XXVI

787 105 43
                                    

Haechan melipat kedua tangannya di depan dada. Manik almonnya berkeliling memandangi suasana yang cukup hening di sekitar lapangan tempatnya berdiri saat ini. Hanya desir angin malam dan iringan suara binatang kecil yang terdengar berusaha menembus sunyi. Lelaki itu tengah menunggu Runa yang sejak sore tadi berkali-kali menyebut akan menunjukkan sesuatu kepadanya yang entah apa. Haechan pun menyunggingkan senyum ketika sosok gadis yang dinantinya itu muncul dari kejauhan.

"Mas, maaf lama, ya."

"Iya, nggak apa-apa."

"Oh, iya, nih buat Mas Haechan," dengan senyuman lebar, Runa menyodorkan segelas minuman yang uapnya masih terlihat mengepul.

"Ini apa?" Tanya Haechan seraya menerima gelas itu.

"Wedang jahe, di sini tuh dingin banget 'kan, Mas? Biar nggak masuk angin jadi Runa bikinin deh, hehehe, makanya tadi agak lama soalnya nunggu air panas."

Haechan mengangguk-angguk kemudian mengusap kepala Runa, "Makasih, ya."

"Ya udah yuk. Runa mau nunjukkin sesuatu ke Mas Haechan!"

"Emang mau nunjukkin apa, sih? Semangat banget kayaknya," Haechan terkekeh mengikuti Runa yang sudah lebih dahulu berjalan di depannya.

"Semangat dong, soalnya Runa tau Mas Haechan bakal seneng nanti liatnya. Ayo cepetan jalannya, Mas!"

"Hahaha, iya-iya. Jangan lari-lari, Run, nanti jatuh. Kamu abis sakit loh tadi," Haechan berjalan sedikit tergesa dan menyusul gadis itu.

Dengan cekatan, Haechan menggamit lengan jaket Runa agar gadis itu mengurangi tempo langkah kakinya. Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju tempat tujuan yang dimaksud Runa. Tak butuh waktu lama, sekitar tiga menit kemudian, langkah Runa berhenti di tepian bukit, tepatnya di sebuah tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan pendek.

"Sampe, deh. Coba Mas, liat. Bagus 'kan?" Runa menunjuk pemandangan di depannya.

Manik almon Haechan lantas bergulir dan terpaku pada hamparan lampu kota yang berpendar indah di bawah kaki bukit tempat mereka berada saat ini. Juga, cahaya bintang-bintang yang bertebaran di langit malam itu menambah suasana manis dan hangat di antara keduanya.

Tak berselang lama, tatapan Haechan kembali beralih pada gadisnya, "Iya, Run, bagus. Udah lama aku nggak lihat pemandangan kayak gini deh."

Runa tersenyum puas ketika Haechan menunjukkan raut senang, "Duduk dan ngobrol di sini aja nggak apa-apa 'kan, Mas? Runa malas kalau di aula, soalnya suka berisik sama anak-anak cowoknya, pada gitaran nggak jelas."

Haechan mengangguk setelah mendengar ucapan Runa. Laki-laki yang saat ini dibalut setelan sweater abu dan celana training hitam itu kemudian mengusak kepala Runa gemas, "Buat kamu apa sih yang enggak?"

Sang gadis yang telah duduk beralaskan sandal jepitnya itu lantas memukul pelan kaki Haechan, "Dangdut banget ah Mas Haechan!"

Tawa renyah kemudian mengudara di antara keduanya. Haechan mendudukkan dirinya di sisi kiri Runa. Beberapa waktu berikutnya, manik almon itu terus terpaku pada wajah gadisnya, membuat sang puan merona karena tatapannya.

"Runa tuh ngajak ke sini biar Mas Haechan lihat pemandangan tau, bukan ngelihatin Runa."

Sudut bibir Haechan lagi-lagi terangkat, menampilkan senyuman yang sangat manis, "Tapi aku kangennya 'kan sama kamu."

"Ish apa sih," Runa mengerutkan hidungnya yang justru tanpa sadar membuat Haechan semakin gemas.

Dengan sebelah tangannya, Haechan mencubit pipi gadisnya, "Lucu banget sih."

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now