sedikit tentang teman

128 16 0
                                    

Hari ini terasa sangat panjang. Berkali-kali Bianca melirik jam di pergelangan tangannya tapi tak juga bergerak maju. Rasanya, jam itu mati. Bianca menepuk jam tangan di pergelangannya sendiri, namun hasilnya tetap NIHIL. Bukan jam itu yang mati, hanya saja Bianca yang terlalu tak sabaran menunggu waktu itu segera bergerak maju.

"Ish ngeselin banget sih." Bianca ngedumel dengan dirinya sendiri. Sebenarnya ia hanya marah-marah tidak jelas sedari tadi. Tamu bulanannya ini sepertinya sedang berulah. Sedangkan kelasnya saja baru di mulai beberapa waktu lalu. Masih lama jika menunggu waktu berakhir. Perutnya sudah sangat melilit, ia hanya takut jika sudah terlalu banyak, karena style nya hari ini berwarna putih. Jadi pasti sangat terlihat sekali.

"Bianca kenapa?" Ucap pak Maria yang menyadari gerak-gerik Bianca yang tak nyaman. Sebenarnya dosen itu sangat baik dan pengertian, tapi jika ingin meminta izin pun, ia bingung harus izin seperti apa.

"Em itu pak, apa ya... itu saya mau izin ke toilet." Bianca akhirnya bicara. Meski sebenarnya ia takut-takut untuk berdiri. Takut sudah ada tanda di celana putinya itu. Sedangkan ia sama sekali tak membawa jaket hari ini.

Mata kuliah pak Maria tidak melihat laki-laki atau perempuan, dengan bapak ini duduk pasti di acak, campur laki-laki dan perempuan. Naasnya, hari ini Bianca sama sekali tak dekat dengan teman-temannya yang perempuan. Maka dari itu juga ia tak bisa meminta bantuan.

Ardan yang ternyata juga mengulang di mata kuliahnya pak Maria ini menyadari jika ada yang salah dengan Bianca. Sesegera mungkin ia menelisik, apa sebenarnya yang salah. Kebetulan, Ardan duduk di belakang Bianca.

"Oh yaudah, kenapa tidak bilang dari tadi? Memangnya kamu mau menunggu sampai waktu berakhir? Silahkan Bianca, silahkan kamu ke toilet dulu." Pak Maria segera mempersilahkan Bianca untuk keluar. Pak Maria itu dosen Filsafat, pak Maria orang Kristen. Meski begitu, Bianca sangat menghormati dosennya yang sudah tidak muda lagi itu. Dosen yang sangat pengertian dan ramah, ciri-ciri dosen langka di tempat manapun.

"b.. baik pak." Bianca perlahan berdiri, berharap yang di takutkan itu belum kejadian sekarang. Kalau dia sudah berhasil keluar, maka itu akan lebih memudahkanya.

Karena Ardan sedang menelisik apa yang salah dengan Bianca, tak sengaja ia melihat yang tak seharusnya juga ia lihat. Otaknya bekerja cepat, jika Bianca berdiri dan berjalan keluar, maka semua teman-temannya pasti akan melihat. Mak Bianca pasti akan menjadi sangat malu karena hal itu.

Ardan segera berdiri dengan tergesa-gesa sampai menimbulkan sedikit kerusuhan di area tempat duduknya. "Duh panas yah." Ardan membuka jaketnya. Acting yang sangat gagal, jelas-jelas ruangan ini ber-AC, mana mungkin bisa panas.

Semua orang menatapnya aneh kecuali anak-anak cewek yang tetap menatap memuja padanya. "Panas gimana? Ruangan ini kan AC, jadi mana mungkin panas." Pak Maria geleng-geleng kepala dengan kelakukan Ardan. "Duduk lagi Ardan."

Sedangkan Bianca masih di situ, belum keluar dari kelas. Ia juga ikut menatap keanehan Ardan yang ada di belakangnya. Namun, ia melihat seperti ada yang aneh dengan mata kakak tingkatnya itu. Seperti mengisyaratkan sesuatu. Bianca berpikir keras apa itu namun ia tak menemukannya.

"Iya pak, bentar lagi saya duduk, tapi..." Ardan maju sedikit menghampiri Bianca karena kesal dengan Bianca yang tak mengerti dengan kode yang diberikannya. "Pake jaketku kalo gak mau malu, ada sesuatu di balik celana putihmu itu." Ardan membisikan sesuatu pada Bianca sambil menaruh jaketnnya itu di atas meja Bianca lalu kembali duduk.

Bianca yang langsung mengerti apa yang Ardan katakan itu tentu saja langsung membulatkan matanya kaget. Astaga, dugaanku benar kan? Kenapa juga harus Ardan yang sadar dengan ini semua. Bianca membatin kesal dengan keadaan ini. Jika bisa menghilang, pasti ia akan menghilang dari kelas ini sekarang juga. Tak tau bagaimana lagi harus menahan malu di hadapan Ardan nanti.

DIBALIK LUKA (END)✅Where stories live. Discover now