10

107 3 0
                                    

Aku memasuki kelas. Menatap Hana yang sedang menatapku juga, aku tersenyum jahil sambil berjalan menghampiri Hana. "Gimana kemaren?"

Hana memukul bahuku kencang. "Sialan lo"

Aku meringis sambil mengusap bahuku. "Lo yang sialan, bisa-bisanya ciuman di depan gue"

"Katanya kemaren ngga liat!" Hana menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Aku tertawa melihat Hana yang tersipu malu.

"Heleh sok-sokan malu lo. Tapi Bagas romantiskan?" Tanyaku menggoda Hana. "Gila sih gue ngga nyangka kalo Bagas bisa seromantis itu. Gue kira cuma gue doang yang suka sama Bagas" jawab Hana semangat.

Aku terkekeh lalu mengeluarkan buku catatanku. "Tapi kemaren lo kemana? Kok ngga balik ke cafe?"

Aku menghela nafas mengingat kejadian semalam. "Ke sirkuit"

"Lo gila? Kalo ayah lo tau bisa-bisa lo langsung dikirim ke Jepang. Ngapain ke sana?" Tanya Hana lagi.

"Gue ditelfon Randy suruh dateng. Tau ngga apa yang lebih ngeselin?" Hana menggelengkan kepalanya.

"Gue disuruh misahin Juna yang lagi berantem. Mana Juna nyolot banget lagi. Emang gue yang bego mau-mau aja dateng ke sana" lanjutku kesal.

"Juna berantem? Emang Randy ngga bisa misahin Juna apa?"

Aku menggelengkan kepala. "Gimana ngga khawatir kalo Randy bilang Juna bisa keblabasan bunuh tuh orang"

"Tapi gue bingung. Kenapa Randy keliatan khawatir sama Juna" ucapku sambil memainkan pensil di jari.

"Lo cemburu gara-gara Randy perhatian sama Juna?"

Aku menatap jijik Hana. "Gue masih waras. Maksud gue Randy sama Juna kayanya musuhan. Bahkan Randy sampe jadiin gue taruhan, tapi kenapa waktu telfon gue suara Randy keliatan khawatir banget"

"Iya juga. Kenapa lo ngga tanya langsung sama Randy? Siapa tau dijawab" ucap Hana memberi saran. Saat aku ingin membalas ucapan Hana profesor Hendra masuk.

Aku menatap Hana lalu menaikan kedua bahu, berusaha tidak perdulu dengan masalah yang bukan urusanku.

***

Sudah seminggu aku tidak melihat Juna, bahkan Juna juga tidak mengirim pesan seperti biasanya. Apa rencanaku sudah berhasil membuat Juna jenuh bersamaku?

Aku berharap itu benar. Karena akhir-akhir ini banyak mahasiswi di fakultasku menanyakan hubungan aku dengan Juna.

Untung saja mereka percaya waktu aku bilang kalau Juna adalah teman kakakku walapum itu masih dipertanyakan dalam benakku.

Aku merogoh ponsel dari saku kardigan. "Mamah?"

Aku menggeser tombol hijau itu. "Halo"

"Aya dimana?" Tanya mamah. "Masih di kampus" jawabku sambil berjalan keluar gedung.

"Udah selesai?" Tanya mamah lagi.

"Udah. Mamah butuh sesuatu?"

"Bisa dateng ke toko mamah? Ada yang mau mamah bicarain"

"Oke. Aku ke sana sekarang" aku mematikan sambungan telfon berjalan menuju gerbang. Sebenarnya aku malas, tapi aku tidak punya aplikasi ojek online.

Saat sudah sampai aku langsung mesuk ke dalam toko roti milik mamah, menyapa para pegawai di sana.

"Aya sini" aku menoleh ke arah kiri. Mamah sedang melampaikan tangannya ke arahku.

Aku duduk di hadapan mamah. "Mamah mau bahas apa?"

"Kamu tau Randy dapat uang dari mana ngga?"

Aku matung mendengar pertanyaan mamah. Pasti Randy ikut balapan lagi. Mamah selalu membatasi uang jajan kami agar tidak boros, aku tidak mempermasalahkan hal itu karena kebutuhanku tidak banyak. Tapi sepertinya Randy selalu mempermasalahkan itu.

Bahkan waktu SMA Randy sering memalak adik kelas untuk jajan. Padahal menurutku uang saku yang diberikan mamah sangat cukup.

"Bukannya mamah yang kasih uang ke Randy?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.

"Engga. Mamah potong uang saku Randy sampe bulan depan tapi tadi pagi mamah liat ada motor sport di garasi, tapi bukan motor Randy" jawab mamah.

Mamah memang sering memotong uang saku Randy kalau Randy ketahuan berbuat yang tidak-tidak. Trrakhir kali karena Randy ketahuan pergi ke club.

"Nanti coba Aya tanyain deh ke Randy" mamah mengangguk sambil tersenyum. "Kamu udah makan? Mamah bikin pai apel kesukaan kamu"

Mataku langsung berbinar mendengar pai apel. Aku langsung menganggukan kepala semangat. Mamah terkekeh melihat tingkahku lalu berdiri mengambil pai apel di dapur.

Aku menghela nafas panjang. Cih, ngga Juna ngga Randy bikin stress mulu. Bisa-bisa aku mati muda menghadapi kegilaan mereka.

Aku menatap orang-orang yqng berlalu lalang lewat kaca. Aku mengerutkan dahi, berusaha memfokuskan pandangku.

"Juna sama siapa? Ceweknya cantik juga"

Happy EndingWo Geschichten leben. Entdecke jetzt