46. Salah Paham

2.5K 134 9
                                    

Bab 47. Salah Paham

Hari ini Fahri pulang mengajar lebih awal. Para murid sedang dalam masa ujian tengah semester, sehingga jam mengajar lebih pendek dari biasanya. Mobil silvernya berhenti di halaman. ART membukakan gerbang dengan Rio yang baru terbangun dalam gendongan. 

“Mana Bundanya Rio?” tanya Fahri pada ART setelah menaruh tas berisi laptopnya di kursi tamu. 

“Bu Nisa lagi tidur siang, Pak. Katanya tadi pusing." 

Fahri menuju kamar utama. Benar saja Nisa tertidur dengan minyak angin di tangan. Sepertinya Nisa memang pusing. Semula Fahri hendak membangunkan istrinya itu, tetapi kemudian dia menyeringai ketika teringat nanti malam dia berencana praktek bermain ranjang gaya baru yang terbilang ekstrem dengan Nisa.

Fahri keluar dari kamar. Duduk di sofa ruang tengah dan meneguk air minum yang disajikan ART. 

“Terus di mana ibu?” Fahri celingukan saat tak mendapati Sarah di rumahnya sejak tadi. 

“Nyonya besar lagi ke rumah Den Fatih sama Mang Nanang, Pak,” jawab si mbok yang tidak tahu menahu urusan intern majikannya. Menjawab jujur saja. 

“Apa!" seru Fahri membeliak. "Dari jam berapa ibu ke rumah Fatih?” Fahri refleks membentak membuat si mbok berjengit kaget. 

“I-itu. Su-dah dari sa-satu jam yang lalu,” sahut si mbok tergeragap ketakutan. Memeluk Rio yang masih dalam gendongannya. Bocah itu juga tampak ikut terkejut saat ayahnya meninggikan nada bicara. 

“Sial! Ini pasti gara-gara Nisa yang malah tidur siang!" kesalnya marah. Nyaris melempar gelas yang sedang dipegangnya. 

Fahri menyugar rambutnya kasar dengan emosi meluap-luap lantas menuju kamar. Mau apa lagi kalau bukan hendak memarahi Nisa. 

Namun, kakinya berbelok dan berderap menyambar kunci mobil yang baru saja diletakkannya di bufet ruang tamu. Membanting pintu mobilnya kencang sehingga menimbulkan bunyi mengagetkan, mengundang jantung tersentak cepat juga telinga menjerit sakit. Memundurkan mobil seperti orang gila dan tancap gas meninggalkan rumah menyisakan si mbok yang kebingungan. 

Freya menuruni tangga tergesa, kembali ke area dapur bersih yang menyatu dengan dengan ruang makan. Langkahnya begitu ringan dengan senyum yang tak henti tersungging. Bisa berbincang banyak hal dengan Sarah dan hendak memasak bersama membuatnya bahagia tak terkira. Ruang kosong di dadanya yang merindu akan sosok seorang ibu yang telah lama tiada dari sisinya, kini terisi kembali dengan hadirnya Sarah dalam kehidupannya. 

“Maaf lama, Bu. tadi Fatih minta dokumennya difoto. Aku lanjut seduh teh dulu.” Freya mengambil cangkir, hendak menyeduh teh hijau yang tadi tertunda. 

“Tidak perlu!” jawab Sarah datar dan dingin, membuat gerakan tangan Freya terhenti. Si tomboy memutar tubuh dan merasa keheranan akan nada bicara mertuanya.

“Kenapa, Bu? Atau mau ganti minum yang lain? Teh rosela mungkin?” tawar Freya sopan. 

“Enggak perlu buatkan minuman apapun!” 

Sarah bangkit cepat dari duduknya, menyentak kursi menyebabkan bunyi derit nyaring mengagetkan jantung, berasal dari kaki kursi yang beradu sengit dengan lantai. 

Freya mengerjap tak paham. Dibuat terkejut dengan reaksi Sarah yang mendadak berubah drastis. Dari manis menjadi sinis dalam sekejap. 

"Aku kelamaan ya, Bu?" tanya Freya cemas, menelan ludah membasahi kerongkongan yang tiba-tiba kerontang. "Maaf banget, Bu. Aku enggak bermaksud mengabaikan Ibu."

Double F (END) New VersionWhere stories live. Discover now