Gelap

142 12 0
                                    

Apa sebenarnya esensi dari menendang kaleng kosong saat sedang berjalan? Meredakan amarah? Menunjukkan betapa putus asanya dirimu? Atau apa? Karena meskipun sekarang aku berkali-kali melakukannya, meskipun benar aku putus asa, rasa kesal yang kurasakan tak kunjung reda malah sepertinya rasa itu semakin mengganggu.

Sekarang aku resmi menjadi seorang pengangguran, lagi. Beberapa waktu lalu Pak manager menyematkan gelar itu padaku. Sebenarnya dia orang baik, semua karyawan menghormatinya, termasuk aku. Ramah, berkharisma, dan tak pernah merendahkan orang lain, ciri-ciri atasan yang didambakan semua orang. Aku yang baru bekerja dua minggu di sana langsung merasa betah, namun takdir sepertinya tak menginginkan aku terlalu lama menjalin kerja sama dengan beliau.

Semua karena seorang pelanggan menyebalkan, bukan yang pertama tapi dia yang paling menyebalkan. Seorang wanita sosialita, individu yang sebagian besar jadwalnya dipenuhi dengan menghadiri arisan, sosok menyebalkan yang bangga pada barang-barang imitasi di badannya, bahkan aku meragukan bentuk wajahnya itu asli atau tidak.

Mungkin aku belum cukup terlatih untuk bekerja di bawah tekanan. Suasana restaurant sedang ramai saat itu dan jumlah pegawai yang sedikit benar-benar memperkeruh suasana. Aku yang biasanya hanya duduk di meja kasir terpaksa harus ikut melayani para tamu, berinteraksi dengan orang asing yang sedang lapar. Awalnya semua berjalan lancar, meskipun staminaku terkuras dua kali lebih cepat dari biasanya, tapi situasi tersebut bisa kami atasi.

Namun semua tak ada yang abadi bukan? Bahkan hal baik sekalipun jika sudah waktunya akan berubah menjadi buruk. Seorang wanita datang bersama dua temannya, dari penampilannya mungkin seumuran dengan ibuku mungkin sedikit lebih muda, mereka berjalan menghampiri aku yang tengah beristirahat sejenak di dekat kasir. Mereka meminta satu meja yang berada di sudut ruangan dekat dengan aquarium yang berisi ikan-ikan hias berharga cukup mahal. Aku berusaha untuk melayanin mereka sebaik mungkin, mencoba mengatakan jika meja itu sudah ada yang menempati karena nyatanya memang seperti itu karena beberapa saat lalu aku baru mengantarkan pesanan ke sana.

Mungkin binatang liar lebih beretika, mendadak wanita itu marah, mencaci dan mulai berteriak. Dia bersikeras ingin duduk di sana, mengatakan jika dirinya merupakan pelanggan tetap, bahkan dia tidak perduli jika aku harus mengusir dua orang pasangan yang tengah menikmati santapan mereka.

Seluruh mata memandang ke arahku, namun tak ada yang bertindak, bahkan ketika kau berusaha membela hak orang lain tak ada satupun yang datang membantu. Suasana makin panas hingga akhirnya sang manajer datang menghampiriku. Dia meminta maaf dan mengatakan jika aku adalah pegawai baru. Awalnya aku heran mengapa justru pak manager yang meminta maaf? Bukannya wanita ini sedang berusaha mengusik hak orang lain?

Pak manajer tetap menundukkan kepalanya sementara sang wanita terus mengeluarkan ancaman-ancaman yang membuat beberapa orang bergidik ngeri. Hingga akhirnya pak manajer memenuhi semua keinginan sang wanita, bahkan dia memberikan sebuah hidangan spesial secara cuma-cuma, bentuk permintaan maaf karena sudah membuat suasana tidak nyaman. Meskipun tidak terlalu mulus tapi masalah berhasil diatasi, kegiatan di restaurant kembali berjalan dan aku di bawa ke dapur untuk mendengar pidato pemecatan.

Depresi? Tidak, aku sudah akrab dengan pemecatan. Lagipula sang manajer melakukannya dengan baik, terlihat dia berusaha mempertahankanku tapi mengingat reputasi tempatnya bekerja terancam wajar jika memecatku merupakan jalan terbaik.

Medadak kaleng yang sedari tadi kutendang melesat cukup jauh, sepertinya mengingat kejadian tadi memicu sedikit amarah yang berusaha kutahan. Bisa saja aku mengabaikan kaleng tersebut namun badanku seolah bergerak sendiri, berjalan pelan menghampiri benda yang sudah remuk di beberapa bagian itu.

Kaleng tersebut tergeletak di depan gang, aku sampai di sana dan mendadak kaleng tersebut tak menarik lagi. Aku memalingkan wajah ke arah gang tersebut, seolah ada energi yang memaksa untuk melakukan itu. Tidak ada yang spesial, hanya sebuah gang kecil yang hanya muat untuk pejalan kaki mungkin sepeda motor juga. Gang tersebut cukup gelap, aku tidak bisa melihat apa yang ada di ujung sana. Seperti gang pada umumnya, kondisi di sana kotor, sampah berserakan dimana-mana bahkan beberapa bau busuk mulai terasa menusuk.

Pojok Ambigu Otak KananWhere stories live. Discover now