TIGA PULUH

9.5K 558 27
                                    

Cerita ini baru update lagi karena ternyata aku nggak bisa nulis terus selama ospek. Dan karena kemaren ospek aku udah selesai, maka dari itu hari ini aku update.
Happy reading yaa

***

Resah

***

Benar adanya memang kalau setiap apa yang kita lihat tak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya. Karena itu meskipun kita melihat suatu kejadian dengan mata kepala kita sendiri, kita juga harus mengonfirmasi hal yang kita lihat pada orang yang bersangkutan. Kalau tidak, mungkin kita bisa selamanya membuat kesimpulan yang salah sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Lagipula mendengar alasan orang lain bukan suatu hal yang sulit, kan?

Seperti halnya Fathan yang salah mengambil kesimpulan dari apa yang dia lihat dan malah beranggapan kalau pendapatnya itu benar membuat ia tersesat sendiri. Dia yang mengambil kesimpulan sendiri juga karena tersulut emosi membuatnya melakukan kesalahan fatal.

Sedari sebelum ia mandi perasaannya tak enak karena tanggapan Nania yang terkesan biasa saja dan semua terbukti hingga tengah malam ini. Istrinya yang sibuk dengan buku bacaan dan tak begitu menanggapi Fathan. Istrinya tidak marah. Itu yang dikatakan Nania tadi. Namun Fathan yakin istrinya ini lebih dari sekedar marah padanya karena pernyataan bodohnya tadi. Dan lebih bodoh lagi ia belum pernah menghadapi istrinya yang sedang marah.

Dia mengaku salah. Dan sudah ia akui dihadapan Nania, tapi istrinya itu hanya diam dan menyuruhnya segera mandi tanpa menghiraukan pernyataan maafnya.

Tolol memang karena sedari tadi ia hanya bisa duduk gelisah di samping Nania yang dengan santainya membaca buku tanpa bisa melakukan apapun. Dia merasa tercekik dengan diamnya Nania. Lebih baik ia dimarahi, ditampar atau dihajar habis-habisan daripada di diamkan dengan sikap tenangnya.

"Mas belum tidur?" Dengar! Bahkan ia berbicara dengan Nada santai padanya.

"Sayang, tampar aku." Ujar Fathan bersungguh-sungguh saat menatap mata Nania. Sedangkan yang ditatap malah mengangkat alis.

"Aneh kamu, mas." Ujar Nania geli. "Lebih baik kamu tidur, udah malem ini."

Kemudian Nania menaruh bukunya di nakas dan tidur dengan terlentang.

"Good night, mas."

"Aku merasa aneh karena kamu malah diam aja, sayang... Harusnya kamu marah, memaki aku, menghajar aku." Ujar Fathan pelan. Dia merangsek maju ke arah Nania. Menyusupkan lengannya untuk memeluk Nania dengan erat. Matanya terpejam saat ia menghirup aroma manis dari rambut Nania.

"Maafkan lelaki tolol ini karena sudah menyakiti kamu, sayang."

***

Pagi ini Nania bangun lebih awal dari biasanya, atau bisa dibilang ia tak tidur semalam karena rasa kantuk seolah memusuhinya setelah ia mendengar ucapan Fathan. Pagi ini pun ia tak melakukan apapun selain salat dan mandi. Ia bahkan hanya duduk di kursi bar menatap kepada Mbok Surti yang sedang memasak untuk sarapan.

"Ini, nya." Nania mengerjabkan matanya begitu segelas susu coklat sudah ada di hadapannya.

"Aku nggak minta mbok." Mbok Surti tersenyum kepada majikannya sebelum ia kembali fokus pada masakannya.

"Makanan dan minuman manis bisa menenangkan pikiran, nya. Saya memang ndak tau nyonya punya masalah apa, tapi sedari tadi jidatnya nyonya berkerut-kerut, nyonya juga cuma diam saja." Spontan Nania menyentuh keningnya.

"Kelihatan banget, ya, mbok?" Mbok Surti tersenyum tipis dan mengangguk. Sebagai orangtua,Mbok Surti cukup bisa memahami anak muda yang sedang memiliki masalah pribadi.

2U (To YOU) (ON HOLD)Where stories live. Discover now