2

169 4 0
                                    

"Randy kambing emang" aku berjalan memasuki kelas sambil bergumam mengutuk Randy dengan beribu-ribu umpatan.

"Kenapa lo?"

Aku terkejut mendengar pertanyaan dari Hana, temanku sejak SMP. "Bikin kaget aja"

"Gue tanya lo kenapa? Ngga tidur?" Tanya Hana sekali lagi.

"Ya gitulah" jawabku malas.

"Idih. Biasanya lo semangat 45 kalo pelajarannya bu Manda kok sekarang lemes banget?"

"Lo kalo jadi gue juga ngga bakal bisa tidur. Stress sendiri"

"Kenapa?"

"Gue lagi males bahas"

Aku mengeluarkan laptop dan buku catatanku karena sebentar lagi pelajaran akan dimulai.

***

"Serius deh lo kenapa? Ngga semangat gitu?" Hana memandang nasi goreng yang hanya aku aduk-aduk.

Apakah aku harus cerita? Tapi aku bingung harus bagaimana menceritakan tentang itu? Rasanya memalukan.

"Jadi gini...gue..."

"Lo?"

"Dijadiin bahan...taruhan" aku melirihkan ucapanku diakhir kalimat.

"Hah? Sama siapa? Kurang ajar!" Aku hanya bisa menghela nafas mendengar pertanyaan Hana.

Ting

Aku melihat notifikasi di lockscreen. Pesan dari Randy.

'Males amat'

Ting

Aku kembali melihat notifikasi itu, masih sama pengirimnya. Aku memperhatikan ponselku cukup lama. Haruskah aku membukanya? Bagaimana kalau itu keadaan mendesak? Cih, apa perduliku. Dia saja tidak memperdulikanku.

Memang otak dan hati tidak bisa bekerja sama. Aku membuka pesan itu.

Kak Randy

Dateng ke sini

Awas kalo ngga dateng! Gue bilangin bokap kalo tadi malem lo ke sirkuit

"Anjing tetep aja anjing. Ngga bisa apa dari anjing jadi hamster" ucapku kesal.

"Lo ngomong apa sih? Ngga maksud gue" tanya Hana.

"Lupain. Habis ini ngga ada kelaskan?" Hana membalas dengan menggelengkan kepalanya.

"Kalo gitu gue pergi dulu" aku langsung bergegas pergi sebelum Hana semakin penasaran.

***

Aku memandang rumah mewah di hadapanku. Aku kembali melihat ponsel, benar ini alamat yang dikirim oleh Randy. Tapi ini rumah siapa?

Aku memencat bel disamping gerbang yang menjulang tinggi itu. Tiba-tiba gerbang terbuka sendiri.

'emang ya orang kaya beda'

Aku berjalan memasuki rumah itu. Disepanjang jalan kanan kiri dihiasi oleh tanaman hias dan pohon.

"Ck, mana sih bangunan utamanya? Dari tadi gue jalan cuma nemu pohon doang doang" tukasku.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya aku sampai di bangunan utamanya. Ada lima motor yang terparkir di halaman rumah. Ada satu motor yang menarik di mataku.

'ngga asing. Pernah liat di mana ya?'

Aku mengetuk pintu tiga kali, tapi tidak ada orang yang membukakan pintu. Sebenarnya apa tujuan aku disuruh datang ke sini? Dasar Randy kambing.

Aku bersandar pada pilar sambil bermain ponsel. Menunggu pemilik rumah membukakan pintu.

"Dateng juga"

Aku menoleh ke arah pintu. Apa-apaan ini? Kenapa orang ini yang keluar dari dalam rumah? Jangan bilang Randy serius tentang taruhan itu?

"Ngapain bengong di situ? Ikut gue"

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Rasanya kalimat itu tidak asing. Tiba-tiba aku jadi merinding.

***

Aku berdiri sedikit jauh dari sofa yang diduduki oleh kelima orang itu. Mereka memandang ke arahku dengan tatapan mengintimidasi. Dasar orang-orang sok berkuasa.

"Jadi..." Aku tidak melanjutkan ucapanku, bingung harus memulai dari mana.

"Mulai hari ini lo cewek gue"

"HAH???" Bukan hanya aku yang terkejut. Teman dari laki-laki ini juga sama terkejutnya denganku.

"Tiba-tiba?" Tanyaku shock.

"Ngga tiba-tiba juga. Lo lupa taruhan gue sama kakak lo" jawab laki-laki itu. Aku kembali shock mendengar jawabanya. Apa laki-laki ini sudah gila?

"Saya ngga pernah setuju sama taruhan itu" ucapku tegas.

"Gue ngga perlu persetujuan lo" balas laki-laki itu.

Laki-laki itu berjalan menghampiriku. Berdiri di depanku dengan gaya sombongnya. Dari arah belakang, aku mendengar ada beberapa orang yang memasuki ruangan ini.

"Wih kalo barangnya gini si gue mau"

"Bukan cuma lo, gue juga mau"

"Saya ngga pernah setuju sama taruhan kalian. Dan kalo kalian mau taruhan cewek, tolong cari cewek lain. Saya ngga punya waktu buat ladenin kalian" ucapku menahan emosi.

Laki-laki itu membungkukkan badannya agar sejajar denganku. Tersenyum sinis sambil memasukan Kedua tangannya ke dalam saku jaket. "Apa yang udah jadi keputusan gue ngga bisa diganggu gugat. Cewek kaya lo ngga punya hak buat angakat bicara"

Aku mengepalkan kedua tanganku erat. Berusaha menahan emosiku yang hampir memuncak. "Ngga tau ada yang namanya hak asasi manusia ya? Mau saya kasih tau?"

Laki-laki itu menatap tajam mataku lalu memajukan wajahnya mendekati wajahku. Aku balas menatapnya tajam.

"Gue ngga butuh ceramah lo. Sekarang beresin nih markas! Gue balik ke sini udah harus beres!" Laki-laki itu pergi meninggalkanku sendiri, teman-temannya pun ikut pergi bersamanya.

"Sialan. Berani-beraninya jadiin gue taruhan" ucapku emosi.

Happy EndingWhere stories live. Discover now