Can of Coffee

312 9 0
                                    

Hampir 6 jam aku duduk di depan layar komputer yang menampilkan sebuah lembaran putih bersih tanpa noda. Aku hanya terpaku melihat lembaran itu, berusaha menggali setiap ide yang ada di dalam otakku dengan tujuan agar aku mampu menuliskan sesuatu yang menarik untuk dinikmati oleh orang banyak.Sebenarnya aku sudah mulai lelah melakukan ini, dan tadinya lembaran itu tidaklah putih bersih seperti sekarang. Berkali kali aku menuangkan setiap ide yang dibalut dengan imajinasiku yang bisa dibilang masih bekerja dengan cukup baik. Entah kenapa selalu saja ada kendala yang menghalangiku untuk menyelesaikan karyaku ini. Mulai dari ide yang tiba tiba stuck dan sulit untuk kukembangkan, atau cerita yang kuanggap tidak menarik dan terkesan terlalu mengada ada, jika aku menganggap cerita yang kutulis tidak menarik bagaimana dengan orang orang yang akan membacanya nanti ? ya karena beberapa kendala itu aku kembali menghapus noda noda di lembaran itu, membuatnya kembali terlihat polos hingga saat ini.


Beberapa artikel yang kubaca di internet mengatakan bahwa yang kualami ini adalah hal yang biasa, bukan hanya aku saja yang mengalaminya tetapi beberapa penulis ternama di luar sana juga pernah merasakan apa yang aku alami. Yah aku tau itu, tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang salah, entah apa itu. Padahal dulu aku cukup lancar menuliskan setiap ide ideku, mulai dari kisah romansa yang mainstream hingga beberapa cerita dengan twist yang kubuat hanya untuk sekedar kepuasanku tersendiri. Memang beberapa ceritaku sebelumnya ada juga yang cukup mengada ngada tetapi entah kenapa semua itu terasa pas, berbeda dengan saat ini.Ah aku menyerah, mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menciptakan suatu karya.


Kumatikan komputer yang sudah menyala cukup lama dan mengambil jaket baseball yang tergantung di balik pintu, warnet, itulah tujuanku sekarang.


"Mau main berapa jam bang ?"


"6 Jam aja"


" 12 ribu bang"


Kuambil selembar uang dua puluh ribu dari dompetku dan memberikannya kepada operator yang sedang bertugas. Aku berjalan menuju salah satu komputer setelah menerima kembalianku dan menyalakannya.


"Wiihh udah lama gak nongol, tumben main lagi di mari" Ternyata salah satu temanku sedang menggunakan komputer di sebelahku.


"Iya nih lagi bosen aja di rumah" Aku langsung duduk dan segera membuka salah satu game kesukaanku.


"Bareng ?"


"Boleh, lagian dua orang kampret belom dateng padahal mau maen basket basketan"Tawa renyah terdengar dari mulut temanku itu.


Bisa dibilang sudah cukup lama kami tidak main game bersama, sebenarnya ada 1 orang lagi namun kali ini dia sudah kuliah di luar kota dan sepertinya dia tidak online dalam friend list ku. Tiba tiba aku mengingat kembali masa masa di mana kami sering main bersama, masa di mana kami menghabiskan hampir sebagian besar waktu yang kami miliki untuk sekedar bermain game. Berbagai macam game pernah kami mainkan bersama, mulai dari yang bertema perang, RPG, hingga strategi. Bisa di bilang game menyatukan kami, menghilangkan setiap perbedaan yang ada. Suku, agama dan ras bukan lagi hal yang membatasi pertemanan kami, selama kami bersenang senang semua itu tidak lebih dari omong kosong yang tidak berarti.


Namun sekarang semua berubah, kekuatan waktu tidak dapat kami bendung. Salah satu dari kami sudah membuat game room sendiri dirumahnya, dia yang sekarang berada di sebelahku, dan yang satu lagi sudah berhasil menembus salah satu universitas terkenal di kota pelajar, dan aku masih setia menikmati jasa warnet sembari berusaha menyelesaikan kuliahku. Tapi itu bukanlah masalah besar, meskipun intensitas pertemuan kami berkurang tapi kami masih tetap berteman baik. Pada saat liburan kami selalu menyempatkan untuk bermain bersama, ya karena pada saat itulah kami bertiga bisa berkumpul untuk sekedar melepas candu dan mengingat masa masa indah yang pernah terjadi.

Pojok Ambigu Otak KananWhere stories live. Discover now