DUA PULUH SEMBILAN

8.4K 575 31
                                    

Semua Terasa Salah

***

Fathan menginjak pedal gasnya dengan kuat. Dengan lihai mobil yang dia membawa mobilnya menyelip dan membalap kendaraan lain. Bahkan ia sudah melangggar beberapa rambu lalu lintas, tapi ia tak peduli. Dadanya terasa nyeri karena jantungnya berdetak sangat kencang. Napasnya tak teratur. Bahkan tangannya yang mencengkeram kemudi erat-erat gemetar. Badannya menggigil.

Ini gila! Ya Tuhan, dia bukan lelaki brengsek. Tapi tadi dia..

Fathan menggeram marah. Ia segera keluar dan membanting pintu mobil saat sampai di halaman rumahnya. Melangkah dengan tergesa memasuki rumah tanpa menghiraukan pekerjanya yang menyapa. Tujuannya hanya satu.

Nania. Istrinya.

Dia membuka pintu kamar dengan kasar membuat Nania yang sedang membaca buku di kasur melonjak kaget. Untuk sesaat dia membeku mendapat pelukan yang tiba-tiba dari suaminya, namun tak sampai lima detik ia tersenyum kecil dan membalas pelukan Fathan. Tangan kecilnya mengelus punggung Fathan. Setelah merasakan Fathan lebih tenang, ia melonggarkan pelukannya namum tetap membiarkan kepala lelaki itu menyandar di bahunya.

"Ada apa, mas?"

Fathan diam. Matanya memejam saat ia menghirup aroma Nania dalam-dalam. Dia sudah berdosa pada istrinya. Apa ia akan mendapatkan kemarahan istrinya?

"Maaf."

Nania menarik tubuhnya. Mencari netra yang sedari tadi menghindari tatapannya. Kepala Fathan tetap menunduk meskipun Nania mencoba mengangkatnya. Nania menarik tangannya ke pangkuan. Matanya tak lepas memandangi wajah Fathan yang menunduk.

"Kamu melakukan kesalahan?" Fathan mengangguk.

"Apa?" Fathan mendongak. Nada suara istrinya yang tenang malah membuatnya resah.

"Sayang.."

"Kamu melakukan apa, mas?" Nania tau ada yang salah dengan tingkah Fathan saat ini.

"Sayang.. aku-" matanya bergerak gelisah. Dia tidak berani mengatakan kesalahannya. Sedangkan Nania masih menunggu. Tak ada tatapan menyalahkan ataupun menuduh dimatanya, ia hanya penasaran. "Aku tadi sama Frida... aku ke apartemennya."

Hanya itu yang sanggup ia katakan. Seluruh kata yang ia rapalkan serasa hilang saat menatap mata istrinya. Ia takut salah memilih kata yang mungkin akan menyakitinya.

Nania menahan napas beberapa detik. Ia tau kemana arah pembicaraan ini. Tak perlu membuat Fathan menjelaskan secara rinci, ia paham.

"Kalian berdua? Sudah sampai mana?" Dia masih tenang. Setidaknya ia harus tau bagaimana ia harus bersikap setelah mendapat jawaban.

"Aku terbawa suasana. Tapi kami nggak melakukan apapun. Aku langsung pulang begitu aku sadar ada yang mengganjal di pikiranku."

"Tapi bibir kamu merah." Iya. Nania tidak rabun, dia menyadari bibir suaminya yang memerah bahkan sampai melewati bingkai bibirnya.

Fathan mengulum bibirnya seakan takut ketahuan. Padahal Nania sudah menyadarinya. Ia tersudut disini padahal ia tidak melakukan apapun di apartemen Frida. Mungkin benar, ia terbawa suasana saat ia begitu emosi dan Frida seakan membuka pintu untuknya melampiaskan emosi. Ia kalap saat mencium Frida. Dan lebih bodoh lagi saat ia mengiyakan ajakan Frida untuk menginap, ia hanya mengikuti wanita itu saja. Namun kesadaran menghantamnya saat ia menunggu di ruang tamu ketika Frida yang sedang mandi. Dia mengingat wajah sembab Nania. Sehingga ia menyambar kunci mobil dan jas-nya dan tanpa pamit meninggalkan apartemen Frida.

2U (To YOU) (ON HOLD)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora