reuni SMA

90 8 1
                                    

Setelah sekian lama liburan yang hanya di rumah aja, hari ini Bianca akhirnya ada janji dengan teman-temannya untuk nongkrong bareng. Entah harus bagaimana senangnya, karena sudah hampir kembali masuk kuliah, kali ini baru waktu yang pas.

Biasanya jika teman-temannya itu mau kumpul, pasti dirinya yang tidak ada ditempat. Giliran Bianca yang mengajak kumpul, mereka semua pada sibuk.

"Hai!" Sapa Bianca bersemangat pada teman-temannya yang sudah lebih dulu datang. Satu persatu dari mereka berdiri, saling berpelukan ala-ala orang yang sudah lama tidak ketemu.

"Ca apa kabar kamu? Gendutan ih." Salah satu temannya itu berkata yang membuat Bianca sontak langsung memegang kedua pipinya.

"Seriusan? Padahal enggak loh. Kemarin emang sempet sih naik 3 kilo, tapi sekarang uah biasa aja kok beratnya. Ini pasti karena pipi aku aja yang begini. Tipe-tipe pipi tembem mana bisa terlihat kurus-kurus amat."

"Iya, gak gendutan lagi. Badan udah bagus gini gendutan kaya gimana lagi? Aku malah pengen punya badan kayak kamu." Wulan ikut membela Bianca. Karena nyatanya, badan Bianca memang tidak gendut, hanya memang bentuk pipinya yang tembem itu membuat suka salah paham.

"Iya bener, mana tinggi lagi. Apa kabar aku yang udah pendek, kurus pula." Eca ikut menambahi. Eca yang memang memiliki badan tak pernah bisa gendut walau sudah makan sebanyak apapun. Eca ini juga yang selalu heboh, kadang dia juga yang suka bikin rencana ketemuan gini.

Beberapa saat, mereka yang tadinya ribut justru malah senyap. Semua pada sibuk dengan ponselnya masing-masing. Jika sudah kumpul memang begitu, selalu ada saja momen dimana kumpul itu terkadang jadi tidak berarti.

Melihat beberapa temannya sibuk dengan ponsel masing-masing, ada juga yang sudah sibuk mencari spot foto yang bagus. Bianca hanya meminum minumannya tadi yang sudah di pesan.

"Ca gimana, mukamu kayak banyak beban gitu?" Septi mendekat pada Bianca dan mulai berbicara. Septi ini salah satu temannya juga yang biasanya tempat Bianca curhat.

"Eh mana ada, happy aja kok ini. Cuman kesel aja tuh liat anak-anak yang malah sibuk masing-masing." Bianca membalas sambil terkekeh kecil pada Septi. Septi pun ikut tertawa di tempatnya.

"Masih ngejomblo aja nih ceritanya Ca? aku ada liat kamu posting foto bareng cowok waktu itu."

"Apaan sih gak lah. Cuman temen aja kok itu. Kenapa jadi banyak yang salah paham gitu sama kak Daren." Bianca menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Apa yang terjadi sama teman-temannya ini. Seakan posting foto bareng cowok yang dilakukan Bianca ini adalah hal yang aneh.

"Kamu masih menutup diri sama laki-laki?" Septi sudah mulai berbicara dengan lembut. Septi memang tau semua masa lalu Bianca yang membuatnya trauma. Septi banyak tau tentang Bianca yang orang lain tidak tau.

Mereka memang tidak terlalu dekat, hanya ketika saling membutuhkan, mereka berusaha untuk selalu ada. Meski sekarang tempat kuliah sudah beda, kesibukan sudah beda, tapi masing-masing saling mengerti. Bukan hanya satu pihak yang di untungkan atau di rugikan.

Bianca menghela nafas kasar. Ia memang tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari Septi. Jika septi sudah bertanya, rasanya langsung ingin menceritakan semuanya seperti saat ini.

"aku gak pernah nutup diri kalo ada laki-laki yang mau kenalan sama aku. Sharing tentang kehidupan bahkan jalan juga aku gak masalah. Tapi anehnya, kalo dia udah mulai menunjukan gerak-gerik yang aneh, apalagi kalo udah mengungkapkan perasaan atau ngajak serius, akunya milih mundur. Mencari banyak alasan padahal mereka baik dan pengertian. Aku sendiri gak tau aku punya masalah apa sampai selalu begitu."

Septi menatap dalam Bianca. Ia tau apa yang sahabatnya ini rasakan.

"Kamu tau Ti, aku pengennya temen aja. intinya, kalo gak ada perasaan yang lebih, aku justru nyaman begitu. Pengen ada yang selalu ngertiin, tapi bukan pacar. Kamu juga pasti ngerti apa maksud aku."

DIBALIK LUKA (END)✅Where stories live. Discover now