35. Sepotong Kenangan

1.2K 74 1
                                    

Bab 35. Sepotong Kenangan

Untuk ukuran seseorang yang disebut takut rasanya sungguh ironi. Freya merapatkan diri dengan tangan dan sebelah kaki melingkari tubuh Fatih. Memperlakukan sang suami layaknya guling yang dipeluk posesif sedang dirinya tenggelam dalam lelap. 

Mengetahui Freya dilanda stres sebab takut menjalankan ritual malam pertama membuat Fatih terkekeh geli. Ternyata rasa takut si tomboy terletak pada hal berbeda. Gadisnya adalah sosok pemberani bahkan di arena balapan sekalipun, tak menyangka justru nyalinya menciut kala hendak bergulat di atas ranjang. 

Fatih menjauhkan tubuhnya sedikit supaya bisa melihat jelas paras istri tomboinya yang merapat di dadanya. Freya terlelap begitu damai, matanya memejam rapat dengan senyuman terukir di wajahnya. Fatih tertawa kecil, kemudian kembali memeluk dan mengecup puncak kepala Freya. 

"Kuharap, kamu jangan terlalu lama menyiksaku, dia sudah meronta tak sabar ingin bertemu sarangnya," gumamnya serak juga berat. 

Selagi menunggu kantuk datang sembari berusaha meredam percikan hasrat yang terpancing akibat pergesekan akibat gerakan Freya yang semakin merapat memeluknya, ingatan Fatih menerawang, kembali pada kenangan beberapa tahun silam ketika mereka pertama kali berjumpa. 

Sore kala itu, Fatih baru menempuh setengah jarak perjalanan pulang ke rumah kontrakannya. Mendadak saja ban belakang mobilnya kempes entah kenapa. Fatih menepikan kendaraannya dan segera turun memeriksa. 

Fatih mengedarkan pandangan ke sekitar, tetapi tidak terlihat bengkel maupun semacamnya yang bisa membantu permasalahan yang sedang dialaminya. Mau tak mau Fatih menyingsingkan lengan kemejanya, mengambil dongkrak, seperangkat kunci ban juga ban serep dari bagasi. 

Sebelumnya, Fatih belum pernah mengganti ban mobilnya sendiri satu kali pun, hanya beberapa kali mengamati orang bengkel melakukannya. Padahal, Juragan Wisesa sengaja menyimpan dongkrak serta bermacam-macam kunci montir lengkap di bagasi mobil agar Fatih setidaknya bisa mengganti bannya sendiri dalam situasi darurat. 

Fatih sudah berulang kali mencoba dan dibuat kesulitan. Ternyata mengganti ban tidak semudah kelihatannya, bersungut-sungut lantasl menendang-nendang kesal ban kempes tersebut. 

"Kenapa susah banget. Argh!" keluhnya frustasi sambil mengacak rambutnya. Mencampakkan kunci ban, dia mengempaskan bokong di trotoar seraya mengusap wajahnya kasar. 

Daripada tak kunjung selesai sedangkan hari mulai beranjak senja. Fatih merogoh ponsel di sakunya, memutuskan untuk memanggil orang dari bengkel langganannya saja daripada membuang energi percuma. 

Namun, suara berisik motor trail yang berhenti tepat di dekatnya mengalihkan fokusnya. Fatih terpana, baru kali ini ia melihat seorang gadis mengendarai motor trail besar dengan piawai, gadis itu turun dari motornya kemudian menghampiri dengan gaya penuh percaya diri. 

"Mobilnya kenapa Bang?" tanya si gadis tersebut yang tak lain adalah Freya. 

"Oh, ini ... ini ban belakangnya kempes," sahut Fatih yang segera bangkit dari duduknya di pinggir trotoar. 

"Coba kulihat," ujarnya, Freya memeriksa teliti ban yang kempes tersebut dengan serius. "Ini peralatan mengganti ban semuanya sudah lengkap, kenapa nggak cepat diganti, Bang?" tunjuk Freya ke arah dongkrak juga kunci ban yang tergeletak di aspal. 

"Begini … saya belum pernah mengganti ban sebelumnya, tadi sudah dicoba dan ternyata tidak semudah kelihatannya," jelasnya canggung juga malu sambil mengusap-usap tengkuk dan menggaruk ujung hidungnya tak gatal. 

"Perlu bantuan? Aku bisa menggantinya sekarang, cuma butuh beberapa menit saja," tawar Freya. 

"Serius? Kamu ban?" Fatih tercengang, merasa tidak percaya. 

Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now