Dua Puluh Lima

17.5K 1.2K 404
                                    

Dear, Gavinio Mahardika.

Saya tahu ragamu lelah, tapi berjuanglah.
Saya tahu jiwamu ikut lelah, bersama dengan serangkaian air mata yang telah kau keluarkan.

Maafkan saya yang telah membuatmu seperti ini, akan tetapi.. Ayo berjuang bersama lagi.

--from,Author

Gavin membuka gerbang rumahnya secara perlahan karena ini sudah larut malam. Pagi tadi dokter telah mengizinkan Gavin pulang kerumah, namun serangkaian prosedur rumah sakit yang panjang membuat Gavin harus pulang sewaktu malam ditemani Aldo, ayah Andre.

Gavin meringis, jahitan operasi diperut sebelah kirinya belum kering, namun Gavin juga tak bisa berlama lama dirumah sakit karena dia masih mempunyai keluarga yang menunggunya pulang. Tapi..entahlah.

Tangannya memegang engsel pintu lalu perlahan membukanya. Suara decitan khas pintu menyadarkan dua orang yang sedang bercengkrama dan bercada diruang tamu. Yap.. Mereka adalah Mahardika dan juga Kavin, saudaranya.

Mahardika perlahan melangkahkan kakinya menuju kearah Gavin. Gavin menatap Mahardika lalu tersenyum, ia pikir, akan mendapatkan sebuah pelukan hangat dari Mahardika, Namun..

Bughh

"Papahhh!!!"seru Kavin.

Gavin terkejut, kepalanya tertoleh kekanan akibat tinjuan dari sosok yang beberapa hari terakhir ini Gavin rindukan.

"Ini balasan untuk kamu karena kamu tidak pulang selama beberapa hari Gavin!!!"ujar Mahardika tajam.

Gavin membelalakan matanya, ia pikir Kavin memberitahukan kondisi yang sebenarnya kepada Mahardika.

"cihh, kamu pikir kamu siapa beraninya keluar masuk rumah ini tanpa ijin Gavin!!!"

"t-tapi, Kavin suda kasih tau papah kalau Gavin ada dirumah sakit pah, Gavin sakit"sahut Kavin cepat.

"kamh pikir dengan kamu membela saudara kembarmu ini bikin papa ga marah sama Gavin, Kavinio?!!"seru Mahardika.

"p-pah, maaf"lirih Gavin.

Mahardika menatap tubuh Gavin dengan pandangan tajam. Ia lalu menarik kasar tangan Gavin menuju kamar Gavin. Kavin yang melihat itu berupaya menghentikan aksi gila papahnya namun Mahardika mendorong kuat tubuh Kavin sehingga kepalanya membentur sisi meja dan mengeluarkan darah walaupun sedikit.

"jangan sentuh papah Kavin, papah ga akan segan segan melukai kamu kalau kamu mencampuri urusan papa dengan anak pembawa sial ini"tajam Mahardika sembari menarik tubuh ringkih Gavin.

*****

Brughhh

"arghhh"rintih Gavin saat punggungnya membentur lantai kamarnya.

"Sampai kapan kamu menjadi pembawa sial dikeluarga ini Gavin?!!!"seru Mahardika.

"G-gavin minta maaf pah"

Bughhh

Bughhh

Bughh

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang