EMPAT

12.4K 704 3
                                    

Fathan

***

Fathan masih berada di depan pekarangan rumah Nania. Dia masih merasa ada yang janggal dengan kelakuan Nania. Dimana Nania dengan enggan pulang kerumahnya sendiri.

Fathan menajamkan mata saat melihat Nania ditarik oleh wanita yang sudah berumur, mungkin ibunya. Fathan keluar dari mobil, memperhatikan Nania yang sepertinya sedang beradu mulut dengan wanita itu. Fathan masih bisa mendengar percakapan mereka, walaupun samar-samar.

Rahang Fathan mengeras. Ini lebih buruk daripada yang dia alami. Dulu ia anak tunggal, sehingga ia tak pernah merasakan iri karena orangtuanya lebih menyayangi saudaranya. Sedangkan Nania harus mengalah pada kedua kakaknya.

Tangan Fathan mengepal tanpa disadari saat mendengar wanita yang dipanggil ibu oleh Nania itu mengatakan kalau Nania harus menikah untuk membayar hutang keluarga. Ibu macam apa yang tega menjual anaknya?

Fathan sudah tak bisa melihat ini. Nania masih butuh sekolah, jalannya masih panjang. Tak seharusnya ia mendapat perlakuan seperti itu.

Dugaan Fathan memang benar. Nania memiliki masa masa yang sama dengannya, bahkan lebih sulit. Dibalik sikapnya yang ceria dan suka melucu, ada kesedihan yang ia sembunyikan.
Dari awal Fathan sudah merasakan ada yang berbeda dengan Nania. Apalagi saat mereka berdebat di kelas. Sangat ketara dimata Nania kalau ia begitu sedih, namun ditutupi dengan apik oleh gadis itu.

Nania itu satu-satunya perempuan yang bisa membuatnya tertawa. Bahkan di hari pertemuannya yang pertama, Nania sudah bisa membuat Fathan merasakan senang, sedih, dan kesal. Padahal Fathan adalah orang yang baik dalam mengontrol emosi. Ia juga paling irit tersenyum, apalagi tertawa. Namun Nania bisa membuatnya tertawa dengan mudah.

Dengan langkah besar Fathan menghampiri Nania dan ibunya. Entah mendapat hidayah dari mana, ia merasa ia harus menolong Nania.

"Saya yang akan membayar hutang itu," kata Fathan. setelah berada di samping Nania, membuat dua perempuan itu menatapnya kaget. Fathan dapat melihat dengan jelas airmata Nania meskipun hari sudah cukup petang. Apalagi saat gadis kecil itu menoleh ke arahnya. Matanya melotot tak percaya karena kehadiran Fathan. Perasaan Fathan seperti tercubit ketika melihat airmata Nania meleleh.

"Hei! Anak muda! Siapa Kamu berani sekali ikut campur?!" Ibu Nania geram, ia tidak suka ada orang yang ikut campur urusannya. Apalagi orang asing.

"Saya mengenal Nania. Saya yang akan membayar hutang itu!" Tegas Fathan, sedangkan Nania mencoba untuk menghentikan Fathan dengan menarik lengan pria itu. Namun Fathan bergeming.

"Saya tidak berminat gali lubang tutup lubang, nak! Dan Nania tetap akan menikah dengan Pak Hermawan!" Tegas ibu Nania.

"Baik kalau itu mau Anda! Saya yang akan menikahi Nania dan membayar hutang itu! Saya akan bertanggungjawab untuk hidup Nania!" Ucapan Fathan seketika membuat Nania membulatkan mata. Bagaimana mungkin Fathan mengatakan itu disaat ia ingin lepas dari permintaan ibunya?

"Engga! Aku ngga mau menikah!" Nania menolak keras, ia masih ingin sekolah, bukannya menikah. Ia sampai berteriak.

Mendengar suara teriakan Nania, orang-orang yang ada di dalam rumah pun berhambur keluar mendatangi Nania. Ada 3 orang yang memakai baju hitam, salah satunya memakai cincin yang begitu banyak di jarinya. Fathan yakin itu bosnya, sedangkan dua orang lagi berbadan besar berwajah sangar. Dan seorang lelaki berpakaian rumahan yang kelihatannya gelisah. Pasti ayahnya.

"Memangnya anak bau kencur sepertimu bisa membayar hutang keluarga kami?" Tantang ibu Nania pada Fathan.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata, Fathan mengambil cek yang selalu disimpan dalam dompetnya. Kemudian menyerahkan cek bernominal dua ratus juta itu pada Ibu Nania.

2U (To YOU) (ON HOLD)Where stories live. Discover now