Ketujuh

7.4K 584 15
                                    

"Lo gausah ngomong macem macem kaya gitu vin, itu takdir. Percuma vin, emang kalo lo nyerahin nyawa lo, bunda sama kakak lo bisa hidup lagi Vin? Engga kan?? Jadi tolong..jangan mikir yang macem macem"Gertak Andre.

"gue... Cuma ngerasa bersalah sama mereka ndre"lirih Gavin.

Tanpa menunggu lama, Andre segera menarik bahu Gavin lalu memeluknya. Beruntung hanya mereka berdua yang ada didalan UKS. Namun, tanpa sepengetahuan mereka, seseorang mendenger pembicaraan Andre dan Gavin dari luar.

****

Kavin melangkahkan kakinya pelan, pikirannya melayang ketika tak sengaja ia mendengar percakapan antara Gavin dan juga Andre. Ada rasa sakit ketika Gavin bilang rela menukarkan nyawanya agar ia dan papahnya bahagia. Namun, dengan segera Kavin mengenyahkan pikiran aneh itu.

"ish.. Kenapa gue mikirin anak itu lagi"gerutu Kavin.

Kavin mengacak rambutnya frustrasi, ia berfikir akan membolos pelajaran satu jam kedepan untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalang kabut itu. Dan sekarang, tujuannya adalah rooftof sekolah. Tempat paling cocok untuk membolos sekaligus menenangkan pikiran.

Setelah sampai di roftof, kavin mendudukan dirinya ke bangku yang tersedia disana, tidak banyak. Hanya beberapa namun berjejer. Kavin bisa memanfaatkannya untuk membaringkan diri.

Kavin menghela nafas pelan, pikirannya menuju ke percakapan Andre dan Gavin yang tak sengaja dia dengar. Perkataan Gavin membuatnya takut, takut kehilangan keluarganya lagi. Jujur, Kavin teramat menyayangi Gavin, namun rasa sayang itu tertutupi oleh keegoisan dan dendamnya kepada Gavin.

Kavin menutup matanya, bayangan masa lalu itupun muncul lagi, kala ia dan seluruh anggota keluarganya berkumpul, bermain, bercanda, dan bahagia bersama. Bukan seperti sekarang, hanya ada kekosongan, kepedihan, kesedihan, dan hampa yang mengisi hati dan juga harinya setelah kejadian itu.

'Kavin harus jadi kakak yang baik buat Gavin ya,, Kavin harus sehat. Soalnya kalo Kavin sakit, Gavin juga ikut sakit. Ikatan saudara kembar itu sangat erat Kavin'

'Nanti kalo bunda udah ga ada, Kavin harus janji bakal jaga Kakak, Ayah, sama Gavin ya'

'Kavin harus selalu sayang sama Gavin apapun keadaannya'

'Jaga Gavin untuk bunda Kavin'

'Sayangi Gavin'

'Lindungi Gavin'

'Dia itu rapuh Kavin'

'Gavin tak sekuat yang kamu kira'

'Jaga Gavin buat bunda ya'

'Bunda sayang sama Kavin'

Bagaikan deja vu, suara sang bunda bagaikan kaset rusak yang terus berdengung ditelinga Kavin. Kavin spontan membuka mata lalu terduduk sambil memegang kepalanya yang sedikit pusing akibat tidur sekilasnya tadi.


Plukk

"lo ngapain disini Kav?", Tanya seseorang. Sembari menepuk bahu kavin.

Kavin terlonjak kaget ia lalu menoleh ke sumber suara, ternyata seseorang Gavin yang mengagetkannya tadi.

"Bukan urusan lo"ketus Kavin. Lalu membuang muka ke arah lain.

Gavin tersenyum miris, jujur.. Dalam hatinya ia sakit melihat respon Kavin yang seakan sangat membencinya itu.

"Soal.. Tugas itu.. Gue minta maaf ya"Lanjut Gavin.

Kavin menaikan alisnya bingung, harusnya dia yang minta maaf, bukan Gavin. Namun, ego Kavin amatlah besar dan dendamnya amatlah dalam, sehingga menutup rasa sayang dan simpati untuk seorang Gavin.

"Ga peduli"

"maaf, gue jadi sok pahlawan buat lo"kata Gavin lirih.

"gue.. Cuma mau deket sama lo kaya dulu lagi kav" lanjut Gavin.

"semuanya udh ga sama, semuanya berubah gara gara lo Gavin" ucap Kavin.

"Maaf"

"Apa kata maaf lo bisa ngembaliin bunda sama kakak?!! Apa penyesalan lo bisa bikin mereka hidup lagi hah?!!"Sentak Kavin.

Gavin menunduk lalu tersenyum miris, ia menyesali kejadian waktu itu. Sungguh amat menyesal.

"Andai bunda sama kakak dengerin kata ayah, supaya ga ke tempat perlombaan lo. Pasti mereka ada disini sama gue sama ayah?!!" teriak Kavin lagi.

"Gue... Minta maaf"

"Bulshitt anjir?!!!"

"Gue bener bener minta maaf Kav"lirih Gavin.

"Cihh.. Bahkan lo udh bikin ayah gue sakit, lo udh bikin ayah menderita"ucap Kavin

"Maksudnya?"

"Cihh.. Anak macam apa lo yang gatau bokapnya lagi sakit?!" kata Kavin.

"Oh.. Iya lupa, kembaran gue si Gavin kan emang udh ga dianggap di keluarga Mahardika" lanjutnya.

"Maksudnya.. Lo sama papah udah anggep gue mati?" tanya Gavin takut.

"Iya, Gue sama ayah udah anggep seorang Gavinio Mahardika mati setelah bunda sama kakak mati" ucap Kavin enteng.

Gavin terdiam, ternyata kehadirannya selama ini tak ada artinya dimata ayah serta saudara kembarnya. Pasokan oksigen dirasa Gavin menipis, ia menatap ke segala penjuru arah guna menghalau air matanya yang siap menetes. Gavin tidak boleh lemah dimata Kavin.

Gavin lalu tersenyum, ia lalu membalikan badan Kavin agar menatapnya.

"tenang Kav, sebentar lagi.. Gue bakalan pergi beneran kok dari kehidupan lo sama papah"

"Dan gue gabakal nyusahin kalian berdua lagi" lirih Gavin. Kavin hanya yang mendengar itu hanya diam menatung, dan mencerna baik baik maksud arah pembicaraan Gavin.

Kavin tersenyum remeh, ia lalu beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Gavin yang sedang terdiam disana tanpa meninggalkan satu patah kata apapun.

Tbc..

Jangan lupa folllw my IG : @_agstnmda

Vote and Komen yaa.

See youuu

GAVINWhere stories live. Discover now