VII

2.9K 501 34
                                    

Atmosfer yang berbeda menyapa permukaan kulit Haechan ketika mobil hitamnya telah sampai di halaman parkir salah satu rumah sakit di Kota Bandung. Laki-laki bermanik almond itu kemudian menggulir layar ponselnya untuk menyambungkan sebuah panggilan.

"Halo, Kak?"

"..."

"Ini Echan udah sampe di rumah sakit."

"..."

"Iya. Oke, Kak, nuhun."

Haechan kemudian menoleh ke samping kirinya dan mendapati Runa masih tertidur pulas. Tanpa sadar, Haechan tersenyum. Tangannya tergerak untuk merapikan helaian rambut Runa yang menutupi wajahnya.

"Runa," panggil Haechan pelan.

Gadis itu bergerak pelan, kemudian matanya mulai terbuka.

"Udah sampe, ya?" Tanya Runa dengan suara khas orang baru bangun tidur.

Haechan mengangguk.

Setelah hari di mana Haechan dan Jeno kembali bertemu, juga hari di mana Runa menangis untuk pertama kalinya di depan Haechan, mereka berdua akhirnya sepakat untuk pergi bersama ke Bandung dengan maksud menjenguk Kara.

Sebenarnya Runa tidak terlalu yakin dengan keputusan ini, atau lebih tepatnya, ia tidak yakin bisa mengontrol perasaannya nanti.

Bagaimanapun, gadis yang memiliki nama lengkap Karamel Natashalia itu pernah cukup lama menjadi salah seorang yang paling berharga di hidup Haechan. Atau bahkan masih seperti itu sampai saat ini.

"Mikirin apa?"

Suara Haechan membuyarkan lamunan Runa. Ia hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Ya udah, ayo ke luar."

Haechan kemudian turun dari mobil dan diikuti oleh Runa. Lantas keduanya langsung berjalan memasuki gedung rumah sakit itu.

Langkah mereka sampai pada ruang ICU dan terhenti di depan sebuah pintu dengan tulisan di atasnya, Kamar Alamanda.

"Ini kamarnya, ayo masuk." Haechan memutar kenop pintu itu dan menyilakan masuk Runa sebelum menutup pintunya kembali.

Hal yang pertama mereka tangkap dalam kamar ini adalah seorang laki-laki berpakaian kasual yang duduk membelakangi mereka. Laki-laki itu lantas menoleh karena mendengar suara pintu yang terbuka.

Runa melemparkan pandangan pada gadis yang terbaring tak bergerak di atas ranjang yang berada di depan laki-laki itu. Runa tahu, itu Kara.

Yang tidak Runa tahu, ada hati yang diam-diam terasa sedikit sakit melihat kondisi Kara yang memprihatikan itu. Hati milik Haechan.

Mata gadis berambut hitam panjang itu terpejam. Alat bantu pernafasan terpasang di depan hidung dan mulutnya. Tak luput juga, pemandangan selang infus dan makanan yang memenuhi punggung tangannya. Tubuhnya kurus, lebih kurus dibandingkan fotonya yang sempat Haechan perlihatkan pada Runa tempo hari. Wajahnya pucat, meski begitu gadis itu tetap terlihat cantik.

"Apa kabar, Chan?" Laki-laki itu beranjak dan mengulurkan tangan kanannya menyalami Haechan.

"Alhamdulillah baik, Kak. Kak Taeyong apa kabar?"

Ya. Lee Taeyong, Kakak kandung Kara.

"Baik juga gue," ia kemudian menatap Runa dan tersenyum sambil mengulurkan tangan kanannya. "Taeyong, Kakaknya Kara."

Runa menyambut uluran tangan itu dan membalas senyum Taeyong, "Runa."

"Pacar lo, Chan?"

"Enggak kok, bukan. Saya temennya Mas Haechan," potong Runa cepat sebelum Haechan menjawab pertanyaan Taeyong.

Alur - [Haechan]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें