EMPAT PULUH SATU

1.8K 147 7
                                    

hai semua pembaca setiaku, baik pembaca lama maupun pembaca baru yang mengikuti Nania-Fathan. Disini aku berterimakasih kepada kalian yang telah menyempatkan diri untuk membaca kisah dua sejoli ini sejak awal. Aku juga meminta maaf karena aku mengalami stuck dalam menulis, dan bahkan ditengah-tengah cerita harus menggantungkan kalian beberapa kali. 

Inspirasiku hampir hilang dan aku hampir menghapus seluruh karyaku dari publik.

tapi ketika aku membaca kembali bagaimana kalian menunggu kisah Nania dan Fathan, kalian membangkitkan semangatku lagi. 

Terimakasih banyak atas ketertarikan dan dukungan kalian. Aku harap kali ini akan mengobati kerindungan kalian pada cerita ini.

selamat membaca.

Love

Author


***

I Hope..

***

"Assalamualaikum"

Suara berat dari arah pintu masuk membuat mereka menahan napas, berharap jika Fathan pulang dengan senyum menawannya.

"Ini kenapa kok kumpul semua?"

Bayangan mereka kembali ke kenyataan ketika melihat Reyhan datang dengan membawa beberapa kantung belanja. Rey yang juga baru mendarat di tanah Indonesia tidak tahu menahu mengenai apa yang terjadi saat itu.

Rey melihat kekalutan nyata di wajah semua orang yang ada disana, ditambah wajah Nania yang basah dan kemerahan. Mendekati Putra, dia bertanya dengan bisikan. Sorot mata Rey terlihat kaget mendengar jawaban Putra. Dia segera melakukan panggilan telepon dengan seseorang yg dia kenal di maskapai penerbangan.

Beberapa kali panggilan di alihkan dan tidak mendapatkan jawaban. Hilangnya pesawat dengan penerbangan GA-611 menyebabkan maskapai itu menjadi sangat sibuk.

Berbagai media membicarakan hilangnya sinyal dari pesawat itu, kericuhan di bandara akibat keluarga korban yang mencari informasi lebih lanjut, juga konfirmasi dari pihak maskapai. Media sosial yang disi ucapan bela sungkawa, serta doa doa untuk keselamatan para korban. Sedangkan Rey sebisa mungkin mencari informasi dari kenalannya.

Hari itu terasa sangat panjang bagi Nania. Pagi hari ia sangat senang karena suaminya akan pulang lalu kebahagiaannya dijatuhkan karena pesawat yg ditumpangi suaminya dikabarkan hilang dari radar. Mencari kabar tapi belum mendapatkan hasil. Hingga hari sudah petang mereka masih berkumpul disana. Dia ingin menangis, tapi dia lelah. Tak ada airmata yg bisa ia keluarkan lagi.

Ingatan Nania kembali ke masa itu. Bertahuntahun dia mencoba melupakan kenangan pahitnya, tapi saat ini kenangan itu kembali menghantui dirinya. Dia yang kehilagan orang yang sangat ia kasihi, seseorang yang menjajikan kehidupan bahagia padahanya meninggalkannya tanpa pamit bahkan tanpa kata perpisahan. Rasa bersalah, rasa kehilangan, patah hatinya, disalahkan oleh banyak pihak membuat dirinya menutup diri dari orang orang. Tapi, setelah ia berhasil berdamai dengan masalalunya, Luka dalam yang baru saja sembuh dihatinya kembali disayat oleh kenyataan pahit.

Masa kelamnya yang baru saja bisa ia lupakan kembali terlihat di bayangan matanya. Kembali ia kehilangan seseorang yang mengasihinya. kembali ia kehilangan orang yang menyayangi dan mencintainya dengan tulus.

Saat ia sudah membuka hatinya. Saat dia mengharapkan sedikit kebahagian pada Tuhan, Mengapa Tuhan merenggut semuanya?

Apa dia memang tidak pantas bahagia?

Apa dia memang tidak diizinkan mencintai dan dicintai?

Apa dia tidak boleh memiliki harapan?

Apa dia memang pembawa sial?

Aku memang pembawa sial.

Nania menunduk, bibirnya membentuk senyum pahit ketika menyadari bahwa perkataan keluarganya benar.

"kamu membawa kesusahan! Harusnya ibuk dan bapak udah nggak mikir apa -apa lagi!"

Nania merasakan sakit didadanya. Napasnya terasa berat dan sesak saat perkataan ibunya tanpa sadar kembali memasuki telinganya. Airmatanya mengalir kembali bersamaan dengan suara tangisnya yang muncul. Maudy yang sama sedihnya memeluk sang menantu dengan sayang. Menenangkan Nania dengan mengelus punggungnya.

Semua orang yang ada disana merasakan hal yang sama seperti Nania. Mereka juga tak siap jika ada kabar terburuk yang akan sampai.

"Sayang, kamu kenapa?"

Nania mengangkat kepalanya dengan tangis yang masih ada. Dia mendengar suara suaminya! Di ujung matanya dia melihat suaminya berdiri dengan wajah khawatir. Tangisnya pecah. Rasa lega, sedih, bahagia bercampur menjadi satu.

Memandang sosok yang semakin mendekatinya dengan penuh harap. Ia harap ini bukan sekedar halusinasinya. Ia harap sosok yang kini sudah berlutut dihadapannya adalah sosok nyata yang selalu memeluknya dan memberikan kasih tanpa batas padanya.

Ya Tuhan. Nania harap ini nyata...

***

Nania tersentak bangun dari tidurnya. Ia duduk dengan cepat, mengabaikan rasa pening di kepalanya. Matanya melihat ke sekeliling ruangan.

Ini kamarnya. Rasa kosong dan sedih dihatinya kembali.

Kembalinya Fathan hanya mimpi saat ia kembali pingsan.

Nania memeluk lutut, menenggelamkan wajahnya disana. Siapapun yang mendengar tangis wanita itu, pasti akan merasakan sedihnya.

Kenapa Tuhan memberi mimpi yang sangat nyata jika kenyataannya sepahit ini?

Ceklek-

Nania menengok ke arah pintu kamar yang terbuka. Matanya yang basah membulat Melihat sosok yang dia mimpikan memasuki kamar dengan kaus hitam dan celana krem selulut.

Nania membulatkan matanya sedetik, lalu tersadar. Matanya yang sayu menatap sosok yang berjalan mendekati ranjangnya dengan harap. Mungkin harapannya akan kembali jatuh, tapi dia tak mengalihkan sosok yang juga menatapnya lekat itu. Kesadarannya kembali ketika merasakan sentuhan ditangannya. Air matanya menetes, tanpa suara ia menangis haru.

Ia mengambil tangan besar yang meraih tanggannya, menggenggamnya dengan kedua tangan.

"Aku kira ini mimpi..." Ia menyentuhkan tangan itu ke pipinya. merasakan kehangatan yang menjalar dari sana.

"Aku disini, sayang," Fathan mengelus sebelah pipi Nania dengan tangannya yang bebas lalu membawa Nania ke pelukannya. "Aku baik-baik saja."

Dari pelukan erat yang ia dapatkan, Fathan mengerti bagaimana Nania tidak ingin kehilangan dirinya.

Dari tangis dan air mata Nania yang ia lihat, Fathan tahu bahwa perempuan dihadapnnya ini menyayanginya.

Mungkin ini akan terdengar keterlaluan, tapi tangis Nania kali ini benar benar membuat keraguan hatinya menghilang. Bagaimana kacaunya Nania kali ini membuatnya merasa menjadi lelaki yang utuh, baik dari fisik maupun hatinya.

Dekapannya semakin erat, seakan tak membiarkan jarak menghalanginya lagi

"Aku disini, Sayang."

***

To Be Continue

2U (To YOU) (ON HOLD)Where stories live. Discover now