Kelima

8.3K 618 22
                                    

Gavin melangkah pelan, was was akan keadaan sekitar. Huh.. Dalam hati Gavin terkekeh sendiri, ia berjalan mengendap ngendap dirumahnya persis seperti maling saja, pikirnya.

Setelah tadi merenung cukup lama ditaman, Gavin memberanikan diri untuk pulang kerumah, toh.. Memang itu rumahnya kan?

Gavin menghembuskan nafas leganya saat ia membuka pintu tanpa menimbulkan suara decitan khas yang akan membangunkan semua orang rumah. Netranya menatap sekeliling, rupanya.. Ayah dan kakaknya sudah tidur. Sekali lagi Gavin bersyukur malam ini.

Gavin dengan hati-hati menuju tangga untuk menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Setelah sampai didepan pintu kamarnya, dengan rasa penasaran yang tinggi. Gavin memberanikan diri melihat kamar saudara kembar sekaligus kakaknya itu yang berada tepat di sebelahnya.

Gavin menyipit kala pintu kamar Kavin masih terbuka separuh, padahal jelas jelas Gavin tau jika Kavin tidur, Kavin akan menutup rapat pintu kamarnya.

"Tumben pintu kamar kakak kebuka"monolog Gavin.

Gavin lalu mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar milik Kavin. Matanya menajam kala melihat Kavin tidur dimeja belajarnya, lengkap dengan ceceran kertas yang Gavin yakini adalah tugas sekolah Kavin.

Gavin menggelengkan kepalanya lalu tersenyum, kembarannya ini memang selalu memaksakan diri untuk mengerjakan sesuatu. Tak peduli jika badannya memerlukan istirahat. Gavin menatap lembaran lembaran kertas milik Kavin lalu membacanya. Setelah itu Gavin kembali ke kamarnya untuk mengambil sesuatu lalu kembali lagi kekamar Kavin dan meletakan sesuatu itu di meja belajar Kavin. Gavin lalu membereskan meja belajar itu dan pergi menuju kamarnya dengan senyuman yang masih terpatri diwajahnya.

"Gue cuma mau kehadiran gue berharga buat lo Kav, gue sayang sama lo"batin Gavin.

Gavin merebahkan dirinya dikasur miliknya, menatap langit langit kamarnya dengan pandangan menerawang, Gavin benci akhir akhir ini Tuhan seakan mempermainkannya.

Karena terlalu lelah akhirnya Gavin tertidur dengan pakaian yang bahkan belum ia ganti.

****

Gavin menggeliat dalam tidurnya kala cahaya matahari menembus jendela dan juga menyinari matanya. Gavin yang mengerti bahwa hari sudah pagi segera bangun lalu bersiap siap untuk berangkat ke sekolah.

"Hoammmm, udah pagi ternyata"ucap Gavin lalu menuju ke kamar mandi.

"Lama lama, gue makin kaya monster ya, udah punya kulit putih, pucat, kurus kering kaya lidi, miris"gumam Gavin sembari bercermin didalam kamar mandinya.

"Dahlah daripada gue sad mulu, mending gue pergi ke sekolah ketemu andre, mayan, beban hidup gue berkurang karena dia haha"monolog Gavin.

*****

Gavin menuruni satu persatu anak tangga. Namun, langkahnya terhenti kala mendengar canda gurau dari arah meja makan.

Gavin tertohok, sakit hati. Luka yang belum mengering kini menganga lebar menyisakan Gavin dengan segala keterpurukannya.

Gavin menundukan kepala, mengepalkan tangannya yg berada di samping badannya, lalu bergegas pergi, sebelum ayah dan saudara kembarnya terusik atas kehadiran Gavin.

Gavin menatap nanar pintu gerbang rumahnya, dulu ia sangat ingin diantarkan kesekolah dengan mobil yang disupiri ayahnya juga dengan saudara kembarnya.

Gavin masih ingat saat itu, saat terakhir ia melihat tatapan teduh dan kasih sayang ayahnya untuk Gavin. Namun, sekarang..
Bolehkah Gavin berharap?

Gavin menyusuri trotoar jalan dengan mulut yang menyumpah serapahi dirinya kemarin malam. Sepedanya tertinggal di parkiran rumah sakit, dan dengan bodohnya Gavin tidak menyadarinya.

"Sial, sepeda gue. Ketinggalan di rumah sakit, kali ini gue harus hambur hamburin uang buat naik angkot"gerutu Gavin di sepanjang jalan.

*****

Gavin melangkahkan kakinya ke bangunan tinggi tempatnya menuntut ilmu. Gavin bersyukur dalam hati bahwa dia tidak terlambat. Apalagi, jam pertama kelasnya adalah Bahasa Indonesia dengan guru yang dikenal sebagai guru paling galak di sekolah.

Gavin melangkahkan kakinya dikelas, gavin mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Matanya menatap seseorang yang tengah tertidur di bangku paling pojok yang berada di belakang dengan menghadap jendela.

Gavin tau siapa orang itu, dia Andre. Gavin terkekeh pelan, dari kecil kebiasaan Andre adalah berangkat awal sendiri namun setelah sampai dia akan tertidur sampai bel pelajaran pertama dimulai.

Gavin melangkahkan kakinya menuju bangku tersebut lalu menepuk pundak Andre pelan. Andre yang menerima tepukan itu langsung terkejut dan menatap nyalang pelakunya.

"Ups,, sorry Ndre, gue ga bermaksud---"

"Bacot, gue mau tidur, gausah ganggu gue"potong Andre.

Gavin tertegun sebentar, dari kecil Andre tidak pernah berkata kasar kepada dirinya semarah apapun andre terhadap Gavin.

"Ooh.. Sorry ndre"ucap Gavin yang dibalas dengan deheman Andre.

Bel pelajaran pertama dimulai. Gavin menyiapkan semua kelengkapan belajarnya di bangku, begitupun dengan Andre. Gavin tersenyum kecut, Andre mengacuhkannya dan itu membuat Gavin sesak.

"Kumpulkan tugas kemarin sekarang?!!"Intruksi guru bahasa indonesia tersebut.

Gavin gelagapan sendiri, bagaimana dengannya? Dia bahkan menyerakhkan tugas bahasa indonesianya kepada Kavin dengan cuma-cuma. Gavin duduk dengan gusar di tempatnya. Terlebih lagi Andre sepertinya tidak peduli dengannya, itu dibuktikan kalau Andre telah mengumpulkan tugasnya.

"YANG TIDAK MENGUMPULKAN TUGAS SEGERA KELUAR DARI KELAS DAN LARI KELILING LAPANGAN UTAMA SEBANYAK 10 KALI.. CEPAT?!!"Bentak guru bahasa indonesia tersebut.

Gavin menghela nafas pelan, ia lalu berdiri dan keluar kelas. Tak peduli tatapan teman-temannya yang menatapnya heran. Mereka tau Gavin adalah anak yang rajin, jadi.. Mana mungkin dia akan lupa mengerjakan tugasnya itu?.

Gavin melanjutkan langkahnya, ternyata niat baiknya berujung buruk pada dirinya sendiri. Namun, Gavin tersenyum. Setidaknya kembarannya itu tak mendapat hukuman dari guru karena belum menyelesaikan tugasnya.

Disisi lain dari kelas yang berada di lantai dua, Kavin menatap keluar  lewat jendela kelasnya, beruntung Kavin memilih bangku dekat jendela agar dia tidak bosan dengan beberapa pelajaran yang tidak disukainya. Untuk cuci mata kalau kata Kavin.

Kavin lalu terpaku pada pemandangan yang mengarah pada lapangan utama dimana ada seseorang yang sedang berlali mengelilingi lapangan yang terbilang cukup luas itu. Kavin menyadari sosok itu adalah kembarannya. Kavin tersenyum sinis, ia lalu mengambil kertas di laci mejanya lalu membacanya. Itu adalah tugas Gavin, Kavin merobek tugas itu lalu melemparkannya keluar jendela secara diam-diam, dan Boom tepat mengenai kepala Gavin.

Kavin tersenyum sinis, rencananya tadi malam berhasil dan Kavin mengakui kehebatannya dalam menjebak saudara kembarnya itu.

Tbc

GAVINWhere stories live. Discover now