MiraTelli

76 2 1
                                    

Kepalanya tertunduk, peluh menetes membanjiri kulit hitamnya. Dadanya mengembang lalu mengempis dengan cepat. Sesekali dia menyeka jidatnya lalu kembali menatap bola yang sudah berselimut debu.

Namanya Balotelli, Mario Balotelli. Dia murid pindahan dari Italia. Di hari pertama dia pindah seluruh sekolah heboh. Ya, sekolah kami memang jarang kedatangan murid asing, bahkan mungkin Mario satu satunya.

Suara dentuman kembali terdengar. Setelah cukup Istirahat kaki Mario kembali menendang bola ke arah dinding kosong, lagi dan lagi.

Semenjak pindah Mario selalu berada di sini, di belakang gedung timur sekolah, menendang bola ke dinding yang tidak membalas. Dia melakukan itu terus menerus. Pagi sebelum kelas dimulai, saat jam istirahat bahkan menjelang matahari terbenam seperti sekarang.

Kenapa dia tidak bermain dengan anak-anak yang lain? Apa perbedaan bahasa jadi kendala? Atau warna kulitnya? Entahlah.

Langit mulai gelap, suara dentuman dari bola yang menghantam dinding juga mulai melemah. Mario menghampiri bola miliknya dan membawanya pergi meninggalkan area sekolah. Dari kejauhan aku hanya bisa melihat punggungnya, perlahan menjauh hingga akhirnya menghilang di kegelapan.

******

Sudah seminggu dan Mario masih melakukan hal yang sama dan bodohnya aku masih terus melihatnya dari kejauhan. Yah tapi tidak apa, hal ini jauh lebih menyenangkan daripada pelajaran Fisika dengan guru killer nan perfectionist. Hanya karena sekolah ini langganan olimpiade mereka menganggap semua murid harus pintar dalam Fisika. Sungguh tradisi aneh.

Dua pemandangan yang cukup berbeda, di depanku ada Mario yang masih menendang bola melawan dinding, sementara di ujung sana ada sekelompok anak laki-laki yang berlarian sambil bermain bola. Yah memang tempat ini agak tersebunyi, wajar kalau para anak laki-laki itu tidak melihat kami. Mereka harus melewati gang kecil yang tercipta di antara dua gedung.  Yah kurang lebih seperti itulah, kalian bisa bayangkan sendiri.

Kupingku seperti sudah terbiasa dengan suara yang dihasilkan dari tendangan Mario. Bahkan Beberapa kali mataku terasa berat, seolah-olah terhipnotis oleh suara dentuman repetitif dalam tempo yang konstan itu. Yah sepertinya tidak masalah kalau tidur siang sebentar.

Saat akan memasuki alam mimpi, tiba-tiba langit sekitar berubah gelap. Aku yang tersadar langsung melihat bayangan seseorang di kaki ku. Perlahan-lahan aku mengangkat kepala sambil sesekali menelan ludah dan berdoa agar hal yang kutakutkan tidak terjadi.

Kepalaku sudah mendongak pada titik maksimal. Di sana terlihat wajah yang familiar, seorang pria berkulit hitam dengan potongan rambut mohawk segaris lengkap dengan bulir kelingat yang membasahi wajahnya. Ya, Mario berada tepat di depanku.

Aku hanya bisa terdiam, jantungku berdetak sangat kencang. Di kepalaku aku sudah berteriak keras sekeras-kerasnya namun pada nyatanya mulutku hanya menganga.

Pandangan kami bertemu.

Aku menatap matanya dalam...

Dia menatapku dengan tatapan datar tanpa emosi...

Waktu seakan-akan berhenti, padahal kami tidak saling kenal, tapi kenapa aku merasa sangat malu seperti ini?

Akhirnya Mario menunduk dan mengambil bola yang sedari tadi berada di sebelahku. Tanpa ada kata-kata yang terucap, dia berbalik membelakangiku dan kembali melanjutkan rutinitasnya.

Aku langsung terduduk di tanah, kakiku lemas seperti agar-agar. Kucoba untuk menarik nafas perlahan agar kembali tenang. Sungguh momen yang sangat aneh.

Setelah cukup tenang aku melihat ke ujun gang. Dari sana ada dua anak lelaki yang datang mengejar bola yang melayang ke arah Mario. Dengan Sigap Mario menahan bola itu di kakinya. Kedua anak itu terlihat membungkuk mengucapkan terima kasih. Sepertinya mereka sedikit takut melihat postur Mario yang jauh lebih tinggi dari mereka.

Setelah bertukar kata-kata dua pria itu mengajak Mario untuk bergabung dengan mereka. Mario yang nampak enggan sepertinya tidak bisa menolak karena dua anak laki-laki itu menarik tangan Mario untuk mengikuti mereka.

"MARIO SEMANGAT!!!!!"

Tanpa sadar teriakan itu keluar. Reflek aku langsung menutup mulut sambil berharap dia tidak mendengar suaraku.

Sialnya Mario berbalik dan melirik ke arahku. Sepersekian detik kami saling menatap hingga akhirnya Mario mengikuti dua orang anak laki-laki yang menariknya.

Ah sial, apa mungkin aku menyukainya?

******

Kini Mario sudah tidak pernah lagi menendang bola sendirian. Anak-anak yang lain mulai akrab karena Mario memilik skill bermain bola yang luar biasa. Semua anak laki-laki saling berdebat agar Mario bisa satu tim dengan mereka.

Mario juga terlihat tak lagi terkendala dalam berkomunikasi. Aku melihatnya bercanda dengan beberapa teman ditengah-tengah aktivitasnya bermain bola.

Yah sepertinya aku juga harus bisa memberanikan diri untuk berkenalan. Kalau Mario yang orang asing saja tidak lagi merasa segan, kenapa aku harus merasa seperti itu? Ya pokoknya kali ini aku harus menyapa Mario.

Aku berjalan ke arah Mario yang tengah duduk bersama dua temannya. Mereka terlihat saling berbagi air mineral untuk membantu mengatasi dahaga setelah bermain bola.

Kucoba untuk mengatur nafas demi mengumpulkan keberanian, hingga akhirnya aku berada tepat di belakang tubuh besar Mario.

Kuulurkan tangan ke arah Mario. Beruntung dia sedang duduk jadi aku tidak perlu melompat-lompat hanya untuk menepuk pundaknya. Setelah beberapa usaha yang diabaikan, Mario akhirnya berbalik dan menatapku dengan tatapan yang familiar, tatapan datar tanpa emosi dan terasa menembus diriku.

******

"Woi!" Ucap seorang anak laki-laki sambil menepuk pundak anak berkulit hitam di sebelahnya.

Temannya yang sedari tadi melihat ke arah belakang langsung tersentak dan menatap orang yang mengagetkannya

"Ah enggak, tiba-tiba aku merinding, kayak ada yang nepuk pundakku," ucap si pria kulit hitam, Mario.

"Wah gawat kayaknya kamu kebanyakan main di gedung belakang deh, gossipnya di situ ada hantunya." satu anak laki-laki mencoba menirukan hantu dengan mengangkat kedua tangannya.

"Ah serius? Pantes waktu aku sering di sana perasaan kayak ada yang ngeliatin terus." Mario mengerutkan dahinya.

"Katanya itu hantu salah satu murid sekolah kita, namanya Mira apa Amirah gitu, dia lompat dari lantai 6 gara-gara stress dipaksa ikut olimpiade fisika sama orang tuanya." Jelas Anak laki-laki yang duduk di sebelah Mario.

Mendengar hal itu Mario terdiam. Dari tempatnya berasal memang cukup mempercayai hal-hal berbau spiritual seperti ini.

"Yaudahlah daripada ngomongin gosip hantu gajelas mending lanjut main aja yuk."

Akhirnya Mario dan dua temannya kembali berlari menuju lapangan untuk bergabung dengan anak-anak yang lain.




-Fin-

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pojok Ambigu Otak KananWhere stories live. Discover now