pj dosen ganteng?

76 9 0
                                    

Sesampainya di rumah, Bianca langsung merebahkan badannya di kasur empuknya itu. Di kepalanya saat ini terngiang ucapan-ucapan Daren di café ILY tadi. Setiap ucapan Daren selalu saja bisa membuatnya sadar. Namun memiliki sifat seperti Bianca bukan mudah begitu saja untuk di hilangkan. Itu bukan sesuatu kebiasaan yang mudah di hilangkan begitu saja.

Walaupun faktanya memang buruk dan pada akhirnya menyakiti diri sendiri. Hanya saja biar bagaimanapun, dari dulu bahkan mungkin sejak ia sudah mengerti. Sudah bisa menggunakan semua inderanya dengan baik, begitulah dirinya.

Diluar dari pemikiran-pemikiran itu, Bianca tetap bersyukur jika sekarang ia sudah bisa berdamai dengan Daren. Lebih tepatnya, Daren sudah hadir kembali seperti orang yang baru di matanya. Bianca hanya harus menganggap waktu itu tidak pernah terjadi jika tak ingin terus malu di hadapan Daren.

Ponsel Bianca tiba-tiba bunyi dan tertera nama sahabatnya

Tomodachi calling...

"Huwa kangen!" Baru saja di angkat, sudah ada teriakan histeris dari orang di seberang sana. "Kenapa pake off segala coba, bikin aku kesepian selama liburan."

Bianca spontan menutup telianganya mendengar suara teriakan itu. "Ish gak pak teriak-teriak juga kali Juminten. Biasa aja ngomongnya. Aku tau aku ini cantik, baik hati dan tidak sombong. Ngangenin juga, tapi gak perlu gitu juga keles."

"Euh, nyesel ngomong gitu tadi." Kiara sahabatnya itu tentu saja tak terima dengan apa yang Bianca sebutkan dengan memuji-muji dirinya sendiri. Sedangkan Bianca hanya terkekeh geli di tempatnya melihat respon sahabatnya.

"Lagian kenapa pake off segala sih? Ada masalah itu cerita."

Bianca menarik napasnya dalam. Bukan apa-apa, sejujurnya ia hanya capek jika harus menjelaskan kembali. Karena baru saja ia tadi menjelaskan semuanya dengan Daren, mulutnya malas membicarakan hal itu lagi.

"Woi kambing, napa diem? Jadi bisu sekarang?"

Persahabatan mereka memang sudah sangat sedekat itu. Kebun binatang sudah sering mereka bawa-bawa ketika berbicara. Diperlakukan seperti itu bukanya marah justru malah merasa lucu. Mereka berdua ini memang sudah sama-sama aneh. Untung saja mereka memang terpisah jauh, tak bisa di bayangkan memang jika mereka ada di satu tempat yang sama.

"Bukannya gitu, bahas yang lain bisa kan? Capek beneran deh. Capek kalo harus bahas itu lagi." Bianca memasang wajah lesunya pada Kiara. Ia bukannya tak ingin berbagi dengan sahabatnya ini. Hanya saja ia memang capek. Sudah muak juga membahas hal itu lagi.

"Hmm, ya ya ya. Yang off selama dua bulan lebih hampir tiga bulan terus tiba-tiba muncul udah capek aja. situ mah enak bisa mudik, pulang kampung. Lah aku di sini gak ada siapa-siapa, malah tega-teganya off gitu."

Biasanya memang hanya Bianca temannya Kiara berkeluh kesal. Mereka berdua ini bisa di bilang sama saja dalam berteman. Tidak mudah dekat, tapi sekalinya dekat maka akan benar-benar dekat.

Tidak bisa di bayangkan memang selama liburan Bianca selalu off. Sedangkan Kiara tetap di Yogya, teman-temannya yang lain juga pasti pada mudik. Dia seorang diri di sana pasti semakin ngenes hidupnya. Untuk dia juga punya pacar, jadi sedikit berwarna juga lah hidupnya yang monoton itu.

"Ya maaf. Gak sengaja juga. Tapi yakali kesepian. Doi apa kabar? Situ kan punya pacar masa iya masih kesepian. Kalo gitu mah apa bedanya sama yang jomblo."

"Ya beda atuh neng. Gak bisa apa-apa itu sama dia. Namanya juga cewek kan, pasti ada aja gitu gosip yang hanya bisa dibagi dengan sesame cewek aja. kamu mah gak ngerti yang begituan. Gak peka."

Bianca terkikik geli melihat sahabatnya itu kesal. "Yaudah ah aku baru balik dari kampus nih. Ntaran lagi kita telfonan, aku mau mandi dulu." Setelah menerima anggukan yang tak ikhlas dari seberang sana, Bianca langsung mematikan sambungan telfonnya.

DIBALIK LUKA (END)✅Where stories live. Discover now