, orangtuanya paham dengan apa yang ia maksud.

"sayangku, emangnya orangtua gak boleh khawatir ya sama anak gadisnya? Kalau buat orangtua tu semua anak sama yang udah berhasil maupun belum. Karena menurut orangtua tu setiap anak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mama gak suka kalo memiliki anak sifatnya masa bodo dan gak peduli sama orang tua kayak bang Raka mu itu. Jadi sebelum terlanjur seperti itu orang tua mau nya di peerhatikan jadi merasa di anggap masih ada."

DIBALIK LUKA (END)✅Where stories live. Discover now