22

109 4 0
                                    

Jam sembilan aku baru turun ke bawah setelah mengompres mata dan membersihkan diri. Rumah sudah sepi karena mamah pergi ke toko sedangkan Randy... Aku menghela nafas panjang saat mengingat Randy.

'gue harus cepet-cepet minta maaf sama Randy'

Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil air dingin lalu berjalan ke arah taman belakang. Dejavu, itu yang aku rasakan sekarang.

"Ngga kesedak lagi liat gue?"

'Kenapa ke sini sih? Gue masih belum memulihkan rasa malu gue eh orangnya udah nongol aja'

"Kamu ngapain ke sini?" Tanyaku masih belum beranjak dari pintu antara taman dan rumah. "Gue kira lo masih sedih makanya gue ke sini" jawab Juna sambil tersenyum miring.

"Sialan" gumamku pelan.

"Mau berdiri di situ sampe kapan?" Tanya Juna. Aku kembali menatap Juna, well seperti biasa Juna terlihat tampan dengan celana jins hitam dan kaos berwarna abu-abu.

Aku berjalan menuju Juna tapi tetap mengambil jarak yang cukup jauh. Juna mengangkat satu alisnya. "Kenapa jauh-jauh?"

"Suka-suka saya lah" aku berjalan menuju kolam lalu duduk di pinggirnya sambil memasukan kaki ke dalam kolam.

"Saya?" Aku menoleh ke samping, ternyata Juna sedang meniru yang aku lakukan tadi. "Kenapa?" Tanyaku.

Juna mendekat lalu menarik pinggangku hingga tubuhku menempel dengan tubuhnya. "Na!"

Juna menarik sebelak sudut bibinya. Aku mengerjapkan mataku gugup. "Coba panggil lagi" ucap Juna. "H-hah?" Otakku benar-benar tidak bisa dipakai untuk memahami maksud Juna.

"Panggil lagi nama gue" ucap Juna. "N-na?" Ucapku gugup. Juna kembali tersenyum namun kini kedua sudut bibirnya terangkat hingga lesung pipinya terlihat jelas.

'baru tau gue Juna punya lesung pipi'

"Liatin pipi gue apa bibir gue?" Aku kembali menatap mata Juna.

"Juna" panggilku pelan.

"Hm? Kenapa?" Tanya Juna sambil menaikan satu alisnya.

Aku masih terdiam, perasaanku benar-benar campur aduk tidak karuan. Aku sadar kalau aku menyukai... Ah bukan aku menyayangi laki-laki dihadapanku ini. Rasanya aku sudah kalah dari sugestiku yang melarang untuk menyukai Juna. Aku senang bisa berada di dekat Juna, memandang wajahnya dari dekat, melihatnya tersenyum, dan menjahiliku. Tapi rasanya hubungan kami benar-benar tidak sehat.

Aku tidak tahu apa yang Juna rasakan. Apa juna juga menyukaiku? Atau hanya mempermainkanku? Aku sadar kalau sejak awal aku adalah barang taruhannya. Aku ingin memberitahu Juna tentang perasaanku seperti pasangan lain yang saling mengucapkan rasa sukanya, tapi apa aku boleh melakukannya? Aku takut melewati batasku.

"Na? Kanaya?" Juna mengguncang pundakku dengan satu tangannya yang bebas. Aku mendorong Juna menjauh lalu bangkit dari dudukku. "Mending kamu pulang, saya mau istirahat"

Aku berjalan meninggalkan Juna sambil menahan air mataku. Aku benar-benar benci dengan diriku yang sekarang.

***

Tok...tok...tok

"Ev"

Aku menoleh ke arah pintu. Randy? Hanya Randy yang memanggilku seperti itu. Tapi untuk apa dia ke kamarku? Atau sudah tidak marah lagi kepadaku?

Aku berjalan membuka pintu sedikit hingga hanya bagian mata ke atas yang terlihat. "Apa?" Tanyaku bingung.

"Ngapain ngumpet gitu?" Tanya Randy balik. "Apa?" Tanyaku sekali lagi. "Lo berantem sama Juna?" Aku menaikan satu alisku.

'Siapa yang berantem? Gue? Sama Juna? Masalahnya apa?'

"Yee malah bengong. Tuh anaknya di kamar gue ngga mau pulang" ucap Randy menunjuk kamarnya. "Gue ngga berantem, mungkin pengin main sama lo. Udah ya byeee" aku langsung menutup pintu kamar.

Aku menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar.

Ting...

Aku meraih ponselku di atas nakas. Randy?

Randy Kambing

Utang gue sama Juna sisa 2,5 j
Lo boleh talangin dulu tapi inget itungannya gue utang lo

Aku tersenyum saat membaca pesan dari Randy.

Siap laksanakan pak bosss

Aku menghela nafas lega. "Oke satu masalah clear"








Happy EndingWhere stories live. Discover now