25

121 4 0
                                    

Setelah mendapatkan dress yang sesuai Juna mengajaku nonton. "Lo tunggu sini gue aja yang beli tiketnya. Mau popcorn ngga?"

Aku hanya menganggukkan kepala lalu duduk. Wah, ternyata begini rasanya jadi laki-laki yang lelah setelah menemani perempuan belanja.

Aku memang bukan pecinta shopping, aku dan Hana lebih sering ket toko buku untuk membeli novel dan komik. Aku mengedarkan pandangan lalu berhenti tepat di barisan antri untuk membeli popcorn.

Lihat bagaimana Juna yang hanya memakai celana bahan berwarna hitam dan kaos putih yang dimasukan begitu menarik kaum hawa. Juna memang terlihat tampan apalagi jika berpenampilan seperti goodboy begitu. Bikin melting tingkat tinggi.

Juna menatapku lalu tersenyum manis. "Ck, dasar tebar pesona" aku memalingkan wajah, lebih tertarik untuk membuka sosial media.

"Ayo masuk sebentar lagi mulai" aku mendongak menatap Juna lalu mengangguk.

Kami duduk di deretan agak belakang dan sedikit terpojok. Aku memandang seluruh ruangan, kebanyakan di isi oleh pasangan muda-mudi. "Mau nonton apa?" Tanyaku karena tidak tahu film yang di pilih Juna.

"Ngga tau. Tadi gue bilangin yang paling deket waktunya" jawab Juna sambil memakan popcorn yang ia beli.

'niat ngga nonton sih? Beli tiket sembarangan, kalo film horor gue mampusin lo'

Filmnya sudah dimulai. Awalnya Juna biasa-biasa saja tapi begitu tau ini film horor Juna langsung menempel padaku. Aku hampir tertawa melihat wajah gelisahnya.

"Na keluar aja yu. Beli tiket film yang lain" bisik Juna.

"Loh kenapa? Udah nonton ini aja. Sayang uangnya udah kepake" balasku menahan tawa.

Pertengahan film adegan jumpscare yang sangat mengagetkan benar-benar membuat Juna mendusel seperti kucing. Wajahnya disembunyikan di lekukan leherku tangannya melingkari pinggangku dengan erat.

"Gila sih gue pengin ngakak" gumamku.

"Ini film horor bukan komedi Na" balas Juna yang mendengar gumaman ku.

"Lo yang ngelawak" ucapku terkekeh. "Aww" aku menahan jeritanku menoleh ke arah kiri ku dan meminta maaf lalu menatap ke kanan lebih tepatnya ke arah Juna. Menatap Juna tajam, bisa-bisanya dia menggigit leherku.

"Ngga usah belaga jadi vampir deh main gigit-gigit aja sakit tau!" Bisikku kesal. Juna balas menatapku sama kesalnya.

"Bilang apa tadi? 'lo'? Ngga sopan banget" ucap Juna datar. Aku menarik kepala Juna untuk bersender seperti tadi. Dari pada menghadapi Juna mode garang lebih baik liat setan yang sekarang sedang merasuki tokoh dalam film.

"Kenapa jadi saya lagi? Waktu itu padahal udah pake aku?" Tanya Juna semakin mengeratkan pelukannya.

Aku terdiam, bingung ingin menjawab apa. Sebenarnya tidak masalah untuk mengganti kata 'saya' menjadi 'aku', tapi rasanya aneh karena sejak awal aku sudah terbiasa menggunakan kata 'saya'

"Na?" Aku menegang ketika tangan Juna mengelus pinggangku. Rileks Kanaya rileks!

"Udah diem lagi seru nih" ucapku berusaha sesantai mungkin.

***

Aku tertawa ketika melihat wajah super duper lega milik Juna. Gemes banget pengin aku karungin. "Lain kali tuh kalo mau nonton liat dulu. Sumpah si muka kamu lucu banget" aku kembali tertawa mengingat tingkah Juna di dalam tadi.

Juna mendengus lalu berjalan lebih dulu. Aku tersenyum menatap punggung Juna.

"Junaaa" aku berlari menyusul Juna laku berhenti dihadapannya. "Tau Kopi-Kata kan?" Tanyaku masih tersenyum. Juna menganggukkan kepalanya.

"Aku tunggu jam delapan malem di rooftop. Harus dateng, aku duluan ada janji sama Hana" aku berjalan mundur sambil melambaikan tangan.

***

Juna POV

Sial, aku kira tiket yang aku beli adalah tiket film romantis ternyata film horor. Sepanjang film Kanaya juga meledekku.

Aku bernafas lega setelah kelar dari ruang bioskop lalu menoleb saat mendengar suara tertawa milik Kanaya. Cantik.

Kanaya yang tertawa lepas seperti ini menurutku sangat cantik. Ya... Meskipun bahan tertawaannya itu aku.

Aku pura-pura kesal dan memilih berjalan terlebih dahulu. Bisa gila kalau lama-lama melihat Kanaya, bisa-bisa aku menciumnya di tempat ini.

"Junaaa" aku menghentikan langkahku lalu menatap Kanaya yang sedang tersenyum. "Tau Kopi-Kata kan?" Aku menganggukkan kepala. Siapa yang tidak tahu Kopi-Kata, cafe dekat kampus yang terkenal murah dan nyaman.

"Aku tunggu jam delapan malem di rooftop. Harus dateng, aku duluan ada janji sama Hana"

Aku termenung ditempatku melihat Kanaya yang melambaikan tangan sambil tersenyum. Aku memegang dada sebelah kiriku yang berdetak tidak karuan, sampai tidak bisa menahan senyum. Wah benar-benar efek Kanaya memang membuatku gila. Apalagi tadi Kanaya menggunakan kata 'aku'.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang