Keempat

8.5K 601 17
                                    

Dua hari berlalu sejak Gavin memeriksakan dirinya ke dokter. Hari ini ia berniat mengambil hasil tes kesehatannya agar dia mengetahui kondisi tubuh miliknya.

Gavin sudah bersiap dengan memakai hoodie putih, celana jeans hitam dan sepatu hitam bercampur putih miliknya. Jujur hari ini Gavin sangat lemas. Tapi dia harus segera mengambil hasil tes tersebut yang telah membuatnya uring uringan dua hari belakangan ini.

Gavin menaiki sepeda gunung miliknya, hari masih pagi. Hitung hitung olahraga kalau kata Gavin.

Gavin mengayunkan sepedanya pelan, telinganya terpasang earhphone yanh memutarkan lagu kesukaannya, sesekali ikut bersenandung pada bagian reff lagu tersebut.

Gavin memakirkan sepedanya pada parkiran rumah sakit tersebut, melewati lorong lorong panjang hingga sampailah pada ruangan dokter Zeus. Gavin berhenti sejenak, lalu berdoa supaya hasilnya tidak mengecewakan, menarik nafas dalam lalu dengan mantap membuka pintu ruangan dokter muda tersebut.

Zeus yang sedang memeriksa laporan pemeriksaan seseorang juga terlonjak kaget, kala Gavin membuka pintu ruangannya secara tiba-tiba. Dokter mida itu lantas menghela nafas lalu mempersilahkan Gavin duduk di kursi yang terletak di depannya.

"Oh Gavin, sudah datang, silahkan duduk Gavin"ujarnya ramah.

Gavin hanya berdehem lalu duduk dengan sopan. Gavin mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, terdapat berbagai macam alat kesehatan yang membuatnya meringis. Juga terdapat beberapa rak yang di dominasi oleh warna map yang berbeda beda.

"Ehh dok, hasil pemeriksaan saya"ucap Gavin.

"oh iya sebentar ya, saya cari dulu"

"hm"

Setelah beberapa saat dokter Zeus mencari map yang diinginkan, dia segera membacanya lalu menyerahkan map itu kepada Gavin.

"saya harap, apapun yang terjadi tetap semangat ya"ujar Zeus

Gavin yang belum mengerti lantas membuka map tersebut dengan hati hati lalu membacanya dengan teliti. Hatinya hancur berkeping keping, netranya yang tadi memancarkan binar penuh harap sekarang berubah menjadi kekecewaan, tatapannya kosong, tangannya gemetar, giginya gemletik membaca kata tiap kata dalan map tersebut, dan sampailah pada kata dimana tujuan hidupnya hancur berkeping keping.

"ngga mungkin dok, dokter pasti salah, coba dokter periksa ulang dok, ga mungkin"ucap Gavin lirih.

"saya juga tidak menyangka Gavin, tapi sudah saya coba memeriksa ulang sample darah kamu, namun hasilnya tetap sama, saya harap kamu menerimanya dengan ikhlas dan lapang dada"ujar dokter zeus yang diakhiri senyuman tulusnya.

Gavin memegang kertas hasil pemeriksaannya dengan gemetar, ia sendiri bingung apa yang harus dia lakukan saat ini. Apakah memberi tahu ayahnya atau tidak.

"dan saya harap kamu cepat cepat memberikan kabar ini kepada keluarga mu Gavin"sambung dokter zeus.

Gavin mengalihkan tatapannya menuju manik biru milik dokter zeus, keresahannya bertambah sekarang. Bagaimana dia akan memberitahukan hal ini kepada keluarga yang bahkan tidak pernah menganggap keberadaannya itu.

"s... Saya bingung dok"ucap Gavin lirih.

Dokter zeus menyatukan alisnya bingung. Seharusnya yang bingung disini adalah dia, bukan Gavin. Tohh ia bingung karena anak seusia Gavin pergi ke rumah sakit tanpa ditemani oleh walinya ataupun keluarganya. Sangat aneh bukan?.

"keluarga saya tidak ada yang peduli dengan saya dok, bahkan.. Mereka menanti kematian saya"lanjut Gavin. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata.

Dokter zeus menatap sendu anak didepannya ini. Dalam hati ia menyumpah serapahi keluarga Gavin. Karena tidak memperdulikan kondisi salah satu anggota keluarganya.

"Kamu bisa memanggil saya om, dan anggap saya seperti keluarga mu. Om siap jadi sandaranmu vin. Om mengerti posisi mu sekarang ini"kata dokter zeus lalu merengkuh tubuh kjrus Gavin. Dokter zeus pun merasakan bahwa Gavin menganggukan kepalanya walau lirih.

"Terimakasih dok-.. Ehm om maksudnya"ucap Gavin

"Sepertinya kau harus belajar dengan sebutan barumu untuk om, Gavin hehe"ujar Dokter zeus yang diakhiri kekehannya.

"maaf"

"tak perlu meminta maaf, Gavin. Om tau kamu belum terbiasa dengan panggilan itu, jadi om harap kamu bisa belajar dengan panggilan om untuk dokter mengerti"Dokter zeus melepaskan rengkuhannya lalu menangkup wajah sendu Gavin yang menurutnya sangat kurus.

"inget pesan dokter, jaga kesehatan kamu Gavin, makan yang teratur, jangan lupa minum obat yang nanti dokter berikan. Dan dua minggu sekali kau harus memeriksakan keadaan tubuhmu ini Gavinio"kata dokter zeus.

"ehmm baiklah"

Dokter zeus lantas menuju ke tempat dududknya, ia kemudian menuliskan beberapa huruf pada kertas resep yang akan diberikan kepada Gavin.

"ini, silahkan kamu tebus obat kamu di apotek Gavin"kata dokter Zeus seraya memberikan kertas tersebut ke Gavin.

"Baiklah om, terimakasih sebelumnya, saya pamit pulang dulu om, Assalamualaikum"Gavin lantas beranjak dari duduknya, tak lupa pula ia menyalami tangan dokter zeus yang menawarkan diri menjadi om nya tersebut.

"Waalaikunsalam"

****

Gavin menyusuri trotoar malam ini dengan pandangan kosong, tangannya memegang map hasil tes kesehatannya yang sangat mengejutkan. Gavin sekuat tenaga menahan laju air mata yang menggenang dimatanya.

Netranya menerawang ke atas, memandangi langit yang telah berganti malam dengan taburan bintang diatas sana. Kakinya melangkah namun tak tau tujuan. Hingga Gavin mendudukan diri di sebuah halte yang bersebrangan langsung dengan sebuah taman.

Sekali lagi, Gavin membuka map itu lalu membaca kata demi kata yang tertera atas kertas. Berharap ia salah membaca ataupun dokter salah mendiagnosanya. Harapannya pupus sudah, entah beribu kali pun Gavin membaca kertas itu. Tulisannya akan sama, hasilnya akan sama, tidak ada yang berubah.

Air mata yang sedari tadi Gavin tahan pun akhirnya menganak sungai di pipinya. Disertai isakan kecil dari bibir Gavin. Ia lalu mengusap wajahnya kasar, mengacak rambutnya, Gavin sangat kacau saat ini.

"Bun.. Kak... Hasilnya, Gavin ga nyangka". Ucap Gavin seraya menatap langit malam.

"Gavin ga tau harus ngapain bun, Gavin takut, Gavin pengin peluk bunda". Monolog Gavin lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Gavin menangis malam ini. Menangisi takdir yang begitu kejam terhadapnya. Sengaja pula tidak mengaktifkan handphone ataupun data seluler. Gavin ingin tenang saat ini, bukan hanya tentang ketenangan lingkungannya. Gavin ingin memenangkan pikirannya, ia takut jika ia kembali ke rumah dengan pikiran kacau. Itu sama saja ia akan membunuh dirinya sendiri. Jangan lupa Gavin seorang anak yang juga memiliki penyakit lain. 'Self injury'




Tbc



Salam author.
Terimakasih telah membaca.
Jangan lupa Vote.
Love you.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang