5. Dimulai

1.9K 117 0
                                    

"Kalau yang gini-gini sih gampang, aku udah tahu, aku juga bisa cara pakenya." Freya berujar sok berpengalaman kala melihat peralatan merias wajah yang dikeluarkan Runi ke atas meja.

"Yang bener?" Runi menatap Freya merasa sangsi. Setahunya gadis ini lebih gemar membongkar pasang motor yang akrab dengan peralatan semacam obeng dan kawan-kawannya, bukan dengan kuas bedak.

"Weh ... beneran ini, Mbak. Aku udah pernah lihat tutorial merias wajah kekinian biar kayak aktris-aktris Korea yang lagi digandrungi anak muda zaman sekarang. Murid-muridku pada heboh pengen mukanya kaya aktris korea yang namanya Kim itu. Kim apa sih ya, bentar ya aku ingat-ingat." Freya mengetukkan jari di pelipisnya sendiri.

"Kim yang mana sih?" tanya Runi yang tiba-tiba ikut penasaran.

"Nah, aku ingat sekarang. Namanya Kim Teri" jawabnya tanpa keraguan.

"Teri itu ikan, Frey, Ikan Teri! Ada juga Kim Tae Ri kalau aktris Korea. Hadeh." Runi menggelengkan kepala sambil berdecak.

Sejak Anwar sang paman memintanya dengan sangat untuk mengajari Freya, dia banyak-banyak berdo'a siang dan malam. Supaya diberi kemudahan serta kesabaran seluas tanah warisan nenek moyangnya dalam menjalankan misinya melatih Freya, sudah pasti penuh tantangan serupa medan road race yang penuh liku-liku terjal juga jalanan licin dilengkapi tikungan tajam. Belum lagi tanjakan dan turunan curam yang membentang di hadapan.

Freya ini gadis spesies ajaib. Super tomboi, jauh dari kata feminin, lebih akrab dengan peralatan bengkel daripada amunisi merias wajah.

"Nah iya itu, Mbak. Aku bisa dandan kayak dia beneran. Mbak pasti pangling deh lihat aku nanti."

Freya tersenyum penuh percaya diri, merasa andal dalam menyapukan kuas di wajahnya setelah beberapa kali menonton tutorial make-up, padahal hasil karya perdananya sungguh membuat tercengang. Bahkan, akhir-akhir ini ia sering menyambangi gerai-gerai kosmetik di mall untuk sekadar mencoba berbagai warna liptint yang dijadikan tester di sana tanpa berniat membeli, alhasil mata melotot dan wajah cemberut sering dilayangkan padanya dari para SPG yang tengah berjaga.

Mungkin, jika Freya berdandan sendiri di malam Jum'at Kliwon lantas keluar dari rumah, maka para warga dipastikan terkena serangan panik, olahraga jantung sehat, plus berteriak seperti para peserta paduan suara bernada sumbang lantaran mengira sosoknya arwah gentayangan.

"Aku bukan cuma mau ngajarin kamu dandan, tapi juga merawat wajahmu. Fatih itu ganteng, dokter lagi, pasti banyak yang naksir. Kamu juga harus mengimbanginya. Jangan mentang-mentang karena dia gak pernah protes lantas kamu bersantai seenaknya. Kalau cowokmu digondol cewek laen yang lebih cakep pasti nggak rela kan?"

Runi mencoba memberi pengertian dan berharap semoga dapat menjinakkan si tomboi dan menarik minatnya untuk menjalani pelatihan sungguh-sungguh agar waktu dan tenaganya tak terbuang percuma.

Wajah Freya tiba-tiba merengut kesal. "Gadis lain mau merebut Fatih dariku? Jangan harap! Jika tak ingin berakhir terkapar di rumah sakit jangan coba-coba merebut calon suamiku!" geramnya penuh emosi. Tangannya mengepal lalu meninju sisi sofa dengan kencang. Runi berjengit kaget seraya mengusap-usap dadanya.

"Frey! Baru aja beberapa menit yang lalu dibilangin kudu belajar lembut. Ini bar-barnya malah kambuh! Itu cuma perumpamaan, Nona Trail. Makanya kamu kudu belajar serius dan tunjukkan tekad kalau gak mau hal buruk itu terjadi. Fatih juga pria normal, sudah pasti dia pun menyukai cewek yang cantik. Jadilah lembut untuk dia, oke." Runi menekankan setiap kata-katanya setengah berteriak. Mengajari Freya memang haruslah ekstra sabar, bahkan baru dua materi pun pita suaranya mulai berkerut lelah.

"Oke, Mbak. Ajari aku sekarang juga. Nggak boleh ada cewek lain yang godain Fatih! Aku mau jadi satu-satunya, yang terbaik dan yang tercantik. Aku siap." Freya menjawab penuh tekad dengan semangat berapi-api.

"Ya udah kita lanjutkan lagi. Ini namanya scrub dipakai seminggu dua kali. Yang ini masker wajah juga dipakai dalam tempo waktu yang sama, atau jika kehabisan masker yang udah jadi kayak gini, kita juga bisa pakai bahan-bahan alami yang ada di rumah. Terus, yang dua ini krim siang dan malam, kudu rutin kamu pakai dan terapkan. Paham?"

Runi menjelaskan satu persatu barang-barang yang tergeletak di meja secara terperinci.

"Paham, Mbak." Freya mengangguk dalam kegamangan. Sejujurnya ia sama sekali tak paham akan benda-benda yang dijelaskan Runi. Namun, bukankah ada channel YouTube sebagai penyelamat juga pelarian? gumamnya dalam hati. Lagi pula usaha ini dilakukan demi dirinya juga Fatih sang kekasih, maka dari itu Freya akan berusaha menjalani pelatihan ini dengan sungguh-sungguh.

"Frey, ikat rambutmu terus ikut aku ke kamar mandi. Kita mulai dengan latihan memakai scrub wajah."

Runi melangkah lebih dulu. Freya mengangguk dan mengekor dengan patuh seperti anak bebek yang mengikuti kemana pun induknya berjalan. Mereka sekarang sudah berada di dalam kamar mandi, berdiri di depan wastafel dengan cermin besar di dinding.

"Basahi dulu wajahmu kemudian bersihkan dengan facial wash, baru setelah itu memakai scrub," titah Runi seraya memberi contoh.

"Siap Mbak," jawab Freya penuh semangat.

Runi mengarahkan dengan sabar. Memberitahu ini dan itu meski Freya tak henti membantah dan mengeluh. Setelah selesai dengan urusan facial wash, Runi mulai naik ke tahap berikutnya yaitu membalurkan scrub ke seluruh permukaan wajah diikuti Freya yang melakukan hal serupa.

Si tomboi itu berusaha memperhatikan dengan saksama sembari mengangguk-angguk mendengar ceramah Runi. Tentang bagaimana caranya memakai scrub dengan baik dan benar agar hasilnya memuaskan.

"Gerakan jemarimu memutar memijat lembut di semua bagian terutama area T," jelas Runi sambil tetap fokus melihat cermin.

"Apa itu area T?" tanya Freya disela-sela kesibukan tangannya.

"Area T itu yaitu jidat, area sekitar hidung dan juga bagian dagu. Biar kotoran dan komedo terangkat sempurna." Runi menjawab dengan sabar satu persatu pertanyaan Freya.

"Kenapa ada istilahnya segala sih Mbak? Ribet amat ya? Kenapa juga harus T, kenapa nggak XYZ gitu," cerocosnya tanpa henti.

"Ya karena area itu bentuknya kalau diperhatikan kayak huruf T, Frey! Udah deh jangan kebanyakan protes! Inget, gosoknya jangan kenceng-kenceng, kamu itu lagi merawat wajah bukan lagi ngamplas knalpot!"

Runi memperingati dengan tegas agar Freya menyesuaikan kekuatannya saat menggosok mengaplikasikan butiran kasar itu di kulit wajah, khawatir Freya menggosok terlalu kencang yang berakhir melukai kulitnya.

"Sekarang usap dengan waslap yang udah dicelup air hangat. Seka pelan-pelan seperti yang kulakukan dan setelahnya bilas dengan air dingin. Perhatikan baik-baik."

Si kakak sepupu berkulit sawo matang dengan wajah manisnya itu begitu telaten memberi contoh. Kemudian menyodorkan waslap lain bersama sebaskom air hangat kepada Freya.

"Oke ... oke. Aku ngerti." Dengan semangat membara Freya mengusap wajahnya seperti yang dilakukan sang mentor. Dan pelajaran memakai scrub lulus dilewatinya.

"Yeayy, berhasil." Freya berjingkrak senang dan memeluk Runi sambil mengguncangkannya.

"Hei! Pelan-pelan dong, aku kecekek!" teriak Runi melayangkan protes.

"Sorry, Mbak." Freya malah cengengesan melihat ekspresi galak kakak sepupunya.

Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now