20. Tak Biasa

832 78 0
                                    

Bab 20. Tak Biasa

Hari ini adalah hari pertama Fahri mengajar di SMA Taruna Bangsa. Sejak semalam hingga pagi tadi, Fahri banyak mengirim pesan pada Freya. Bertanya banyak hal tentang ini itu juga meminta bimbingan esok hari di tempat barunya bekerja nanti.

Semua guru, staf juga kepala sekolah menyambut hangat atas bergabungnya Fahri menjadi salah satu tenaga pengajar di sana. Terlebih lagi tata krama, keramahan, rekam jejak pendidikan serta kualifikasi Fahri begitu menginspirasi. Banyak yang terkagum-kagum, banyak yang mengidolakan.

Fahri merupakan salah satu mahasiswa terbaik di kampusnya tempat menimba ilmu dulu. Sarat akan prestasi, membuatnya sangat mudah diterima bekerja dengan tangan terbuka di manapun. Para petinggi sekolah ini pun menaruh harapan tinggi di pundaknya, bersemoga di bawah arahan Fahri tercetak lebih banyak murid-murid berprestasi yang meneladaninya.

Freya memilih menarik diri di tengah-tengah acara penyambutan guru baru yang terbilang berbeda dari biasanya. Tak dipungkiri, ia mendadak merasa rendah diri menyaksikan Fahri diperlakukan begitu spesial. Baru kali ini ada guru baru yang kedatangannya disambut sangat meriah, tak menyangka akan antusiasme para petinggi sekolah terhadap kakaknya Fatih itu.

"Hei, kok ngelamun di sini? Guru-guru yang lain lagi makan bareng di aula, menunya lontong sayur spesial buatan istri kepala sekolah." Desti si Guru Sejarah yang mejanya tidak jauh dari Freya menepuk LKS ke pundak Freya begitu dia masuk ke ruang guru. Memecah lamunan Freya yang baru saja hendak melalang buana.

"Ck, siapa yang ngelamun. Aku cuma agak ngantuk, makanya milih balik duluan ke sini. Daripada ketiduran di aula kan nggak lucu, auto viral!" Freya beralasan.

"Semalam kamu begadang ya? Jangan-jangan semalaman video call anu sama tunanganmu?" Desti memicing dengan tatapan menuduh. Menghentikan kunyahan buah semangka di mulutnya.

Freya memelotot sengit pada Desti. "Eyy ... enak aja! Kalau niat pengen anu-anu nggak usah video call, langsung gas aja. Tapi buat apa merusak hubungan yang sudah terjaga dengan baik selama ini malah dinodai karena tergerus nafsu sesaat," tegas Freya.

Desti mendekat. Tanpa aba-aba memeluk Freya kencang lantas mengguncangkannya.

"Ugh ... kamu memang panutan. Freya Briana memang teruji kuat luar dalam. Punya pacar ganteng menggoda pun kamu tetap tahan menjaga diri. Hebat," ujar Desti memuji apa adanya, bukan ada apanya. Dan ucapannya sukses membuat Freya tertawa kecil.

"Lepasin, Des! Aku kecekek." Freya menarik-lengan Desti yang melingkari tubuhnya erat.

"Hehehe ... sorry, sorry. Oh iya, guru baru itu katanya kakak tunanganmu? Pantesan ganteng walaupun mereka gak mirip. Salut ya, sama prestasinya. Katanya dia dulu lebih memilih mengabdi di tempat kelahirannya. Padahal dari kualifikasi yang dimiliki, dia bisa menjadi dosen di universitas terkenal berkat rekam jejak prestasi akademiknya."

"Hei, dilarang terpesona, Nona! Dia itu sudah punya istri! Dan istrinya super galak!" Freya menjitak kencang dahi Desti.

"Aduh. Sakit tahu!" protes Desti. Mengusap-usap dahinya pada bagian yang dijitak Freya. "Akh, tunasku layu sebelum berkembang. Padahal tadinya aku berniat agar kita menjadi ipar," keluhnya lesu kemudian mendaratkan bokong di kursinya.

"Buang saja niatmu. Udah nggak guna." Freya terkekeh puas melihat Desti cemberut.

"Apakah aku termasuk salah satu manusia yang tidak kebagian stok cowok di dunia? Mengingat populasi manusia di bumi sekarang ini lebih banyak cewek dibandingkan cowok. Apakah aku akan bernasib nahas menjadi perawan tua? Gimana ini, Frey?" selorohnya yang malah panik dan dilanda cemas akan pemikirannya sendiri.

Freya terkikik geli, Desti yang akhir-akhir ini tengah gencar mencari jodoh, kerap kali berburu jika ada guru baru laki-laki yang menjadi pengajar di SMA Taruna Bangsa. Mengingat guru laki-laki yang satu sekolah kebanyakan sudah memiliki pasangan, kecuali si berondong guru olahraga berkacamata yang baru lulus kuliah empat bulan lalu dan langsung diterima mengajar.

"Kan masih ada si imut berkacamata, Pak Heru Guru Olahraga. Berondong juga nggak masalah kan? Yang penting jantan tulen," celetuk Freya santai.

"Cih ... aku nggak minat sama bocah yang masih mentah!"

"Awas cinta. Benci dan cinta batasnya cuma setipis kulit bawang," goda Freya disusul gelak tawa, membuat Desti semakin memajukan bibirnya melayangkan protes.

*****

"Frey, mau pulang bareng Abang?" ajak Fahri pada Freya sambil mengulas senyum manisnya. Mengajukan tawaran pada calon adik iparnya begitu jam kerja sebagai guru rampung untuk hari ini.

Semua orang tak menampik, Fahri juga memanglah rupawan dengan kulitnya yang cenderung putih untuk standar laki-laki. Mereka bertemu di tempat parkir setelah jam mengajar usai. Kebetulan Fahri memarkir mobil Avanza silvernya bersebelahan dengan motor bebek milik Freya.

"Nggak usah, Bang. Aku bawa motor sendiri," tolak Freya sopan sambil menunjuk si skupi gendut berwarna pink.

Sungguh demi apapun, Freya benci warna motor yang dipakainya, tetapi sejak beberapa hari lalu Anwar hanya memperbolehkannya memakai motor itu saja walaupun ada motor bebek yang lain. Warnanya sungguh bukan Freya. Sama sekali bukan gayanya.

"Tapi langit mulai mendung, gimana kalau kamu kehujanan? Yuk, pulang bareng saja, motormu titip saja sama satpam di sini biar dijagain. Abang yang bilang deh," ujar Fahri dengan nada cemas sambil mendongak memperhatikan awan kelabu yang menggelayuti angkasa.

"Eh, beneran nggak apa-apa kok, Bang. Lagian rumahku lebih dekat dari sini, mendungnya juga belum terlalu pekat."

"Tapi Frey, sebagai kakaknya Fatih, aku nggak mungkin cuma diam saja andai melihat kamu hujan-hujanan. Nanti orang-orang mencapku sebagai calon kakak ipar yang buruk. Yang menelantarkan calon adik iparnya naik motor di cuaca begini sedangkan aku tetap teduh karena memakai mobil. Padahal jalan pulang kita searah," jelas Fahri memberi pengertian. Bergeming di tempatnya berdiri.

Freya tahu, calon kakak iparnya itu memanglah baik juga peduli terhadap sesama, tetapi kalau Nisa tahu suaminya mengantarnya pasti lain cerita. Tidak menutup kemungkinan Nisa menuduhnya bermain serong dengan Fahri.

"Beneran nggak usah, Bang. Kalau motornya nginep di sini nanti Babeh ngomel sama aku. Langit juga baru mendung, belum hujan. Seperti kata pepatah. Mending tak selalu berarti hujan bukan?"

Freya segera memakai helmnya dan menstarter si motor pink, lebih baik ia menolak dengan cepat daripada timbul masalah yang membuat pusing kepala.

"Aku ya duluan, Bang," kata Freya yang sudah siap meluncur pergi.

Fahri akhirnya menyerah, mengangguk-angguk tipis. "Ya sudah, hati-hati di jalan, Frey."

"Siap, Bang. Bang Fahri juga hati-hati nyetirnya. Aku pulang." Freya segera tancap gas dari sana tanpa melupakan adab berpamitan. Memacu si kuda besi pinknya bergegas.

Fahri menatap lekat kepergian si motor pink dengan tatapan yang menyiratkan sorot tak biasa, dan baru berhenti saat motor yang dikendarai Freya menghilang dari pandangan tepat ketika berbelok keluar di gerbang depan.

Bersambung

Double F (END) New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang