5

122 4 0
                                    

Hari ini Juna mengajakku bertemu, entah dapat dari mana nomorku mungkin dari Randy. Tadi pagi saat aku baru selesai mandi tiba-tiba ada yang menelfonku.

"Halo dengan Ayana di sini" sapaku.

"Ini gue Juna" aku menatap ponselku tidak percaya. Juna? Dapat dari mana nomorku?

"Kenapa?" Tanyaku malas.

"Hari ini dateng ke tempat yang gue kirim. Harus dateng! Kalo ngga gue bakal suruh Randy buat ngadu ke bokap lo tentang malem itu"

"Sialan" umpatanku tanpa sadar.

"Lo barusan ngata-ngatain gue?"

Aku langsung menutup sambungan telfon. Dasar Randy kambing, bisa-bisanya memberikan nomorku kesembarang orang.

***

Sudah tigapuluh menit aku menunggu Juna di cafe ini, tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan Juna. Apa dia sedang mengerjaiku?

Tapi lebih baik lagi kalau Juna tidak datang, aku bisa menikmati hari liburku di sini sambil menyelesaikan novel yang kemarin baru kubeli bersama Hana.

Aku kembali fokus membaca novel bergenre romantis ini. Saking fokusnya aku sampai menghiraukan lingkungan sekitar.

"Sefokus itu sampe ngga sadar gue dateng?"

Aku mendongak. Juna sudah duduk di hadapanku sambil menyilangkan kedua tangannya. "Oh" hanya itu yang keluar dari mulutku.

"Oh? Nih cewek bener-bener deh" gumam Juna yang masih bisa kudengar.

"Kenapa ngajak ketemuan?" Tanyaku to the points.

Juna mengangkat satu alisnya. "Salah? Lo lupa kalo lo cewek gue?"

Huffff, lagi-lagi itu. Tapi lebih baik sih dari pada dia menganggapku babu. Aku kembali melanjutkan membaca novel, ini adalah kesempatanku untuk membuat Juna jenuh berada di sisiku.

***

Juna POV

Aku tercengang melihat kelakuan perempuan di hadapanku. Dia mengabaikanku dan lebih fokus pada novelnya? Benar-benar perempuan aneh.

Belum pernah ada perempuan yang mengabaikanku, bahkan biasanya aku yang mengabaikan mereka karena risih.

Aku menyangga daguku, memerhatikan perempuan yang ada dihadapanku ini intens. Kalau diperhatikan dia sebenarnya cantik. Ramput hitam sepunggung, mata berwarna coklat, hidung yang tidak terlalu mancung tapi tidak pesek, bibir tipis berwarna cerry, dan kulit putih bersih.

Apalagi pakaiannya yang berwarna natural membuatnya terlihat seperti gadis lugu dan imut. Menurutku dia adalah perempuan tercantik dengan style seperti ini.

'nih cewek bener-bener beda dari yang lain'

Tunggu... Barusan aku berpikir apa? Juna sudah gila ya?

***

Aku tersenyum puas setelah membaca Akhir cerita dari novel yangku baca ini. Aku menatap lurus lebih tepatnya menatap Juna yang sedang menatapku juga. Aku menaikkan satu alisku heran. Kenapa Juna menatapku seperti melihat mangsanya.

Oh iya! Aku memang mangsa Juna.

"Kenapa?" Tanyaku. "Udah selesai bacanya?" Juna balik bertanya lalu kujawab dengan menggangukan kepala.

"Ayo!" Juna berdiri lalu berjalan keluar cafe meninggalkanku dalam keadaan bingung. Ayo kemana?

Akhirnya aku keluar cafe menyusul Juna. "Mau kemana?"

"Nonton" jawab Juna. Aku melihat jam diponsel, sudah menunjukkan pukul empat sore dan Juna masih ingin mengajakku jalan?

"Kompensasi" ucap Juna. "Hah?" Aku menatap Juna bingung. Kompensasi untuk apa?

"Gue udah nemenin lo dua jam. Sekarang giliran lo nemening gue" aku menganggukan kepala. "Ya udah ayo" balasku.

Juna menunjukkan telapak tangannya, aku kembali menatap Juna bingung. Sebelum menjawab Juna menghela nafas panjang. "Tangan lo"

Aku mengarahkan tangan kananku kepada Juna lalu Juna menggenggam tanganku dan menautkan jarinya dengan jariku.

Aku terkejut melihat perilaku Juna barusan. Apa Juna menyukaiku? Tiba-tiba pikiran itu terlintas di otakku. Aku segera menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran gila itu. Ingat Ayana, kamu cuma barang taruhan. Ayo selesaikan dengan cepat!

Happy EndingWhere stories live. Discover now