Empatbelas

7.4K 515 13
                                    

Happy Readingg

.

.
.
.

Langkah kecil Gavin menyusuri jalanan ditemani suara jangkrik yang bersautan. Gavin menadahkan kepalanya ke langit malam yang ditaburi gemerlap bintang yang saling berkedip satu sama lain. Semenjak perkataan dokter Zeus tadi, Gavin sedikit takut dan lega. Takut jika ia meninggalkan Kavin dan juga Ayahnya. Namun lega, saat ia mengetahui bahwa Gavin akan segera menyusul bunda dan juga kakaknya.

Helaan nafas lagi-lagi terdengar dari mulut Gavin. Setelah mengirimkan beberapa pesan kepada Andre bahwasannya ia akan kembali pulang kerumahnya. Ahh.. Masih pantaskah Gavin menyebut bangunan itu sebagai rumahnya?, bahkan kehadirannya saja selalu tak dianggap oleh sang kepala keluarga. Disisi lain, Gavin juga tidak bisa pergi dari rumah itu, sebab kenangan indah bersama keluarganya masih terekam jelas dibangunan itu.

Menyusuri jalanan yang lumayan lenggang dengan santai. Tangannya memegang seamplop surat hasil pemmeriksaannya. Gavin bimbang, apakah ia harus memberitahukan tentang kesehatannya kepada sang ayah?. Apa dengan seperti itu Gavin bisa mendapatkan kasih sayang dari ayahnya lagi. Sungguh, Gavin bimbang tentang keputusannya.

Apalagi, dokter Zeus selalu mendesaknya agar ia mau melakukan kemoterapi. Sebenarnya, bukan Gavin tidak mau menjalani kemoterapi. Tapi, mau ia dapat uang darimana. Mengingat selama ini sang ayah hanya memberikan uang saku dua juta perbulannya. Itupun 75% untuk biaya sekolahnya. Sungguh miris. Namun Gavin beruntung, ayahnya masih membiayai hidupnya dan mengijinkannya tinggal dirumah itu. Inilah Gavin, sosok yang selalu berayukur.

Gavin memilih mengambil jalan pintas, sebuah gang kecil yang minim penerangan. Banyak pejalan kaki yang enggan lewat gang itu karena gelap dan juga, banyak preman didaerah tersebut.

Gavin berhenti sejenak, ia ragu melangkah setelah mengingat runor tentang gang kecil tersebut. Tapi bukan Gavin namanya jika dia tidak nekat. Gavin meyakinkan dirinya untuk melewati gang sempit itu.

"heyy bocah"

Seketika Gavin menghentikan langkahnya. Baru beberapa meter ia berjalan di gang tersebut, tetapi ada yang memanggilnya dari belakang. Dengan ragu Gavin menoleh kebelakang, ingin melihat, sebenarnya siapa yang memanggilnya.

Seketika tubuh Gavin menegang, lima preman berbadan kekar dan bertato berjalan mendekat ke arahnya. Keringat dingin Gavin mengucur sangat deras. Ia juga meremas tangannya guna menetralkan rasa takutnya. Gavin berjalan mundur kebelakang dengan perlahan. Namun tiba-tiba, badannya membentur tembok, dan dengan tidak sengaja dari atas kepalanya terdapat pot bunga yang jatuh tepat mengenai kepalanya. Ini membuat Gavin meringis kesakitan sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.

Para preman itu terbengong melihat tubuh Gavin yang tergeletak ditanah. Mereka tentunya tidak mengira kalau Gavin akan pingsan. Namun, semua telah terjadi.

"duh bos, gimana dong"kata seorang preman yang berdiri dipaling belakang kepada preman yang berada dipaling depan.

"lah mana saya tau, saya kan ikan"ucap bos dari para preman itu asal.

"lah si bos bikin saya males, jadi pengin beli truk"sahut salah satu preman.

"sttt udah, mending bawa anak itu ke markas, dari pada dibiarin disini entar bahaya" kata bos preman itu. Para anggotanya mengangguk mengiyakan dan membawa tubuh lemas Gavin ke markas mereka.

******

G

avin mengerjapkan matanya pelan, menatap langit langit tempat asing baginya. Ia bangun dari posisi berbaringnya. Namun, gara gara itu kepalanya mendadak sakit. Gavin meringis pelan memegangi kepalanya. Matanya menatap keseluruh penjuru ruangan yang menurutnya sangat berantakan dengan kondisi dinding yang kusam.

GAVINOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz