18

106 5 0
                                    

"Cerah banget senyum lo. Kenapa?" Aku menoleh ke samping, Hana menatapku curiga. Aku mengangkat satu alisku. "Biasanya juga gini" jawabku santai.

"Lo pikir gue temenan sama lo baru kemaren sore? Gue terakhir liat senyum lo yang secerah ini itu waktu lo diterima di UI"

Aku menatap Hana malas. Apa aku tidak boleh tersenyum cerah seperti sekarang? Sebenarnya aku juga merasa sedikit aneh dengan diriku sendiri. Tadi pagi, aku merasa sangat segar setelah bangun tidur. Padahal aku begadang untuk menyelesaikan materi presentasi setelah selesai video call dengan Juna.

Hana langsung menampakan senyum tengilnya yang membuatku was-was karena itu tandanya Hana beberapa detik dari sekarang akan berbahaya. "Pasti gara-gara Juna kan?"

Aku memalingkan wajah. "A-apaan sih? Kok jadi Juna?"

"Alah ngga usah ngelak deh, kemaren aja uring-uringan najis lo. Udah baikan lo sama Juna?"

"Bagas mana?" Tanyaku berusaha mengalihkan perhatian Hana. "Selingkuh kali. Dan ngga usah ngalihin pembicaraan ya!" Jawab Hana kesal.

Aku terkekeh. "Cuma lagi happy aja Han. Emang aneh ya?"

Hana mengangkat kedua bahunya. "Ngga biasa aja. Gimana Juna udah nunjukin tanda-tanda bosen sama lo? Menurut gue si udah, liat lo berdua akhir-akhir ini ngga ketemu atau chatting-an"

Aku menunduk, menatap tanganku yang saling bertaut di bawah meja. Aneh, kenapa aku berharap agar Juna tidak bosan kepadaku.

"Mungkin" balasku lirih.

Sekarang kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan yang menurutku gila. Apa aku mulai menyukai Juna?

"Aya" aku mendongak menatap Hana yang duduk didepanku. "Gue harap lo bisa ambil keputusan yang tepat. Gue harap lo bisa bahagia" ucap Hana tersenyum hangat kepadaku.

"Semoga..." Balasku ikut tersenyum.

***

"Ngapain?" Tanyaku pada laki-laki yang sedang berdiri di depan gedung fakultasku.

Tanpa menjawab pertanyaanku Randy, orang yang berdiri dihadapanku ini memakaikan helm ke kepalaku. Aku menaikan satu alisku saat Randy selesai mengaikat pengait helm. "Gue tanya ya" ucapku kesal.

"Diem. Nurut aja udah" balas Randy datar. Aku mendelik tidak suka dengan ucapan Randy. Aku tidak mau kembali mengulang kesalahan seperti waktu itu saat Randy mengajakku pergi, tau-tau aku berdiri di sirkuit sebagai barang taruhan.

"Naik atau gue gendong" aku mendengus kesal tapi tetap naik ke atas motor sport Randy. "Awas aja lo bawa gue ketempat gak bener kaya waktu itu"

Aku mendengar kekehan Randy. Bisa tertawa juga dia, aku kira saraf wajahnya sudah mati.

Dua puluh menit perjalanan tapi rasanya seperti sepuluh menit karena Randy memacu motornya gila-gilaan. Aku turun dengan wajah muram bercampur kesal.

Randy turun dari motor setelah melepas helmnya lalu berjalan memasuki rumah bak istana itu. Tunggu dulu.... Rasanya aku pernah melihat rumah ini. What the... Inikan markas tempat Juna dan teman-temannya kumpul. Rumah yang pernah aku datangi, rumah yang pernah membuatku perpikir ulang tentang cita-cita rumahku karena tidak mau lelah membersihkannya seorang diri.

"Ck, kok gue ditinggal sendirian sih?!" Gumamku sambil berusaha melepas pengait helm.

Aku semakin emosi saat kaitan helm yang kupakai tidak terlepas. Rasanya ingin menangisi saja, mana Randy sudah masuk.

Aku mendongak saat ada tangan yang membantuku melepas pengait helm. Aku mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha meyakinkan diri kalau orang yang ada dihadapanku saat ini benar-benar Juna atau bukan.

Juna merapikan rambutku saat helm itu sudah ia letakan di atas motor Randy. Meraih pipiku dengan kedua tangannya. "Gue tau kalo gue ganteng, tapi liatinnya biasa aja kali"

Bola mataku membola mendengar ucapnnya. Langsung kutepis tangannya dari wajahku. "Apaan si?"

"Kamu yang suruh Randy bawa saya kesini?" Tanyaku ketus. "Kemaren yang nyariin gue siapa?" Tanya Juna balik dengan nada sombongnya.

Aku membuang nafas panjang. Memang gila aku semalam, bisa-bisanya menanyakan Juna pada Randy dan berakhir melakukan video call dengan Juna.

Juna menarikku masuk kedalam rumah yang dia sebut sebagai markas. Hanya ada sepuluh orang di sana, mereka memerhatikanku dengan tatapan memindai.

"Lah pacarannya pak bos" ucap salah satu dari mereka. Lalu disambut dengan ucapan-ucapan yang lain. Hai! Aku masih disini dan kalian sudah membicarakanku?

Happy EndingWhere stories live. Discover now