30. Ambisi

1.1K 76 1
                                    

Bab 30. Ambisi 

“Apa kamu bilang? Dipindahkan?” 

Nisa tersentak dari duduknya kala Tania memberitahu perihal perintah mutasi yang diterimanya. Walaupun awalnya Tania terkejut juga sedih karena harus berpisah dengan Fatih, tetapi saat mendengar dirinya dipindah tugaskan ke rumah sakit berskala internasional Tania tak jadi muram. 

Tania justru sangat antusias, ditambah gaji yang dijanjikan lebih besar dari yang sekarang membuatnya lebih bersemangat. Lagi pula, Tania mulai merasa lelah harus terus mengejar Fatih meskipun ingin. 

“Iya, Kak. Mulai awal bulan aku dimutasikan ke Bandung. Gajinya juga lebih besar, ini kesempatan langka. Bisa bekerja di rumah sakit berskala internasional bukanlah perkara mudah. Harus punya pengalaman dan jam terbang tinggi. Teman-temanku dulu sewaktu kuliah keperawatan banyak yang memimpikannya, dan kini kesempatan langka itu justru datang padaku dengan sendirinya,” jelas Tania dengan mata berbinar. Merasa beruntung. 

Perbedaan kontras jelas terlihat di sini. Tania jelas semringah, sedangkan Nisa tampak tak tenang. Mondar-mandir mandir sembari menggigiti kukunya sendiri. 

“Ajukan penolakan mutasi, pokoknya jangan diterima walaupun gajinya lebih tinggi!" serunya, membuat Tania terheran-heran. 

"Ditolak? Ya jelas enggak semudah itu, Kak. Lagian ini tuh kesempatan emas. Bukan perkara mudah mendapatkan kesempatan semacam ini, Kak." Tania gak ngotot kali ini. 

"Ya cari cara lah. Bagaimana pun caranya, kamu pokoknya harus menolak! Kamu harus tetap berada di sekitar Fatih demi mendapatkan pria impianmu itu. Kalau malah jadi berjauhan mau kapan jadi pemenang? Lagi pula untuk apa susah payah mengejar karir? Pada akhirnya semua wanita hanya harus siap sedia membuka paha di tempat tidur dan menyediakan makanan untuk suami serta mengurus anak. Coba kamu pikirkan, gaji di tempat barumu tidak ada apa-apanya jika kamu menjadi istri Fatih. Gaji Fatih sebagai dokter saja sudah cukup besar, belum peternakan sapi juga kebun karet yang akan diberikan Pak Wisesa jika Fatih sudah berumah tangga. Kamu hanya tinggal merawat kukumu tanpa harus khawatir dengan uang.” 

Nisa kembali mendoktrin Tania, dia tak sudi menyerah sebelum adiknya itu berhasil menjadi pendamping Fatih. Tetap gigih selagi masih ada kesempatan. Perasaan cinta Tania untuk Fatih masih menjadi senjata unggulannya untuk mengendalikan sang adik agar tunduk di bawah kuasanya. Melemahkan Tania melalui perasaannya. 

“Tapi, Kak. Kali ini beneran impianku. Karir yang sangat kuinginkan. Aku juga memiliki cita-citaku sendiri. Apa aku nggak boleh dan nggak berhak memilih jalan yang kuinginkan untuk hidupku?” tanyanya serak berkaca-kaca. Nada bicaranya terdengar digulung kesedihan juga rasa lelah. 

“Kamu lupa? Bukankah menjadi istri Fatih juga impianmu? Kamu sudah menunggu-nunggu kesempatan ini agar bisa lebih dekat dengannya. Dan sekarang mau dilepaskan begitu saja? Jangan bodoh Tania, Kakak tahu bagaimana perasaanmu padanya. Bayangkan, jika nanti kamu bersanding dengan pria yang sangat kamu cintai ditunjang harta bergelimang, sungguh bahagia bukan?” bujuknya lagi, agar Tania mau mengajukan penolakan mutasi kerja. 

Lagi-lagi Nisa menjejali Tania dengan beribu macam cara, kali ini nada bicaranya halus dan lembut. Nisa sengaja melempar bahan bakar tepat ke ambang bawah sadar Tania agar perasaan sang adik untuk Fatih tetap berkobar. Nisa duduk di samping Tania dan menepuk-nepuk bahunya lembut. 

“Kamu harus tahu, Kakak melakukan semua ini semata-mata buat kebahagiaanmu juga di masa depan. Kakak cuma nggak mau kamu hidup susah," bujuknya lagi terselubung niat lain. Tentu saja di sini Tania hanya diperalat. 

“Tapi, Bang Fatih dan Freya akan segera menikah, tinggal menghitung hari, kesempatanku sudah hilang. Mereka juga saling mencintai satu sama lain, sedangkan aku hanya dianggap saudara saja. Kurasa aku takkan sanggup menggeser posisinya di hati bang Fatih. Itu sangat sulit dan usahaku akan sia-sia. Aku ingin berhenti, Kak. Bang Fatih itu bukan buaya yang mudah berpaling. Aku capek. Aku ingin fokus pada karirku saja sekarang,” jawab Tania seraya menarik napas panjang. 

Nisa cukup terkesiap. Jika Tania ingin menyudahi keinginannya untuk mengejar Fatih itu adalah bencana. Kepanikan menyerbu, dan Nisa sebisa mungkin menyembunyikan rapi kesiap cemas di wajahnya, jangan sampai Tania mengetahuinya. 

“Eh, adik kakak yang cantik dan pintar ini kenapa mendadak mudah menyerah?" rayunya lembut. Tak memerintah seperti biasanya. 

"Karena mereka akan menikah sebentar lagi Kak. Waktu yang tersisa sungguh sangat singkat. Aku enggak mau membuang tenaga dan waktuku lagi. Tolong, Kakak mengertilah," tukas Tania sembari menggenggam tangan Nisa. 

"Hei, jangan terburu-buru menyimpulkan. Dengarkan Kakak, mereka itu cuma menikah. Orang yang menikah pun bisa bercerai. Enggak terkecuali Fatih dan si urakan. Jangan mudah menyerah, kamu harus yakin bahwa Fatih hanya untukmu. Bukan untuk si tomboy itu. Kakak yakin, lama-lama Fatih bakal bosan punya istri urakan begitu. Laki-laki itu semuanya sama saja, sukanya sama yang lemah lembut feminin, kayak kamu."

Kalimat Nisa terdengar seperti angin segar. Padahal, sudah jelas banyak racun yang terbawa semilirnya. Nisa berkata panjang lebar tanpa sungkan sedikit pun. Membahas pernah kata cerai begitu enteng seolah sedang membahas harga cabai. Terus menjejali adiknya dengan doktrin demi keuntungannya. Bahkan tak peduli jika nantinya Tania berakhir menjadi yang paling tersakiti maupun dicap sebagai pelakor oleh khalayak. 

“Tapi, Kak. Enggak baik berharap jelek tentang nasib orang. Takutnya malah jadi bumerang buat kita." Tania mencoba memberi pengertian. Kalimat kakaknya sukses membuatnya merinding takut sendiri. 

"Kata siapa berharap tentang kejelekan? Justru kakak berharap buat kebaikan kamu. Enggak sama sekali Kakak berharap jelek. Coba diubah sudut pandangnya. Jangan hanya menilai dari satu sisi," ujarnya, membenarkan argumennya. Memanipulasi pikiran Tania. Memutarbalikkan posisi benar dan salah. 

Tania mulai termakan kembali omongan Nisa. Otak lugunya dibuat jungkir balik oleh kakaknya sendiri. 

"Apa iya sudut pandang ini dianggap benar?" imbuh Tania masih sangsi. 

"Tentu saja ini sudah sangat benar. Sudah … sudah, jangan terlalu banyak pikiran, sekarang lebih baik fokus pada tujuanmu untuk menggaet Fatih, jangan memikirkan hal lain.” Nisa menarik adiknya ke depan cermin. Memosisikan Tania berdiri di sana. 

“Coba lihat dengan benar. Kamu jauh lebih cantik daripada si tukang balap itu kan?” kata Nisa sembari mengukir senyum terbaiknya. "Wajahmu imut, badanmu mungil tapi seksi berisi di tempat yang seharusnya . Sangat cocok bersanding dengan Fatih yang gagah." 

“I-Iya, Kak. Aku … cantik.” Tania tak ubahnya kerbau yang dicucuk hidungnya, setiap hari disuapi doktrin oleh sang kakak berefek serupa racun yang menjalari otaknya. 

“Nah, jadi kamu harus percaya diri. Fatih pasti goyah oleh pesonamu, tinggal kamu poles sedikit lagi dan tonjolkan keseksianmu di depannya. Fatih juga laki-laki normal, kucing tidak akan pernah bisa menolak ikan segar.”

Bersambung

Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now