50. Praduga

788 46 2
                                    

Bab 50. Praduga

Empat jam berlalu akhirnya beberapa dokter yang menangani Freya keluar dari ruang operasi. Fatih langsung berdiri dari duduknya. Menyerbu pintu dengan degupan jantung tak beraturan. Saat pintu itu terbuka terdapat dua kemungkinan yang akan disampaikan dokter. Antara berita baik atau buruk.

"Dok, bagaimana istriku sekarang?" Fatih membuang basa basi. Bertanya pada si dokter senior.

"Bersyukurlah. Operasi berjalan lancar dan istrimu berhasil melewatinya walaupun kondisinya sempat drop di ujung tanduk."

Dokter tersebut menyatakan bahwa operasi darurat berjalan sukses, meski di tengah-tengah sempat terjadi kendala serius dengan menurunnya kondisi tubuh Freya, beruntung reaksi tersebut hanya berlangsung sementara.

"Syukurlah," desah Fatih sedikit lega. Bahunya yang tegang merosot luruh sering napas panjang yang berembus. Menangkup wajahnya sendiri sembari menderaikan syukur dari lisan.

"Istrimu sangat tangguh. Respons tubuhnya menunjukkan keinginan kuat untuk bertahan padahal luka yang diderita cukup berat. Kita bicara lagi nanti, banyak hal lain yang ingin kusampaikan terkait kondisi istrimu."

"Kondisi Freya? Memangnya ada hal lain apa terkait kondisi istriku?" Fatih dibuat penasaran. Keterkejutannya belumlah usai, tetapi si dokter senior malah menyampaikan kalimat ambigu.

"Bukan apa-apa. Kondisi lainnya tidak ada kaitannya dengan kecelakaan. Jadi kita bahas saja nanti. Sekarang lebih baik fokus pada pemulihan Freya. Saat ini kita memang bisa bernapas lega. Tapi ingat untuk tetap waspada, karena kondisi kritis pasca operasi yang sewaktu-waktu bisa terjadi masih belum terlewati sepenuhnya."

Si dokter senior berpesan sembari menepuk-nepuk pundak Fatih, kembali masuk ke ruang bedah setelah menyampaikan berita yang dinanti keluarga pasien.

Freya sudah dipindahkan ke ruang ICU, masih dalam masa pemantauan dan belum boleh dijenguk sehingga Fatih hanya bisa melihat dari luar melalui kaca tembus pandang.

"Sayang, kamu pasti kesakitan kan? Maafkan suamimu ini yang nggak becus jagain kamu," lirih Fatih yang berusaha untuk tetap tegar.

Menatap penuh rindu, Fatih menarik dan membuang napas teratur yang sejak tadi lajunya seolah terhalang batu besar setelah melihat jantung hatinya dalam kondisi memprihatinkan di dalam sana. Dia mengajukan permohonan setengah memaksa agar diizikan menemami Freya di ruang intensif dengan alasan agar bisa ikut mengontrol serta membantu jika terjadi kondisi darurat.

"Selain suaminya, aku juga seorang dokter. Tolonglah pengertiannya, aku ingin berada di samping istriku sekarang."

Dokter yang bertanggung jawab akhirnya memberi pengecualian setelah Fatih memohon tak kenal menyerah, memperbolehkan Fatih masuk ke ruang ICU dengan syarat harus memperhatikan kebersihan dan menerapkan protokol ketat. Fatih diharuskan membersihkan diri terlebih dahulu. Sebelum masuk semuanya harus dipastikan steril supaya tidak mengganggu pemulihan pasien. Mengingat kondisi pasien sedang rentan juga lemah.

Fatih membasuh tubuhnya cepat. Mengganti jas juga kemejanya yang ternoda darah dengan kemeja lainnya yang disimpannya di loker rumah sakit. Tak membuang waktu gegas masuk ke ruang ICU dengan tak lupa melapisi diri menggunakan pakaian khusus penjenguk pasien ruang intensif itu.

Berbagai macam peralatan medis menempel di sekujur tubuh Freya. Selang dan kabel tersambung ke raga istrinya itu. Perban bertebaran, ditambah lebam yang mulai membiru di mana-mana, bahkan bagian leher Freya dipasang gips penyangga.

"Frey, ini aku Sayang. Aku bakal nemenin kamu di sini, enggak akan kubiarkan kamu sendirian," ucap Fatih penuh sayang dengan tenggorokan tercekat.

Freya masih memejamkan mata erat ditemani irama berdendang lara dari alat pengukur denyut jantung. Memenuhi kesunyian dan senyapnya ruang ICU.

Double F (END) New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang