33. Janji Suci

2.5K 96 0
                                    

33. Janji Suci

Manusia hanya bisa berencana. Menyusun serapi mungkin tanpa cela. Memprediksi tingkat keberhasilan hingga 99 persen kemungkinan suksesnya. Namun, rencana hanyalah rencana. Suratan takdir Tuhan lebih berkuasa. Mencoba segigih apapun untuk mematahkan garis kehidupan yang telah ditetapkan, hasilnya akan tetap nihil jika Sang Pencipta tak menghendaki.

Di sinilah Fatih sekarang, duduk berdampingan dengan kekasih pujaannya di hadapan penghulu. Semua keluarga juga hadirin memanjatkan do’a terbaik bagi kedua mempelai penuh khidmat sebelum ijab kabul diikrarkan.

Para sahabat dan teman-teman kerja Freya serta rekan-rekan Fatih di rumah sakit, semuanya turut menghadiri hari bahagia pasangan yang telah menjalin hubungan empat tahun lamanya itu.

Fatih mengucap rangkaian kata ijab kabul begitu lancar dan mantap dalam satu tarikan napas. Kata-kata sah riuh menggema memenuhi seisi ruangan, diiringi ucapan syukur berderai dari lisan kedua mempelai juga hadirin. 

Cincin pernikahan bertatahkan berlian bergantian disematkan di jari masing-masing. Freya mencium punggung tangan Fatih, sebagai simbol tanda baktinya yang kini sudah berstatus menjadi seorang istri. Fatih balas mengusap lembut kepala Freya yang sekarang telah sah menjadi istrinya. Mengecup keningnya Freya penuh cinta dan kasih sayang.

"I love you, Istriku," bisik Fatih mesra dengan senyum mengembang. 

Freya menengadah, manik mata mereka bertemu pandang. "Me too," balas Freya berbisik penuh cinta. 

Senyum kegembiraan tersungging cemerlang di wajah keduanya. Buku nikah yang telah ditandatangani dipamerkan, bidikan kamera juga cahaya blitz dari jurusan foto langsung menghujani pasangan yang baru saja mengikat janji suci di hadapan hadirin juga Sang Pencipta. Mengabadikan momen penting bersatunya ikatan cinta dua insan. 

Rona gembira menghiasi setiap wajah yang hadir. Bahkan Sarah dan Mirna tak mampu membendung luruhnya air mata bahagia, dua wanita paruh baya itu menghabiskan sekotak tisu yang dibawa Runi guna membesit hidung yang ikut basah efek dari tangisan. 

"Runi, ambilkan kotak tisu baru," titah Mirna sembari terisak-isak bahagia. 

Tak ketinggalan Anwar dan Wisesa saling merangkul penuh syukur, menatap haru pada putra putri mereka. Kecuali Nisa, yang tak mengukir senyum sedikit pun, lebih banyak melamun sepanjang acara sakral berlangsung, bahkan ia terlihat pucat pasi dan tampak ketakutan kini.

“Selamat ya Frey. Akhirnya, kamu bakal di unboxing juga,” bisik Anggi, salah satu sahabat Freya. Anggi kentara semringah saat menyalami pengantin yang langsung diinterupsi deheman suaminya yang berdiri di belakang. Mengulas senyum tipis sekilas kepada kedua mempelai, dan sedikit menarik lengan Anggi agar menyudahi acara memberi selamat lantaran tak enak hati melihat antrian di belakang mereka sudah panjang mengular.

Giliran Dara dan suami yang juga memberi selamat. Dara yang juga sahabat Freya dan suaminya adalah atasan Fatih di rumah sakit sekaligus pemilik tempat kerjanya. 

“Selamat, Frey. Semoga pernikahanmu selalu dihujani kebahagiaan. Langgeng sampai akhir hayat, dan segera diberi momongan,” ucap Dara tulus dari lubuk hati.

Kini, rangkaian acara sesi foto bersama dimulai. Semua keluarga bergiliran mengambil gambar dengan pengantin untuk dijadikan album kenangan. Setelah dua keluarga selesai berfoto bersama. Kini giliran rekan juga sahabat mengabadikan gambar bersama kedua mempelai. Yang paling heboh adalah Desti. Desti si guru pejuang cinta yang merupakan rekan kerja Freya, tak henti menebar pesona pada rekan-rekan sejawat Fatih, berharap mendapat jodoh dokter juga di acara resepsi ini.

Di saat semua bersuka cita hingga bernyanyi bersama. Si kakak ipar Fatih kini tak nampak batang hidungnya. Rupanya Nisa keluar dari dalam gedung menuju area yang cukup sepi, tangannya gemetar dengan ponsel di tangan, mencoba kembali menghubungi nomor Tania untuk kelima puluh kalinya.

*****

Gadis berponi dengan jaket kebesaran membungkus tubuhnya menenteng tas berukuran sedang tertatih-tatih turun dari kereta di stasiun Bandung pagi ini. Wajahnya sembap, matanya bengkak setelah semalaman menangis di stasiun Gambir. Memutuskan pergi setelah berpikir keras, antara menuruti kemauan sang kakak demi mendapatkan pria pujaannya dengan risiko harga diri direndahkan, atau memilih jalan sendiri untuk pergi menghindar merelakan angannya meski mungkin murka didapat nantinya.

Meski marah, rasa sayang Tania juga khawatirnya pada sang kakak tetaplah ada, pasti Nisa tengah kalang kabut karena dirinya hilang kini. Bisa diterka dari riwayat panggilan tak terjawab di ponselnya yang kini mendekati angka ke seratus. 

Tania masih enggan bertukar kata dengan Nisa. Memilih tak mengangkat panggilan. Dia tak mau kembali goyah akan keputusannya jika kakaknya membujuk menggunakan ribuan cara, tidak ingin hanya menjadi budak ambisi dan membiarkan orang di sekitarnya memanfaatkan perasaan cinta rapuhnya pada Fatih.

Dengan kaki mungilnya Tania memantapkan langkah menuju alamat asrama rumah sakit internasional yang sudah diinformasikan saat menerima berkas mutasi. Tania bertekad untuk bekerja sebaik mungkin, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi keluarganya juga demi mengembalikan biaya kuliahnya pada Nisa agar terbebas dari utang balas budi yang kerap kali diungkit Nisa hingga membebani mentalnya. 

Jujur saja itu menyakitkan, membuatnya terluka. Tania benci sifat jelek Nisa, tetapi rasa sayang tetap setia hinggap pada saudara kandungnya itu.

"Maafkan aku, Kak. Aku sudah nggak sanggup lagi memenuhi keinginan Kakak," desah Tania terisak dengan bola mata nanar menatap ponsel.

*****

Di gedung pernikahan, Sarah sempat menanyakan keberadaan Tania. Nisa mengatakan pada semua orang bahwa Tania mendapat panggilan dinas darurat tadi malam sehingga tak bisa menghadiri. Semua orang percaya dan tak bertanya lebih lanjut lagi.

Nisa pulang lebih awal dari gedung resepsi. Dia tampak sangat kacau, sehingga Sarah dan Wisesa menyarankan supaya Fahri membawa istrinya pulang lebih cepat, khawatir menantunya tumbang. 

Nisa sempat menolak keras dan tetap ingin berdiam diri di tempat resepsi hingga selesai, walaupun akhirnya dia hanya bisa mengangguk lesu dan mengekori Fahri ke tempat parkir, tangannya semakin gemetar hebat dengan ponsel digenggaman.

Mobil pengantin juga iring-iringan bergerak menuju rumah Freya setelah rangkaian acara resepsi usai. Sebagian ada yang langsung pulang ke rumah masing-masing, sebagian lagi ikut mengantar pengantin baru ke kediaman Anwar dan bercengkrama di sana. 

Freya dan Fatih menumpangi mobil khusus pengantin yang sudah dihiasi bunga juga pita di bagian depannya. Kini Fatih tak ragu lagi merangkul Freya di mana pun tanpa takut terciduk hansip. Wisesa hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil menyaksikan si bungsu memesrai istrinya tak tahu tempat. Benar-benar kebelet nikah.

"Ayang, malu ih ada sopir," Freya berbisik pelan ke telinga Fatih. Si dokter muda itu merangkul pinggang istrinya erat juga mesra ketika mobil yang mereka tumpangi mulai melaju.

"Biarin aja. Lagi pula sekarang kamu adalah Istriku. Aku bahkan bebas menciummu di sini sekarang juga." Fatih mengecup cepat bibir Freya sambil menyeringai jahil.

"Hih, tetep aja. Aku malu kalau ada orang lain!" protes Freya sambil memukul pelan dada Fatih. Pipinya merona merah jambu. 

"Jadi kalau nggak ada orang lain nggak malu?" godanya nakal ke telinga Freya, melayangkan tatapan penuh minat.

Wajah Freya merona semakin merah. Ia mencubit perut Fatih membuat si empunya sedikit memekik kemudian meledakkan tawa.

"Jangan cubit-cubit sekarang, nanti aku nggak bisa mengontrol diri," geram Fatih rendah.

"Kubelikan remot kontrol nanti, biar aku yang mengendalikan dirimu," sahut Freya sambil terkikik-kikik geli. "Mau merek apa?" tanyanya.

"Mereknya tentu saja Freya Briana," jawab Fatih serak seraya menenggelamkan wajah di ceruk leher Freya dan menghidu aroma kekasih halalnya dalam-dalam.

Bersambung. 


Double F (END) New VersionKde žijí příběhy. Začni objevovat