12. Cobek Legend

1K 85 1
                                    

Bab 12. Cobek Legend

Dengan kekuatan helm balap warna biru elektrik berpadu corak kuning, putih, dan hitam. Akhirnya aksi diam Freya meletus sudah. Si tomboy kembali bercicit berisik seperti sedia kala. 

Selepas membuka bungkusan kotak yang dibawakan Fatih untuknya, ia langsung berubah jinak kembali dalam hitungan detik. Seumpama anak kucing yang asalnya mengaum galak berubah manis dan mengeong manja pada si pemberi hadiah. Hadiah yang sangat sesuai dengan seleranya. 

"Makasih, Mas Dokter." Freya mendusel-dusel manja ke dalam dekapan Fatih dengan mata berbinar senang menatap helm impian yang dipeluk posesif di pangkuan.

Fatih mencubit hidung merah Freya gemas. Mengusap lembut sisa-sisa air mata yang disebabkan si bawang merah pengundang tangisan yang masih tersisa di wajah sang kekasih. 

Fatih balas merangkul dan bertanya," Jadi, aku udah dimaafin belum nih?"

Tanpa ragu Freya mengangguk-angguk. Sedikit menengadah dan menatap Fatih dengan bola mata memukaunya yang memesona.

"Aku juga minta maaf, udah ninju kamu. Abisnya tanganmu nakal!" Freya mengerucutkan bibir sebagai bentuk protes atas insiden terkoyaknya si kaitan penyangga dada.

Mereka berdua asyik berpelukan di lantai dapur ditemani serpihan kertas pembungkus bingkisan helm berserak mengelilingi, akibat Freya membuka hadiahnya serampangan dan tak sabaran. Dua sejoli yang baru berdamai itu belum menyadari sejak lima menit yang lalu Runi telah kembali. Berdiri di ambang pintu dapur sambil bersedekap, memperhatikan tingkah manis Fatih dan Freya membuatnya senyum-senyum sendiri.

Walaupun hanya sepupu, bagi Runi Freya seperti saudara kandung sendiri. Saat Runi mengetahui Freya memiliki hubungan spesial dengan seorang pria, dia pun cepat tanggap. Mencecar si pecinta trail dengan berbagai pertanyaaan dan ingin bertemu langsung dengan Fatih.

Bukan bermaksud mencampuri, tetapi Runi tidak ingin Freya salah menambatkan hati. Runi tak ingin Freya berakhir dalam kubangan kesedihan jika nantinya pria pilihannya hanya bermaksud memanfaatkan keluguan si tomboi dalam hal asmara. Freya memang sering berinteraksi dengan lawan jenis. Namun, bukan dalam urusan hati, melainkan hanya sebatas urusan komunitas pecinta motor dan balapan saja, tidak lebih.

Setelah bertemu dengan Fatih secara langsung, Runi bisa bernapas lega. Sosok Fatih yang memang mencerminkan pria baik-baik bertanggungjawab tanpa dibuat-buat, serta luapan rasa cinta matinya juga sayangnya yang tak pernah ditutupi pada Freya di setiap kesempatan, membuat Runi pun yakin bahwa Fatih memanglah pria yang tepat untuk Freya.

"Ehm ... ehm."

Runi berpura-pura terbatuk untuk menginterupsi, membuat dua sejoli yang sedang berangkulan mesra itu menoleh. Seketika Fatih dan Freya saling menjauhkan tubuh dan salah tingkah. Reaksi mereka mirip pasangan yang terciduk bermesraan di semak-semak oleh hansip keliling ronda malam.

"Kok duduknya di sini? Frey, ajak Fatih duduk di ruang tamu aja." Runi melangkah masuk dan menaruh bahan-bahan tambahan yang dibelinya ke atas meja. Bersikap seolah tak melihat muda mudi yang tadi nyaris saling menempelkan bibir, berusaha memecah kecanggungan sambil melipat mulutnya kuat-kuat menahan tawa yang ingin menyembur menyaksikan Fatih dan Freya tampak tegang juga kaku seperti robot.

"Nggak usah, Mbak. Aku lebih nyaman di sini," jawab Fatih kikuk. Dia gegas bangun dan membantu Freya berdiri.

"Mending di depan aja, masa tamu duduk di dapur. Tapi, Freyanya kupinjam dulu, ini kita lagi belajar masak. Biar nanti kalau udah nikah bisa nyiapin makanan buat kamu," ucap Runi sambil mengulas senyum.

Rona bahagia menguar begitu saja di wajah tampan Fatih. Ia merasa tersanjung, gadis yang dicintainya belajar banyak hal demi menjadi pendamping hidupnya.

"Kalau gitu, aku bantu deh. Biar nanti bisa bantu Freya juga kalau kita sudah menikah. Suami dan istri harus bisa bekerjasama dengan baik dalam berbagai hal. Jadi, boleh kan aku ikut bantuin calon istriku?" tanyanya pada Runi, sementara si tomboy tersipu dan merona dipanggil begitu.

"Boleh kan, Mbak?" Freya menatap Runi penuh harap, meski di dalamnya memang terselubung modus ingin dibantu Fatih, karena pangeran kodoknya itu pasti takkan membiarkan Freya kesusahan sendiri dalam rangka pelatihan memasak yang baru mengupas bumbunya saja sudah membuatnya berurai air mata.

"Suami dan istri memang harus saling membantu dan menjaga. Ya sudah. Ayo, kita masak bareng. Fatih, tolong potong-potong kacang panjang ini, dan kamu Frey, ulek bumbu buat sayur asam," perintah Runi, dan dua sejoli calon pengantin itu mengangguk patuh bersamaan.

Acara memasak untuk makan malam akhirnya selesai walaupun drama lain menghiasi. Saking semangatnya Freya menghaluskan bumbu secara manual, alhasil cobek tua warisan nenek moyang yang terbuat dari batu itu terbelah dua. Freya lupa menyesuaikan kekuatannya, hingga si cobek menjadi korban.

Sepanci sayur asem komplit, telur balado, kering tempe teri bumbu pedas manis, lalapan dan sambal ditata rapi di meja makan. Freya menatap hasil masakan duetnya bersama Fatih dengan bangganya. Meski jauh dari kata sempurna untuk tampilannya, tetapi dari segi rasa tidaklah buruk, tinggal berlatih lebih sering lagi dan hasil masakan perdana Freya cukup membuat Runi tersenyum puas. 

Adanya Fatih ikut hadir ternyata berefek besar, Freya lebih bersemangat mengerjakan tugas yang diberikan Runi. Seolah dua sejoli itu memang diciptakan untuk bersama-sama saling melengkapi, saling menguatkan juga saling mengisi.

Freya sekeluarga beserta Fatih dan Runi berkumpul di meja makan untuk makan bersama dengan lauk hasil masakan pertama Freya dibantu Fatih. Anwar sesekali melirik penuh haru pada Freya, tak menyangka si tomboy patuh menuruti permintaanya untuk mengikuti pelatihan dengan Runi sebagai mentornya. Jujur saja, sebagai seorang ayah, terkadang rasa bersalah terselip di hati. Merasa tak mampu mendidik Freya seperti para anak gadis pada umumnya lantaran ketiadaan sosok ibu dalam tumbuh kembangnya.

Selesai makan, Anwar dan Fatih berbincang ringan di ruang tamu, sedangkan Freya Runi dan Aldo sedang membersihkan kekacauan di dapur. 

Di kesempatan ini Fatih meminta izin untuk mengajak Freya ke kampung halamannya akhir pekan nanti. Keluarganya akan mengadakan acara selamatan kepindahan sang kakak ke Jakarta. Sarah, ibunya Fatih ingin Freya hadir juga di acara tersebut untuk dikenalkan pada keluarga besar Wisesa di Kuningan. Fatih bahkan langsung menghubungkan Anwar dengan ibunya melalui ponsel, khawatir si calon mertua menganggap semua perkataannya hanya akal-akalan saja untuk membawa anak gadisnya bepergian jauh.

"Tapi itu pun kalau Babeh mengizinkan. Kalau tidak boleh juga nggak apa-apa, nanti biar saya yang jelaskan sama ibu. Soalnya Freya pasti harus menginap satu malam di sana, acara selamatan di daerah saya biasanya berlangsung sampai tengah malam," ucap Fatih sopan penuh hormat.

Anwar tampak berpikir, menimbang-nimbang. Jika menolak rasanya tak enak hati pada calon besannya yang begitu baik. Walaupun tak dipungkiri rasa khawatir tetap terselip. 

"Boleh, pergilah. Ingat, jaga anak Babeh baik-baik."

Senyum Fatih merekah lebar disusul anggukan penuh semangat. "Makasih Beh. Saya pastikan akan selalu menjaga Freya." 

Bersambung


Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now