19

97 4 0
                                    

"Kak Ansel" sapaku saat sudah berdiri dihadapan kak Ansel. Kak Ansel mendongak menatapku, aku langsung tersenyum.

"Nih" aku menyodorkan soda kaleng kepada kak Ansel. "Buat gue?"

"Buat kak Dafa, nitip" wajah kak Ansel langsung berubah masam. "Kasih sendiri" balas kak Ansel ketus. Aku tertawa melihat tingkah kak Ansel. "Ya buat lo lah kak"

Aku duduk di kursi depan kak Ansel. Kami sedang berada di taman dekat kantin. "Btw, gimana Bima? Jadi ikut?" Tanyaku berusaha menghilangkan perasaan canggung.

"Hm" jawab kak Ansel masih fokus dengan laptopnya. Aku mengusap leherku gugup. "E...em kak"

Kak Ansel langsung menatapku sambil menaikan satu alisnya. "Itu.... Gue minta maaf" ucapku sambil menunduk.

"Minta maaf? Buat apa?" Tanya kak Ansel. "Di lapangan basket waktu itu" jawabku masih menunduk.

Hening.

Aku semakin menautkan tanganku. Sebenarnya aku tidak perlu minta maaf tapi menurutku tindakan Juna kurang sopan waktu itu. "Lo sama Juna beneran pacaran?"

Aku langsung mengangkat kepalaku. Masih terdiam, bingung ingin menjawab apa. Tidak mungkin aku menjawab kalau aku adalah barang taruhannya Juna kan? Aku langsung menatap kak Ansel saat kak Ansel terkekeh, aku melihat sorot kecewa di mata kak Ansel.

Kenapa? Kenapa kak Ansel menunjukan raut kecewa?

***

Aku menghela nafas untuk yang ke lima kalinya. Sebenarnya kak Ansel kenapa? Semenjak ucapan maafku kak Ansel seperti menjauhiku. Apa aku membuat kesalahan? Apa permintaan maafku kurang?

Aku tersentak ketika merasakan ada yang mencium kepalaku. Aku langsung mendongak. "Mikir apaan?" Tanya Juna sambil menarik kursi dihadapanku.

Aku melirik ke kiri dan kanan lalu menghembuskan nafas lega saat pengunjung cafe tidak ada  yang memerhatikan kami, semua orang fokus dengan makanan, minuman, teman, atau pacar mereka. "Woy!" Aku menatap Juna tajam, aku kan punya nama kenapa dia harus memanggilku dengan sebutan 'oy' atau 'woy'.

Juna tertawa lalu memajukan badannya. "Lo ngga kangen sama gue?"

"Harus?" Tanyaku bingung. Juna langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar. "Lo emang susah ya buat diajak romantis-romantisan?" Tanya Juna balik.

"Kenapa saya harus ngelakuin itu sama kamu?" Shit Kanaya, kamu kenapa sih? Kenapa aku jadi terbawa emosi begini?

"Lo cewek gue" jawab Juna tanpa ragu. Aku menatap matanya lurus. "Sementara" balasku dingin.

"Maksud lo?" Tanya Juna. Aku menghela nafas lalu menyandarkan tubuhku ke kursi. "Kamu ngga lupa kan kalo saya ini barang taruhan kamu? Ngga mungkinkan kalo saya jadi bahan taruhan kamu sam..." Aku mengerjapkan mataku saat tiba-tiba Juna berdiri dan menarik belakang leherku mendekati wajahnya. "Sekali lagi lo ngomongin soal taruhan gue pastiin habis bibir lo!" Aku mendelik saat mendengar bisikan penuh penekanan itu.

Aku menatap wajah Juna yang masih berada di posisi yang sama lalu berakhir pada bibir merah Juna. Maksudnya bibirku akan habis itu.... Aku memiringkan kepalaku semakin mendekati wajah Juna.

Aku bisa merasakan tangan Juna yang ada di leherku tegang. "Juna... Duduk sana" ucapku pelan lalu menjauhkan wajahku.

Juna langsung duduk kembali dengan gerakan kaku. Aku terkekeh melihat wajah merah Juna. Oke Kanaya, kamu bisa bahas masalah ini nanti. Ingat aku baru saja baikan dengan Juna beberapa hari yang lalu.

Happy Endingحيث تعيش القصص. اكتشف الآن