XXV

866 129 33
                                    

Angin pelan berembus menerbangkan helaian rambut Runa yang tengah terduduk manis di teras sebuah rumah. Dinginnya malam itu memaksanya kembali merapatkan jaket. Pada tengah malam itu, layar ponsel dalam genggaman tangan kirinya menampilkan sebuah panggilan masuk. Juga di bibirnya, tersemat senyuman yang belum juga luntur menghiasi wajah manis milik gadis berambut legam itu.

"Padahal baru sebulan, ya, kamu di sana, Run. Aku ngerasa udah lama banget ditinggal kamu."

Lelaki dari seberang panggilan telepon itu kembali membuka topik baru dalam obrolannya dengan Runa.

Runa terkekeh, "Sabar, ya. Bulan depan Runa udah balik kok, Mas."

"Lama tau rasanya. Aku pengen nyusul ke Sumedang aja ah kalau gini."

"Hahaha, jangan dong, Mas. Nanti kerjaannya Mas Haechan gimana coba? Masa ditinggal?"

Di tengah tawa kecilnya yang belum habis, Runa kini mendengar lawan bicaranya tengah mengembuskan napas.

"Iya sih, abisnya kamu jauh banget KKN-nya. Aku 'kan jadi nggak bisa sering jenguk."

"Bagus lah, nanti Runa malah nggak fokus kalau disamperin Mas Haechan terus."

"Emang nggak kangen?"

"Enggak."

"Oooh.. oke. Aku nggak mau telepon Runa lagi besok-besok," ucap Haechan dengan nada ketus yang justru meledakkan tawa Runa.

"Mas Haechan ih, jangan ngambek dong. Runa cuma bercanda tau."

"Iya tau kok bercanda."

"Hmm, emang iya? Mas Haechan sotoy nih."

"Lah beneran aku mah tau. Aku juga tau kamu kangen sama aku balik tapi gengsi 'kan bilangnya."

"Dihh ngarang nih."

"Kenyataan itu mah."

Sebelum Runa membalas ucapan Haechan barusan, lelaki itu terlebih dahulu membuka suara kembali.

"Run, aku lanjut kerja lagi, ya. Jangan lupa kabarin aku. Kalau ada apa-apa chat atau telepon, oke? Maaf aku nggak bisa lama teleponnya sekarang."

Runa menganggukkan kepalanya sekalipun si lawan bicara tak dapat melihatnya, "Iya, Mas. Nggak apa-apa kok. Semangat kerjanya, ya."

"Iya, sayang."

"Hah? Apa, Mas?"

"Nggak ada apa-apa. Udah, ya, aku tutup."

"Oke, Mas. Bye-bye."

Setelahnya, Haechan lantas mengucap salam kemudian memutus panggilan teleponnya dengan Runa. Meninggalkan Runa yang masih tersenyum-senyum sendiri.

"Ngatain Runa gengsi, sendirinya juga gengsi 'kan abis manggil sayang?"

Masih dengan suasana hati yang bahagia, gadis itu kemudian melangkahkan kakinya menuju dapur di rumah yang telah ditinggalinya selama dua pekan terakhir tersebut untuk mengambil segelas air.

"Eh, tau nggak? Gue sebel, deh, sama si Runa."

Sebelum benar-benar sampai di tempat yang ia tuju, gerakan tungkai Runa sontak terhenti ketika ia mendengar namanya disebut oleh seseorang yang berada di dapur.

"Hah? Sebel kenapa dah? Perasaan anaknya baik kok."

Runa tak berniat akan beranjak dari tempatnya berdiri. Ia masih mendengarkan percakapan orang-orang yang kini menjadikan dirinya topik obrolan. Mencoba mencari tahu, persepsi macam apa yang kini dimiliki beberapa rekan KKN-nya itu.

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now