Dua Luluh Enam

5.8K 292 55
                                    

Andi berjalan menyusuri koridor kantor polisi dengan cepat, wajahnya kaku dan terkesan sedang menyembunyikan rasa amarah yang besar. Bagaimana tidak, dengan kekuatan dan otak licik dari Mahardika, the eshtray bisa dengan mudahnya dijebloskan ke penjara atas dugaan pencemaran nama baik. Ahh Mahardika itu memang bajingan.

“Om, kalian andi bebaskan, tapi kalo om-om tinggal disini, bakal bahaya, jadi Andi putusin kalian bakal pindah ke Australia bareng keluarga kalian. Urusan tempat tinggal dan pekerjaan, Andi udah siapin semua, sekali-lagi.. Maafin Andi ya om, gabisa bantu apa-apa”tutur Andi.

“gapapa, kami ngerti. Kami harap, kamu bisa jaga Gavin ya, kamu yang bisa kami andalkan setelah Zeus buat jaga Gavin dan Kavin”jawab Doni mewakili teman-temannya yang dibalas dengan anggukan dan senyuman tulus Andi.

Tua bangka sialan memang Mahardika, dia tidak mengijinkan siapapun membantu Gavin. Segal acara dan akal licik selalu ada, ditambah dengan banyaknya uang yang dia miliki menjadikan dirinya seperti seorang iblis yang tidak punya hati Nurani. Apakah jika Gavin pergi dulu baru merasa menyesal telah menyia-nyiakan Gavin?

Sedangkan disisi lain, Gavin tengah memeras baju seragamnya yang basah karena jus buah naga yang tidak sengaja jatuh dari tangan seorang siswa Ketika sedang mengantri dikantin sekolah istirahat tadi. Dengan susah payah Gavin cuci namun hasilnya nihil, lengan bajunya tetap berwarna merah muda karena bekas jus tadi. Kalua seperti ini, apa seragamnya masih layak pakai untuk Gavin pakai ke Sekolah?

“mau bilang sialan tapi dosa, soalnya ga sengaja. Mau bersyukur bajunya udah ga layak pakai lagi”gerutu Gavin.

Gavin menghentikan aktivitasnya lalu berfikir. Apa dia pinjam baju seragam milik Kavin saja, ya.

****

Gavin berjalan menaiki tangga rumahnya lalu berhenti tepat didepan kamar Kavin. Gavin diam, ingin sekali mengurung niatnya namun Gavin juga butuh bantuan Kavin. Gavin menghela nafas, dengan niat yang mantap Gavin mulai mengetuk pelan pintu kamar Kavin.

Tok

Tok

Tok

“Kavin, ini Gavin, boleh tolong buka pintunya bentar ga? Gue mau ngomong”kata Gavin.

Tak butuh waktu lama untuk gavin dibukakan pintu oleh sang pemiliknya. Kavin dengan rambut basah dan tidak memakai atasan menatap kembarannya dengan tatapan bertanya.

“ada apa” dingin Kavin.

“anu, emm.. boleh minta seragam lo ga vin? Yang menurut lo paling buluk aja gapapa, seragam gue udah ga layak pake soalnya tadi ketumpahan jus dikantin”
Kavin menyatukan alisnya tatapannya seakan meminta alasan Gavin yang lebih logis lagi. Kavin ini labil, jadi.. jangan heran ya.

“ga ada, seragam gue masih baru semua, dah sana minta sama papah aja kalo berani”jawab Kavin ketus.

“Vin, pliss gue ga seberani itu”pinta Gavin.

“Ada apa ini?”sahut Mahardika tiba-tiba.
Kavin tersenyum miring.

“Bocah sialan ini bikin seragamnya ga layak pakai pah, trus dia ngerengek minta seragam Kavin”ucap Kavin sembari menatap sinis Gavin yang sedang menunduk.

“kasih satu Kavin, nanti kamu papah belikan yang baru”kata Mahardika lalu berjalan menuju kamarnya.

“cihh” decih Kavin.

Gavin teriris, bukankah lebih baik jika dirinya saja yang dibelikan seragam baru oleh ayahnya? Daripada harus memakai seragam bekas Kavin. Ahh seandainya ayahnya berfikir sederhana seperti itu.

****

Pagi ini Gavin terlambat bangun untuk sekolah, dengan nafas yang tersenggal-senggal, Gavin berlari menuju pintu gerbang sekolah yang akan ditutup oleh satpam. Semalam Gavin lembur menjahit baju seragam bekas Kavin yang Gavin Yakini dirusah dengan sengaja oleh Kavin. Sakit hati? Tentu saja, tapi apalah Gavin yang tidak bisa menyuarakan segala sakit hatinya kepada siapapun, ingat siapapun.

“kesiangan lo?”tanya Andre sesaat setelah Gavin masuk kelas dengan penampulannya yang acak-acakan.

“iyahh”jawab Gavin dengan nafas yang masih tersengal akibat aktivitas lari paginya.

Susah payah Gavin merasa sesak, udanya disekitarnya seakan habis. Gavin lupa jika obatnya juga habis, padahal ini masih pagi. Tolong jangan kacaukan pagi ini dasar penyakit sialan. Gavin membatin.

“Gavin, are you okay?”tanya Andre yang dijawab anggukan Gavin.

Gavin terlalu susah untuk sekedar menjawab pertanyaan dari Andre, ia memilih menelungkupkan tangannya diatas meja lalu menyembunyikan kepalanya disana, berusaha menghalau aliran cairan berwarna merah pekat yang mengalir dari hidungnya dengan selembar tisu yang dia bawa dari rumah. Jangan sampai Andre tahu tentang kambuhnya penyakit Gavin, pagi ini.

****

Gavin berjalan dengan lemas setelah ia mengunjungi Dokter Zeus di Rumah Sakit. Dikedua tangannya terdapat selembar kertas dan kantong kresek yang berisi penompang hidupnya.

Penyakit yang dideritanya semakin hari semakin parah. Ditambah dengan keputus-asaan Gavin akan hidupnya dengan tidak maunya dia menjalani kemoterapi. Buat apa Gavin hidup jika tidak ada yang menginginkannya hidup di dunia ini lagi? Pertanyaan dan pernyataan Gavin, selalu.

Tinntiin

Suara klakson mobil itu membuyarkan lamunan Gavin, ternyata itu adalah Andi, kakak sepupu Gavin dari mendiang ibunya. Andi adalah anak dari adik ibu Gavin.

“ngapain sendiri jalan?kaya orang ilang aja, masuk”suruh Andi. Tanpa pikir panjang Gavin segera masuk mobil dan mengistirahatkan tubuh ringkihnya itu.

“lo belum makan kan?mampir makan dulu bisa kali, mau makan apa?”tanya Andi.

“terserah bang, yang penting makan”jawab Gavin seadanya sambal memejamkan mata.

Andi menghela nafas, sepupunya ini sangat labil dan keras kepala, dua minggu lalu Andi dan Dokter Zeus meminta Gavin untuk menjalani kemoterapi sangat sulit sekali sampai Andi bersujud dihadapan Gavin namun anak itu tidak mengubah keputusan yang sudah dia buat. Dan itu agak menjengkelkan menurut Andi.
Setelah selesai makan sore  Bersama dan mengajak Gavin keliling kota hingga larit malam, dengan paksaan Gavin, Andi mengantarnya pulang kerumah milik Mahardika. Sudah ribuan kali Andi menawarkan agar Gavin tinggal dengannya di apartemen tengah kota namun selalu ditolak Gavin dengan alasan jauh dari sekolah dan Gavin tidak ingin pindah sekolah. Dasar laki-laki naif yang hampir mati.

*****

“Jadi kapan penyakit ini bisa sembuh miss”

“kalua dia rajin dibawa kesini, penyakitnya akan sembuh walau secara perlahan dan butuh waktu”

“berapa lama itu?”

“trauma itu penyakit mental yang sulit sembuh jika tidak ada kemauan dari pasien, jaadi, saya tidak bisa memastikannya”

Tbc

Hayoo gimana kelanjutannya?
Ada yang bisa tebak ga?
Atau udah tau alurnya?
Btw maaf banget cerita ini mangkrak satu tahun, fokus belajar akuu
Btw aku dah jadi mahasiswi di unnes loo
Siapa tau ada yang sama dari unnes hehehe
Makasih udah support Gavin selama ini
Aku janji bakal lanjutin sampe selesee

See youu

GAVINWhere stories live. Discover now