TIGA PULUH TUJUH

6.1K 322 10
                                    

Selamat soree..
Hai hai..
Masih ada yang ingat cerita ini??
Maaf banget karena udah lamaaa banget nggak update. Dan nggak ada kabar jugaa karena ada urusan pribadi
Dannn... N bakal selesain cerita ini dalam waktu dekat
Jadiii jangan bosan baca dan jangan lupa kasih vote dan komentar kalian karena itu sangat membangun

Ps. Banyak narasi

Happy readinggg

***
Keberangkatan

***

Fathan menurunkan koper sedang dari atas almari. Malam ini ia berniat mengemas pakaiannya untuk pergi esok hari. Meskipun keberangkatannya agak sore, ia tidak mau terburu-buru menyiapkan kebutuhannya.

"Udah dibilang biar aku yang beresin masih ngeyel aja."

Nania bersedekap di daun pintu melihat suaminya membuka almari pakaian mereka. Dia memang sudah berjanji akan membereskan pakaian Fathan, hanya saja suaminya itu sepertinya takut kalau ia terlupa.

"Aku takut nanti ada yang ketinggalan, besok jadi buru-buru."

Nania melangkah mendekat ke arah Fathan, lalu menarik suaminya agar duduk di kursi rias miliknya. Dia mengambil alih kegiatan Fathan yang sedang mengemas pakaian.

Satu persatu potong baju ia masukkan kedalam koper, sambil mengira-ira jumlah baju yang cukup dipakai Fathan selama lima hari kepergian suaminya.

"Kamu besok berangkatnya kan sore, jangan buru buru gitu."

"Biasanya aku siap siap sendiri sayang."

Nania menggeleng, "Terus aku apa? Kamu pikir aku nggak akan nyiapin kebutuhanmu?"

Fathan menggaruk kepala belakangnya. Benar juga. Ada istrinya yang menyiapkan semua kebutuhannya. Seketika ia lupa kalau dia sudah memiliki istri.

"Biasanya aku siap siap sendiri, sayang. Kalau enggak dari sekarang, aku takut ada yang ketinggalan." Fathan melepas sandal rumahnya dan duduk bersila diatas meja kursi rias Nania yang cukup besar. Sebenarnya meja rias milik istrinya ini tidak bergitu berguna karena hanya diisi dengan bedak bayi, pelembab   bayi, minyak zaitun dan pembersih wajah, sisanya digunakan untuk menumpuk buku kuliah.

"Besok pun bisa aku siapin, mas." Nania berdiri mengambil tumpukan kertas dan map yang sudah disiapkan suaminya untuk dibawa. Kemudian ia memasukkannya ke tas punggung yang biasa dipakai Fathan untuk bekerja. Tak lupa ia memasukkan laptop kerja milik Fathan. Setelah semua selesai dia menaruh koper dan tas di samping almari baju mereka.

"Udah selesai." Istrinya begitu cepat. Tidak sampai 20 menit setelan dan berkasnya sudah dirapikan. "Sekarang kita turun, makan. Kasian mbok sama yang lain belom makan nunggu kita."

Fathan tersenyum dan bergegas berdiri menggandeng istrinya turun. Ia sempat lupa kalau pekerja dirumahnya tidak pernah mendahului mereka makan sekalipun sudah dipersilakan.

Malam itu, mereka menghabiskan waktu bersama setelah makan. Sedikit mencari angin mengelilingi kota mengendarai motor. Nania baru tau kalau ibu kota tidak pernah tidur. Banyak sekali manusia yang menghabiskan waktu untuk sekedar melepas penat. Pelukan tangannya di perut Fathan mengencang, sudah lama sekali dia tidak dibonceng seperti ini. Tidak terburu buru seperti saat dia dibonceng Gina.

***

Setelah Dhuhur Fathan sudah sampai di rumah. Ia segera mandi dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan ibadah. Tak lama Nania juga sampai dirumah, dia terlihat buru buru karena mobil Fathan sudah terparkir di garasi.

Memasuki kamar dia melihat suaminya sudah melipat sajadah keatas meja nakas. Mengucap salam ia masuk dan mencium tangan suaminya. Untung dia sudah salat dhuhur selepas kelasnya hari ini.

"Takut kamu nunggu lama." Nania sedikit cemberut. "Kamu bilang pulangnya agak sore."

"Pekerjaanku selesai lebih cepat. Kamu nggak suka aku sampai disini lebih cepat?" Fathan menggoda istrinya. Lucu sekali melihat Nania dengan rambut sedikit berantakan, wajah memerah dan cemberut khas milik istrinya. Dengan gemas ia mecium pipi bulat istrinya. Ya Tuhan dia bahagia sekali memiliki Nania.

Siang itu rumah mereka penuh orang, adik dan orang tua Fathan berkunjung untuk ikut mengantar Fathan ke bandara. Selain itu mereka juga berniat menjemput Nania yang akan tinggal dirumah mereka sementara waktu.

Mereka berangkat pukul 3 sore, beruntung jarak rumah Fathan ke bandara tidak terlalu jauh. Pesawat Fathan akan take off pukul 5 sore. Dengan penerbangan yang menghabiskan waktu 2-3 jam.

"Jangan telat makan, jangan begadang, jangan lewatin solat, kabarin aku kalau ada waktu luang." Begitu kira kira pesan Nania saat memeluk Fathan sebelum dia meninggalkan rumah.

Ya. Nania hanya bisa mengantarnya hingga depan rumah. Bukannya ingin egois, tapi rasa takutnya masih begitu besar. Dia masih keringat dingin saat memasuki area bandara. Dan dia tidak mau merepotkan orang lain.

Lima hari bukan waktu yang lama, kan?

Begitulah tanya Nania pada dirinya sendiri. Sebenarnya dia sedikit khawatir dengan kepergian Fathan. Entah kenapa akhir akhir ini dia susah berjauhan dengan suaminya.

Nania meyakinkan dirinya. Tak apa. Dia masih ditemani oleh mertua dan adik iparnya. Mungkin akan banyak pekerjaan di rumah mertuanya nanti.

Nania berangkat kerumah mertuanya bersama Airi yang sengaja diminta Fathan untuk menemani istrinya. Sedangkan kedua orangtuanya mengantar Fathan ke bandara.

Dia tau kedua orangtuanya menyimpan pertanyaan. Tapi dia hanya meminta mereka menjaga istrinya saat ia pergi. Sebenarnya ia yang ingin mengantarkan istrinya ke rumah orangtuanya, bersamaan dengan keberangkatannya ke bandara, tapi kedua orang tuanya menolak.

Hanya lima hari. Fathan menghela napas dikursinya. Kenapa berat sekali. Bahkan dia sudah merindukan istrinya.

Ah, begini ya rasanya harus berpisah. Padahal hanya sebentar, tapi ia begitu khawatir meninggalkan istrinya.

Fathan bersandar pada kursinya dan memejamkan mata.

Ini hanya sebentar.

***

Nania tersenyum samar. Malam ini ia tidur di rumah mertuanya. Tidak begitu buruk. Mertuanya sangat ramah dan menerimanya dengan baik. Ia pikir ia akan diperlakukan seperti dalam sinetron sinetron di televisi. Ternyata itu hanya ketakutan semata.

Pintu kamarnya diketuk saat ia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Kepala Airi menyembul di sela pintu yang terbuka.

"Kak," panggil gadis yang hanya terpaut satu tahun dibawahnya itu. "Aku tidur sama kakak ya?"

Nania tersenyum, "Masuk aja. Kita tidur disini nanti." Jawab Nania mengiyakan."

Nania senang sekali melihat Airi yang tak canggung padanya. Ia seperti memiliki saudara yang bisa ia jadikan teman sekaligus.

Airi langsung merangsek ke atas tempat tidur. Akhirnya ia punya kakak perempuan. Begitu mengetahui kakaknya menikah, ia begitu senang karena akan memiliki teman wanita. Jujur saja dia senang saat bisa berbagi cerita dengan Nania. Apalagi dengan jarak usia mereka yang tidak begitu jauh.

Ah, Nania tersadar. 

Sudah pukul delapan malam. Suaminya pasti sudah berada dihotel. Ia mengambil ponselnya di meja nakas Dan memulai obrolan video dengan Fathan sambil menempatkan diri di kasur.

***

Ada kemungkinan update dalan waktu kurang dari seminggu nih,  jadi vote yang banyak yaaa 💋💋

2U (To YOU) (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang