Aku Siapa?

117 11 0
                                    


Kali keempat aku mengeluarkan telepon genggam dari dalam saku. Tidak ada dering, ataupun notifikasi. Hanya layar dengan sembilan titik simetris dimana aku harus menggambar sebuah pola untuk bisa mengakses seluruh fitur benda tersebut. Kenapa menunggu bisa semenyebalkan ini?

Ramai, beberapa orang berlalu-lalang. Kebanyakan berpasangan, tak jarang juga dalam bentuk kelompok kecil. Kubuka fitur kalender di telepon selular. Ah, pantas saja, ternyata ini hari sabtu.

Ini bukan pertama kalinya aku berada di teras cafe ini. Bahkan menu yang kupesan tak berubah, sebuah kopi hitam dengan sedikit gula yang kini tak lagi mengeluarkan uap. Aneh, entah kenapa baru kali ini aku menyadari keramaian yang hanya beberapa langkah dari tempatku sekarang. Apa mungkin karena saat ini aku sedang sendirian?

Biasanya ketika rasa bosan mulai menyerang, aku akan mulai menyelipkan sebatang rokok, sebuah kegiatan kecil merusak paru-paru untuk sekedar menghilangkan rasa 'kosong' yang mulai merengkuh diriku hangat. Sayang aku sudah tak melakukan kebiasaan merusak itu seminggu belakangan. Selain karena alasan kesehatan, dirinya juga tak menyukai aroma dari hasil pembakaran lintingan tembakau tersebut.

Lucu.

Bagaimana mungkin seseorang bisa membuatmu tak sadar dengan keadaan sekitar?

Lucu.

Bagaimana mungkin seseorang mampu membuatmu berubah tanpa harus berucap?

Logika tak lagi mendominasi, beberapa hal tanpa landasan teori, tanpa penjelasan ilmiah kini mulai bisa menyusup ke dalam diriku. Cemas, senang, hal-hal semacam itu yang terasa hangat sekaligus pilu pada waktu yang bersamaan, hal-hal yang tak diterima oleh otak namun membuat hati senang tak karuan.

Bagaimana mungkin secepat itu kau lupa akan air matamu yang jatuh saat itu?

Apa kau malu karena aku pernah menyentuhmu?

Entahlah, aku tak pernah mengerti misteri akan misteri yang ada di balik sang waktu. Satu hal yang aku tahu, malam menuju minggu tak pernah sesepi ini.

Mungkin waktu itu aku hanya tak bisa menemukan perbedaan antara tulus dan bodoh.

*****

"Gimana progress tugas kita?" ucap seorang laki-laki berambut hitam yang tengah memegang sebotol air mineral di tangannya.

"Yah masih setengah jalan, deadline-nya minggu depan kan?" jawabku sambil memasukkan beberapa materi kuliah yang sudah di fotokopi.

"Yaudah, hari ini senggang gak? Kita kerjain yuk, biar gue calling yang lain."

"Bebas sih, biar pas malem minggu bisa santai gitu hahaha." aku bangkit lalu menggantungkan ranselku di punggung.

"Sip, nongkrong di koridor aja deh sambil nunggu."

Aku hanya mengangguk dan kami berdua pergi meninggalkan kelas sebagai orang terakhir. Sebenarnya aku bukan tipikal mahasiswa yang betah berlama-lama di dalam kelas, mencoba mengulang materi ataupun membaca buku sambil mendengar musik layaknya pria-pria yang mendapat label cool dari para wanita, tidak sama sekali. Kali ini aku tinggal lebih lama karena mendapat tugas khusus dari sang dosen, tugas khusus untuk mahasiwa yang datang terlambat.

Aku diharuskan untuk memfotokopi materi kuliah minggu depan untuk seluruh kelas. Sebenarnya bisa saja aku kabur seandainya sang dosen tidak kersa kepala menunggu di kelas untuk memastikan aku menjalankan tugas khusus tersebut. Beruntung masih ada seseorang yang mau bersamaku hingga selesai, ya, pria yang berjalan bersamaku, sang ketua kelompok yang selalu mencanangkan gaya hidup sehat.

Pojok Ambigu Otak KananHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin