XI

3K 498 81
                                    

Ketika bahagiamu yang sedang bekerja sepenuhnya tergantikan dengan kesedihan yang tak terperi, masih bisakah bibirmu merapal syukur kepada Tuhan?

🌻

"Chan, buruan ayo!" Teriak Jaemin sambil berlari ke luar ruangan.

Haechan mengangguk, meneguk air mineral di gelasnya sekilas sebelum menyambar jas praktiknya dari kepala kursi yang tadi ia duduki.

Sirene ambulans yang baru saja memasuki halaman rumah sakit menarik atensi hampir sebagian besar dari pengunjung gedung itu. Tak lain adalah karena kedatangan ambulans yang bukan hanya satu, tapi ada lebih dari hitungan jari di satu tangan. Suara sirene sore itu terdengar lebih nyaring dari biasanya, menyakiti telinga juga hati orang-orang yang mengetahui apa yang terjadi sekitar beberapa puluh menit lalu.

Kecelakaan beruntun di jalan tol.

"Chan, lo urusin ambulans yang di sana, ya! Sama Pak Doyoung!" Hendery berteriak ketika Haechan sudah berada di halaman rumah sakit.

"Iya!"

Laki-laki itu kembali berlari, menghampiri ambulans yang dimaksud Hendery tadi.

"Pak, tolong di sini!" Seorang perawat berseragam khas bagian Unit Gawat Darurat melambaikan tangannya pada Haechan.

"Ini pas---" kata-kata Haechan terhenti di udara. Maniknya terpaku, menatap tak percaya pada tubuh yang terbaring di brankar darurat di depannya.

"Pak, pasien ini patah tulang di beberapa bagian kanan tubuh dan ada pendarahan di kepala yang cukup parah," ucapan perawat tersebut mengalihkan fokus Haechan.

Haechan mengangguk sekilas kemudian segera memeriksa keadaan pasien tersebut, "tolong bantu saya dorong brankar ini ke ruang tindakan."

Dua perawat laki-laki di dekat sana segera mengambil alih brankar dan mulai mendorongnya. Embusan nafas berat terdengar dari rongga hidung Haechan. Maniknya terus bergulir, bergantian menatap gusar wajah pasien di brankar juga lorong panjang di depannya. Ia semakin cemas merasakan waktu yang berjalan lambat sehingga mereka tak kunjung sampai di ruang tindakan.

"Tolong lebih cepat dorongnya!" Titah Haechan pada dua perawat laki-laki tadi.

Entah sudah berapa kali Haechan mengembuskan nafas berat. Setibanya di ruang tindakan, tangan laki-laki itu dengan terampil mulai memeriksa lebih teliti pasien tadi untuk melihat keadaannya dan memutuskan tindakan apa yang kiranya perlu dilakukan.

-

"Dok, pasien ini harus segera dioperasi, keadaannya semakin menurun."

Haechan mengangguk, "tapi kita butuh izin dari pihak keluarga, sus."

"Kartu identitas pasien menunjukkan bahwa dia bukan warga dari kota ini, Pak. Bagaimana caranya menghubungi pihak keluarganya? Ponsel milik pasien juga tadi ditemukan dalam keadaan rusak, sudah tidak berbentuk, tidak bisa dioperasikan."

Haechan menahan nafas sejenak lantas mengembuskannya pada detik selanjutnya, "saya mengenal keluarga dari pasien. Izinkan saya menghubunginya sebentar."

"Baik, Dok."

Haechan berjalan dengan tergesa meninggalkan ruangan tadi. Ia melepas berbagai atribut yang dikenakannya di ruangan tadi untuk kemudian berlari menuju ruangan dokter. Ia buru-buru mengaktifkan layar ponselnya, mencari kontak yang ia tuju.

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now