AYTS

240 17 0
                                    

Bab 9. Bimbang

Ariel berenang malas di dalam akuarium bulat yang merupakan singgasananya, terletak di ruang tengah dekat jendela. Menopang tubuh menggunakan kruk di ketiak, Freya mengambil kemasan makanan ikan untuk si gurame gendut kesayangannya, menaburkannya ke dalam akuarium dan disambut penuh suka cita oleh Ariel.

"Kamu kesepian enggak? Mau kukasih temen enggak? Tapi jangan kayak waktu itu, ikan cupang yang bermaksud kujadikan tetanggamu malah kamu lahap, jangan jadi kanibal!" Freya mengetuk-ngetukkan jemarinya bosan di sisi akuarium, bibirnya mengerucut maju beberapa senti.

"Ck, kamu tahu? Terus berdiam diri di rumah tanpa bisa bergerak bebas itu membosankan!" Freya berdecak kesal, mengajak Ariel yang sedang melahap makanannya bercakap-cakap mendengarkan keluh kesahnya, menjadi pelampiasannya.

"Aku ngerasa jadi manusia gak guna tahu enggak? Bahkan memuaskan suami di tempat tidur saja malah makin kesusahan apalagi lakuin hal lain. Gimana kalau Fatih bosan sama aku?" keluhnya frustrasi, lesu juga muram.

Ingatannya memutar kembali pada kegiatan tadi malam. Freya merengek meminta Fatih menyentuhnya seperti saat sedang sehat dulu, bukan memperlakukannya layaknya gelas rapuh, ia benci itu, merasa dirinya teramat lemah.

Freya meminta Fatih bergerak liar tanpa beban karena jujur ia pun merindukannya, lantaran merasa kini tubuhnya semakin pulih. Namun, ditengah-tengah permainan kala ledakan surga dunia melambungkannya lebih dulu, sesaat kemudian perut bawahnya tiba-tiba kembali terserang ngilu hebat berlanjut keram, sehingga Fatih yang sedang turn on di atas tubuhnya langsung turn off seketika.

Fatih berhenti mendadak, menyudahi peleburan. Mana tega dia melanjutkan sementara istrinya kesakitan, kendati Freya berkilah dan mengatakan dirinya baik-baik saja setelah beberapa menit berlalu dan setengah memaksa untuk menyambung kembali.

"Aku enggak apa-apa kok, beneran. Mungkin karena tadi sore terapinya lumayan diforsir, jadinya badanku kaget. Yuk, lanjutin lagi."

Fatih menggeleng tipis, memilih turun dari tempat tidur lalu memakai kembali boxernya.

"Jangan dipaksain. Sebaiknya sekarang kamu istrirahat. Kita bisa lanjutkan lagi lain waktu, saat kamu sudah benar-benar sehat, oke?" tolaknya halus, mengulas senyum menenangkan meski sebenarnya pusat tubuhnya terasa pegal tak karuan akibat tak tertuntaskan. Fatih selalu berusaha menjaga perasaan Freya, tak mau istrinya menjadi terlalu banyak beban pikiran.

"Tapi, pasti ... rasanya rasanya enggak nyaman kan? Aku udah enak, tapi kamu belum," lirih Freya tak enak hati, menelan ludah dan menatap sekilas ke arah pusat didih suaminya.

"Dia bisa menunggu," sahutnya lembut seraya mengusap rambut Freya dan mengecup puncak kepalanya mesra, menarik selimut untuk ditutupkan ke tubuh polos istrinya.

Fatih beranjak ke kamar mandi dan terdengar shower di nyalakan. Sepuluh menit berlalu dia keluar dari sana, sudah berganti dengan celana trening membungkus kaki panjangnya tanpa memakai atasan, membiarkan enam kotak sixpack samar-samar di perutnya terpampang nyata.

"Yuk, pipis dulu. Setelah bercinta kamu harus buang air kecil, biar gak infeksi kantung kemih."

"Hmm," gumam Freya yang kemudian mengangguk, membiarkan Fatih menyingkirkan selimut dan dirinya diraup ke dalam gendongan.

Freya sebetulnya sudah sudah bisa berjalan tanpa kruk sekarang meski tertatih-tatih, dengan bantuan berpegangan pada dinding. Akan tetapi, Fatih takkkan pernah membiarkan Freya kesusahan sendiri jika dirinya ada di rumah, meski tahu bahwa istrinya bukanlah tipe wanita lemah yang ketergantungan. Sudah sangat mengenal sifat keras Freya yang tak mudah mengucap kata menyerah walaupun sudah berada di ambang batasnya.

"Udah," cicit Freya yang duduk di closet, mengangkat kedua lengan meminta digendong kembali dengan mata yang mulai terkantuk-kantuk, dan Fatih sudah bersiap dengan handuk kecil di tangan yang telah dibasahi air hangat.

"Aku udah cebok," ucap Freya yang paham saat melihat handuk di tangan Fatih.

"Ini biar lebih bersih saja. Mau di sini atau di kasur?" tanyanya.

"Di kasur aja, punggungku pegal," pintanya.

Fatih menggendong Freya yang masih polos kembali ke kamar. Merebahkannya dan mulai mengelap, mengusap lembut dengan saksama lembah di antara kedua kaki istrinya hingga hingga bokong, juga membersihkan sisi paha dalam Freya dari cairan lengket yang sempat meleleh di sana.

Beberapa lembar tisu diambil Fatih untuk mengeringkan. Disusul memakaikan celana dalam bersih juga gaun tidur bersih.

Freya tersenyum senang. Suaminya memang selalu seperhatian ini, membuat rasa cintanya bertumbuh makin bertumpuk berkali-klai lipat, seiring rasa takut kehilangan yang juga bertumbuh seimbang. Takut suaminya yang sedang dalam masa sexual active tergoda wanita lain, mencari kepuasan lain saat dirinya tak mampu melayani maksimal. Meskipun ia tahu bahwa Fatih cinta mati padanya, tetapi tetap saja rasa cemas itu terkadang merayap menghampirinya.

"Makasih, Ayang," cicit Freya sembari menarik selimut yang ditutupkan Fatih di tubuhnya.

Fatih juga naik ke atas kasur, memosisikan diri supaya Freya rebah nyaman di dadanya dalam dekapannya. Ikut bergabung ke dalam selimut dan mengecup mesra bibir ranum favoritnya.

"Ayo, tidur. Udah dini hari," ajak Fatih penuh sayang hingga Freya terlelap terbuai kantuk juga mimpi indah.

Raut Fatih yang tadi penuh kehangatan menggelap kini. Ia mencoba meredam kecamuk yang setiap hari selalu meghantuinya. Bolehkah ia menyewa pembunuh bayaran dan menghabisi biang kerok penyebab penderitaan istrinya hingga nyaris cacat? Seandainya tidak terhalang ikatan darah juga nalar yang berpikir jernih, mungkin Fatih sudah sejak lama melakukannya dari jauh-jauh hari.

Fahri sang kakak, memang sudah mendekam di penjara sebagai ganjaran atas segala kejahatannya pada Freya meski jujur saja Fatih merasa itu tak cukup. Penderitaan berkepanjangan Freya serta obrolannya dengan dokter kandungan tadi siang kian membuatnya tersiksa dalam dilema. Takut mental istrinya terpuruk, terjun bebas ke jurang curam dan terenggut semangat hidupnya andai akhirnya tahu tentang kondisi tubuhnya yang sesungguhnya.

Kalau rasa sakitnya semakin intens, kemungkinan infeksi rahimnya makin melebar. Dan jika itu kian memburuk, maka pengangkatan rahim terpaksa harus dilakukan, untuk menyelamatkan nyawa istri Anda.

Dekapan Fatih mengerat seiring dadanya yang semakin sesak. Setitik air bening meluruh dari sudut matanya.

"Aku harus bilang apa ke kamu, Frey? I'm sorry, I'm so sorry," ucapnya serak dan tersendat. "Aku merasa gagal menjadi suami yang seharusnya melindungi kamu. Aku lalai dan tidak menyadari, bahwa sebenarnya kamu terancam bahaya dari kakakku sendiri."

Bersambung.

Double F (END) New VersionDonde viven las historias. Descúbrelo ahora