Captain

538 10 0
                                    

Sebuah foto terpampang di meja belajarku. Foto sepasang manusia, sepasang manusia yang sedang tersenyum bahagia, mereka saling merangkul mesra layaknya dua sejoli yang sudah di pertemukan oleh waktu untuk menjadi pasangan hidup. Rindu, itulah yang kurasakan setiap kali mata ini tertuju pada foto itu, mereka adalah orang tuaku yang sudah lama pergi, pergi meninggalkan dunia ini, menuju tempat yang lebih baik.


Sedih, hal yang sudah menjadi makananku sehari hari, mengingat banyak orang lain yang masih bisa merasakan kasih sayang dari orang tua mereka. Menghabiskan waktu di akhir pekan, sekedar makan bersama di luar rumah atau hanya menerima sebuah pesan singkat yang mengingatkan agar sampai di rumah tepat waktu, aku hampir lupa kapan terakhir kali aku merasakan hal hal semacam itu.

Orang tuaku tewas karena sebuah kecelakaan lalu lintas, sebuah kelalaian manusia lain menjadi penyebab mereka sudah tidak lagi berada di antara kami. Menangis, mungkin mereka bilang menangis bisa membuat perasaanmu kembali lega, sesekali aku memang ingin melakukan itu tetapi aku tidak bisa, ya tidak bisa.

"Kaaaaaak~ ayo bangun sarapannya udah siap"

"Iya, bentar lagi"

Suara seorang gadis terdengar dari balik pintu kamarku. Gadis yang jadi alasan mengapa aku tidak bisa menangis atau lebih tepatnya tidak boleh. Aku berjalan keluar kamar, menuju asal suara itu. Di sana terlihat seorang gadis berambut panjang, hitam pekat, itulah warna rambutnya, poninya sedikit menyamping, menutupi sebagian dahinya, seorang gadis yang lebih muda dariku.

"Ayo kak duduk sini, ntar nasi gorengnya keburu dingin"

Aku hanya tersenyum dan melakukan apa yang dia suruh. Dia adalah Andela, Andela Yuwono, dia adikku satu satunya, salah satu sumber semangatku satu satunya hal berharga yang dititipkan oleh kedua orang tuaku. Apapun yang aku alami atau yang kami alami, aku harus selalu terlihat kuat di depannya karena aku adalah seorang kapten, kapten yang bertanggung jawab membawa para awaknya untuk mengarungi lautan yang bernama kehidupan dengan selamat.

Kami berdua tinggal di rumah peninggalan orang tua kami. Yah beruntung kami masih memiliki tempat untuk berlindung dari panas ataupu hujan. Andela masih bersekolah sementara aku ? aku hanya seorang mahasiswa berumur 21 tahun yang mencoba menyelesaikan kuliahnya secepat mungkin sembari bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan kami. Terdengar klise tapi memang itulah kenyataannya.

"Ok,makasih makanannya, seperti biasa nasi goreng bikinan kamu emang juara" Aku mengantarkan piring bekas makanku tadi menuju tempat cuci piring.

"Hehehe, siapa dulu dong yang masak" Dia membanggakan dirinya, terlihat sangat lucu. Aku mengusap kepalanya dan sepertinya dia menyukai itu.

"Baiklah sekarang saatnya laporan untuk kegiatan hari ini" Aku bersikap layaknya seorang komandan yang memerintahkan bawahannya.

"Siap !, Sekolah, Beres beres rumah, dan jangan pulang terlalu larut" Andela berada dalam posisi siap.

"Baiklah, Laksanakan !"

"Aye aye, kapten" Dia memberi hormat padaku

Yah seperti itulah keseharian kami, aku sebagai kapten kapal dan dia adalah kru kapalku. Mungkin terdengar aneh, tapi kami berdua sudah sepakat menganggap bahwa kami adalah pelaut yang sedang berjuang mengarungi kerasnya lautan, lautan yang bernama kehidupan.

Waktunya berangkat, aku berjalan menuju rak sepatu yang berada dekat pintu keluar. Kuambil sebuah sepatu dari sana, sebuah sepatu yang sudah lusuh, warnanya juga mulai pudar, beberapa tambalan menghiasi beberapa bagian dari sepatu itu, namun hal hal seperti itu tidak sedikitpun mengurangi kegunaan dari sepatuku. Oke sekarang aku sudah siap.

Pojok Ambigu Otak Kananحيث تعيش القصص. اكتشف الآن