17

103 5 0
                                    

Aku, Bagas, dan Hana sekarang sedang duduk di kantin sambil melihat mahasiswa/i berlalu lalang di depan kami. Kelas kami hari ini dibatalkan karena istri dosen yang harusnya mengajar sedang melahirkan. Senang? Tentu saja.

Rasanya kembali seperti zaman SMA, saat guru-guru berhalangan hadir. Apalagi kalau tidak ada tugas beh senangnya.

"Gas motif mereka masuk hukum apaan ya?" Tanya Hana sambil menyedot banan milkshakenya. Pertanyaan gabut yang selalu dilontarkan Hana jika kami berkumpul seperti sekarang.

"Ngga tau. Kepaksa mungkin" nah ini patner gabut Hana. Pertanyaan gila saja akan Bagas jawab jika sedang gabut.

"Yang jelas itu urusan mereka" aku ikut menjawab. Hana dan Bagas menatapku lalu mengangguk. Posisiku berada diantara duo couple ini. Aku membuka ponselku, berusaha mencari hal baru untuk menghilangkan rasa bosan.

"Eh Ya, lo udah download pou belum?" Tanya Bagas semangat. Aku mengerutkan kening, pou? Maksudnya game dengan makhluk mirip telur itu? Dasar gila. Untuk apa aku memainkan game anak SD?

"Ngga download" jawabku kembali menonton acara masak di YouTube. "Ck, kok ngga download si? Kan gue pengin mabar bareng lo" balas Bagas kesal.

Hana langsung memukul kepala bagian belakang Bagas. "Yang bener aja. Masa Aya suruh main begituan. Lo laki mainnya yang bener dong" ucap Hana.

Bagas menatap Hana sinis. "Emang cowok ngga boleh main pou apa? Seru tau" aku menggelengkan kepala saat kedua pasangan ini berdebat hanya karena game.

"Lo sama Juna gimana?" Tanya Hana. Aku termenung saat mendengar pertanyaan Hana. Sejak aku meninggalkan Juna di lapangan basket waktu itu, Juna tidak pernah menghubungiku lagi.

Apa perilakuku keterlaluan? Apa aku menyakitinya? Dan lagi, sejak kapan aku perduli padanya?

Aku mengacak rambutku frustasi. Harusnya aku senang saat Juna menjauhiku tapi kenapa aku malah merasa resah begini.

"Lo berantem sama Juna?" Sekarang giliran Bagas yang bertanya.

"Ngga tau" jawabku lalu menenggelamkan wajahku di atas lipatan tangan. Hana mengelus pundaku sedangkan Bagas mengelus rambutku.

"Sabar ya" ucap mereka.

***

Sejak tadi aku hanya menatap ponselku padahal laptop sudah ku nyalakan untuk mengerjakan PPT yanga akan dipresentasikan minggu depan.

'berharap apa sih gue'

Aku menyenderkan tubuhku ke kursi, memejamkan mata sebentar.

Ting...

Aku langsung bangkit dan meraih ponselku. Sial, ternyata hanya pesan dari operator seluler. Aku kembali menyenderkan tubuhku.

Apa aku harus menghubungi Juna duluan? Tapi kalau Juna bertanya aku jawab apa? Aku kembali meraih ponselku.

Randy Kambing

Woy
Randyyyyy

Aku menunggu balasan Randy gugup. Ini pertama kalinya aku menghubungi Randy duluan untuk masalah Juna.

Aku berdecak kesal karena Randy tidak membalas pesanku padahal sudah lima belas menit berlalu.

Tinggg...

Aku kembali meraih ponselku.

Randy Kambing

Apaan?

Lo tau Juna dimana?

Kangen lo sama Juna?

Aku membulatkan mata terkejut. Kangen? Aku? Sama Juna? Helll... Ngga mungkinlah.

Gila lo?
Gue ada urusan

Disebelah gue
Katanya suruh chat dia langsung

Aku mengerutkan kening. Di sebelah Randy? Apa mereka bermain bersama?

Aku berjengit kaget saat ponselku bergetar. Aku semakin terkejut saat melihat panggilan video dari Juna. Apa-apaan ini?

Aku merapikan rambutku lalu mengangkat panggilan itu. Meletakan ponselku bersandar laptop.

"Apa?" Tanyaku penasaran. Juna mengangkat satu alisnya. "Bukannya gue yang harus tanya gitu" jawab Juna sambil menyugar rambutnya yang menutupi mata karena terkena angin.

"Dimana?" Tanyaku lagi. Juna terkekeh mendengar pertanyaanku. "Balkon kamar" jawab Juna santai.

Aku menganggukan kepala mengerti. Tunggu.... Balkon kamar? Berarti Randy ada di rumah Juna?

"Na" panggil Juna membuatku tersadar. "Eh iya, kenapa?"

"Mikirin apa?" Tanya Juna yang kubalas gelengan kepala.

Malam itu kuhabiskan untuk mendengar curhatan Juna tentang hari-harinya. Dan entah mengapa, aku merasa senang akan hal itu.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang