19. Kencan

837 77 1
                                    

Bab 19. Kencan

Pintu Honda Jazz warna putih milik Fatih ditutup seseorang yang naik ke dalam mobil. Fatih yang berada di jok kemudi menatap keheranan pada sosok yang baru saja memasuki mobilnya dan duduk di sebelahnya. Fatih mengerjap terpukau, mulutnya menganga kagum. 

Gadis yang menaiki mobilnya kali ini tampil berbeda. Rambutnya dicatok lurus, digunting manis model oval melewati bahu. Gaunnya begitu feminin berwarna putih tulang di bawah lutut, berlengan pendek dan mencetak jelas di lekukan pinggul, menampilkan keindahan menonjol dari makhluk yang berjenis wanita.

Aroma tubuhnya pun begitu memabukkan. Wangi spa aromaterapi meninggalkan jejak yang begitu kuat di sekujur tubuh dan menguar ke sekitar. Wajahnya dirias minimalis serupa riasan yang sering digunakan artis-artis drama Korea. 

Fatih lanjut memindai ke bawah. Memastikan kaki makhluk memesona ini menapak di karpet mobil, meyakinkan pemandangan menyihir, cantik nan indah ini bukanlah kuntilanak.

"Ke-kenapa kamu lihatin aku kayak gitu?" Freya membuka suara. Ia keheranan lantaran sejak tadi Fatih asyik saja terpana dengan mulut sedikit menganga. Tak menegur maupun menyapanya, seolah dirinya adalah orang asing.

"Frey, i-ini kamu?" Fatih terheran-heran, pasalnya ia tidak mendapati jeans robek yang begitu akrab melekat sebagai style sang kekasih.

"Iya, ini aku. Kenapa kamu kayak kesambet dedemit sih? Atau jangan-jangan aku aneh ya?" Freya hendak melihat pantulannya di spion, namun Fatih menghentikan niatannya.

"Kamu cantik, cantik banget," pujinya terang-terangan. "Aku sampai gak ngenalin tunanganku sendiri." Manik mata Fatih melebar memuja. Senyum manisnya tercetak jelas. 

"Masa sih?" Freya melipat bibir tersipu dipuji cantik oleh pria favoritnya. Gadis yang biasanya tomboy itu, hari ini tampak anggun dan berbeda. Fatih tak mampu menahan diri untuk tidak melabuhkan kecupan penuh pemujaan di punggung tangan Freya, menghirup aroma manisnya yang menguar melenakan.

"Kita ke KUA sekarang aja ya." Fatih mulai berkelakar. Ia sama sekali tidak kapok jika terkena lagi kepalan hangat penuh cinta dari sang kekasih.

"Ish. Kantor KUA-nya juga udah tutup. Lagian kenapa bawaannya pengen ijab kabul terus tiap hari sih! Tunggulah satu bulan lagi, dan sebaiknya banyaklah berlatih agar pengucapan lancar saat waktunya tiba." Freya mengelus lembut rahang Fatih dengan ekspresi gemas.

"Bagaimana dengan makan malam, Nona? Sudah secantik ini rasanya sayang kalau langsung pulang begitu saja, kita ke restoran dulu ya." Fatih meminta setengah merajuk memaksa.

"Ide bagus. Aku juga lapar, pengen makan sate kambing." Freya mengangguk menyetujui, mengusap perutnya yang mulai keroncongan.

"Jangan makan sate, nanti kamu yang sewangi putri keraton ini jadi bau asap. Kita ke restoran aja ya, makan steak, sama-sama daging kayak sate."

"Tapi beda sausnya, nggak ada steak saus kacang," keluh Freya tak setuju.

"Aku bakalan bolehin kamu pakai motor trailku seharian besok tanpa ketahuan babeh, asalkan malam ini makan di tempat lain, jangan yang berasap."

Disodorkan nama motor trail Freya tak akan berpikir dua kali. Langsung mengangguk dan menyuruh Fatih tancap gas saat itu juga. Terkadang Fatih harus menahan kecemburuannya pada si roda dua itu, karena merasa cinta Freya padanya terbagi dengan motor.

Mereka sampai di sebuah restoran berkonsep cozy dan kekinian, sangat ideal bagi kaum muda yang ingin bersantap malam bersama pasangan. Hamparan kota Jakarta terlihat serupa permadani dari restoran yang terletak di lantai sepuluh gedung bertingkat. Berkelap-kelip indah di gelapnya malam. 

Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now