ENAMBELAS

9.1K 532 3
                                    

Berkunjung

***

Tangan Nania mendingin. Rasanya Sudah lama sekali ia tak merasakan perasaan seperti ini. Terakhir kali ia merasakan ini adalah saat Fathan dan orangtuanya datang dan meminta dirinya pada orangtuanya.

Di kursi kemudi, Fathan yang bisa merasakan kegelisahan istrinya menggenggam tangan gadis itu. Mengatakan ahwa tidak akan terjadi apa-apa. Mengatakan bahwa gadis itu tidak sendiri. Ada dia di sampingnya.

Sesampainya di pekarangan rumah bergaya joglo itu, mereka turun dan mengetuk pintu. Dalam hati Nania berdo'a agar kunjungan ini lancar dan tidak ada tarik urat antara satu sama lain.

Pintu terbuka menampilkan sosok Anis dengan kaos rumahan dan celana training selutut.

"Eh, Nania sama mas Fathan. Mari Masuk," mata Anis hanya menatap Nania sekilas dan selebihnya menatap suami dari adiknya yang begitu tampan menurutnya.

Anis mempersilahkan Fathan duduk di ruang tamu sedangkan dirinya pamit memanggil orangtuanya yang ada di ruang belakang. Nania sendiri juga ikut masuk lebih dalam ke rumah untuk menemui orangtuanya.

"Masih inget rumah?" Anis dengan nada sarkasnya bertanya pada Nania yang berjalan dibelakangnya. "Gue kira udah lupa karena udah jadi orang kaya."

Nania diam. Dia tidak ingin membuat keributan disini. Ia segera mendekati kedua orangtuanya yang sedang duduk menonton televisi. Mencium tangan mereka satu per satu.

"Bu, pak, saya kesini sama mas Fathan. Dia ada di depan." Ujarnya. Dia adalah seorang anak yang tetap harus menghormati orangtua, meskipun ia diperlakukan dengan buruk.

Mereka berdua segera menghampiri Fathan setelah menanyakan kabar Nania dan Nania mengungkapkaan tujuan kedatangannya. Sedangkan Nania pamit ke kamar lamanya untuk mengambil barang-barangnya, setelah ia mengambil box kosong di mobil Fathan.

"Lo itu harusnya nggak nikah sama dia!" Nania menghentikan kegiatannya mengamati sebuah kotak yang berisi beberapa barang dan Menoleh pada sumber suara. Anis berdiri disana, bersandar pada kusen pintu kamarnya.

"Apa maksud mbak?"

"Harusnya yang nikah sama Fathan itu gue! Bukan lo!" Telunjuknya menunjuk tepat pada wajah Nania. "Lo itu harusnya sadar! Dasar pembawa sial!"

Nania menahan napasnya. Genggamannya pada kotak itu menguat tanpa disadarin. "Aku bukan pembawa sial mbak!" Tegas gadis itu.

Anis tertawa sinis. Ia tidak takut berdebat dengan Nania sekarang karena posisi kamar Nania yang berada di bagian belakang rumah, membuat percakapan mereka tidak mungkin didengar dari ruang tamu.

"Lo itu ngerebut semua yang gue.punya dan bikin orang lain susah! Sadar diri lo!"

"Maksud mbak apa?"

"Karena lo Mas Rizal nggak sayang lagi sama gue, ibu dan bapak juga! Lo juga ngerebut Abimayu dari gue!" Sentak perempuan berambut sebahu itu.

"Aku nggak ngerebut mas Bayu dari mbak Anis! Aku udah kenal mas Bayu duluan!" Bantah Nania.

Anis tersenyum miring, "Lo bisa bilang gitu. Tapi lo harus inget. kalo gara-gara lo Abimanyu pergi!"

2U (To YOU) (ON HOLD)Where stories live. Discover now