13

102 4 0
                                    

Aku melirik tanganku yang masih digenggam erat oleh Juna. Tanganku kan keringetan apa Juna tidak merasa risih?

Sekarang ada satu lagi orang yang duduk di meja ini. Perempuan yang waktu itu datang bersama Juna. Kenapa dia terlihat biasa saja? Bukankah seharusnya dia terlihat cemburu melihatku di sini? Apa dia tidak merasa terganggu dengan kehadiranku?

Juna menarikku mendekat hingga bahu kami bersentuhan. Aku menoleh dengan cepat ke arah Juna. "Mikirin apa lagi? Tangan lo ngga bisa diem dari tadi"

Aku mengerjapkan mataku. Tangan? Aku melirik Theo dan perempuan itu, ternyata mereka sedang melihat interaksiku dengan Juna. "Maaf"

Aku menarik tanganku yang digenggam Juna. Aku merutuku kebodohanku, bagaimana bisa aku melupakan tanganku yang sejak tadi digenggam Juna.

Aku memang punya kebiasaan buruk. Saat sedang banyak berfikir aku akan memainkan pulpen, pensil bahkan sampai ponsel untuk pelampiasan. Dan saat aku sedang bercengkrama seperti tadi aku akan menggenggam erat balik tangan orang itu lalu mengendurkan genggamannya saat aku sudah mulai tenang tapi saat aku berfikir lagi aku akan menggenggam erat lagi.

"Oh iya kita belum kenalan. Nama gue Zia" perempuan itu mengulurkan tangannya.

Aku mengusapkan tanganku ke celana untuk menghilangkan nkeringat lalu menyambut uluran tangan Zia. "Ayana"

"Lo yang waktu itu di toko rotikan?" Tanya Zia. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Masih terasa canggung dengan keadaan di sini.

Ck, benar-benar tidak adil. Aku hanya mengenal Juna di sini, sedangkan Juna mengenal semua yanga ada di sini. Apa dia sengaja mendiskriminasiku dengan jumlah temannya?

Aku mengenyahkan pikiran konyol itu dari otakku. Lebih baik aku meneruskan tugasku. Aku mengikat rambutku menjadi satu, membenarkan letak kacamataku lalu mulai mengerjakan tugasku lagi.

***

Author POV

Theo dan Juna memasuki cafe dekat kampus mereka untuk mengistirahatkan otak mereka setelah presentasi tadi di kelas. Saat sedang memesan minuman Theo menyikut Juna pelan.

"Apaan?" Tanya Juna malas. "Cewek lo" Theo menggerakan dagunya. Juna menoleh ke arah yang ditunjuk Theo.

'ngapain Ayana di sini?'

"Lo samperin sana, nanti gue nyusul" ucap Juna kembali fokus untuk memesan minum.

Theo berjalan mendekati Ayana yang terlihat fokus dengan laptopnya. "Ayana?"

Ayana mendongakkan kepalanya. Terlihat ekspresi bingung tercetak di wajah Ayana. "Betul saya Ayana. Siapa ya?"

Theo langsung mendudukan tubuhnya di kursi, berhadapan dengan Ayana. Theo mengabaikan pertanyaan Ayana, menurutnya itu tidak penting karena Juna yang menyuruhnya untuk duduk di sini.

Juna terkekeh melihat interaksi Kedua introvert itu. Dasar cupu, begitu pikiran Juna. Tapi yang paling menarik perhatian Juna adalah Ayana yang terlihat tidak nyaman dengan keberadaan Theo.

Juna peejalan menghampiri meja yang ditempati dua orang yang ia kenal itu lalu meletakan minuman miliknya dan Theo. Bahkan Ayana tidak sadar kalau Juna ada di sini.

Juna menggenggam tangan Ayana. Melihat reaksi Ayana Juna juga sedikit terkejut tapi setelah melihat ekspresi lega di wajah Ayana Juna terkekeh. Menurut Juna itu sangat menggemaskan.

Sepertinya Ayana sangat gugup melihat Theo sampai tangannya mengeluarkan keringat dingin seperti ini.

Juna memerhatikan gerak-gerik Ayana. Apa Ayana sangat gugup dengan keberadaan Theo dan Zia? Sedari tadi tangannya yang berada dalam genggaman Juna tidak berhenti berulah.

Juna tahu kalau Ayana sedang beefikir dan tetap waspada terhadap dua orang di depannya.

***

Aku tersenyum saat tugasku sudah selesai. Akhirnya tugas terakhirku selesai rasanya seperti baru keluar dari penjara.

"Ayana" aku menoleh ke arah Zia.

Aku sampai melupakan keberadaan mereka. "Kenapa?" Tanyaku.

"Bisa kita bicara?" Aku mengerutkan dahi.

Bicara apa? Aku kan tidak ada urus... Oh ada! Juna urusanya. Aku mengangguk lalu berdiri mengikuti langkah Zia.

Saat sudah di belakang cafe Zia berbalik menatapku. "Lo beneran ceweknya Juna?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan itu. Perempuan milik Juna? Aku rasa memang betul karena Juna sendiri yang mengklaim aku, tapi aku kan tidak pernah setuju dengan hal itu.

"Emangnya kenapa?" Dari pada menjawab lebih baik aku mengajukan pertanyaan lain.

Zia tertawa mendengar pertanyaanku. Aku menaikan alisku bingung, apa aku salah bertanya? Sepertinya tidak. Atau ada yang lucu dari pertanyaanku?

"Aduh gila perut gue sakit. Gue cuma mastiin aja, soalnya baru kali ini gue liat Juna perhatian sama cewek. Dia tuh tipe orang cuek ke orang luar. Waktu gue denger dia punya cewek dari Theo gue kaget banget makanya selama seminggu gue teror terus. Pokoknya sebelum jawab pertanyaan gue, dia gue larang buat hubungin lo atau ketemu lo.

"Dianya aja yang bebel. Gue paksa-paksa ngga mau jawab. Dan ya gue sengaja cari informasi dari Randy, katanya waktu itu lo bakal ada di toko roti punya mamah kalian jadi gue sengaja ngajak Juna ke sana. Dan kayanya tuhan lagi berpihak sama gue, gue akhirnya ketemu sama lo. Niatnya sih pengin bikin lo panas, makanya gue gandeng Juna. Eh lo malah biasa aja" ucap Zia panjang lebar.

Aku kan bertanya bukan untuk mendengarkan kisahnya. Ck, buang-buang waktu. Aku berbalik meninggalkan Zia sendiri.

Dasar aneh!

Happy EndingWhere stories live. Discover now