V

3.4K 578 118
                                    

Malam hari yang tenang.

Satu setengah jam lalu, Haechan sudah pulang dari rumah sakit. Lantas saat ini Haechan tengah menyesap teh hangat buatan Bunda sambil sesekali mengganti saluran televisi di hadapannya.

Teringat sesuatu, Haechan beranjak ke kamarnya, mengoperasikan ponsel miliknya untuk menghubungi seseorang, Johnny.

Bukannya tersambung dengan Johnny, panggilan telepon di seberang sana hanya memperdengarkan suara petugas operator, "maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Harap hubungi beberapa saat lagi."

Haechan kembali menggulir layar ponselnya, berhenti pada satu nama dari deretan kontak yang ia simpan.

"Halo, Run?" Ucap Haechan setelah dirasa panggilannya sudah diterima.

Ya, oleh Runa.

"Iya, halo," suara lembut Runa menyapa telinga Haechan, "ada apa, Mas?"

"Pak Johnny udah bilang ke kamu kalau kita pekan depan mau ke Semarang?" Tembak Haechan tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Oh, udah."

"Kamu bisa hari apa?"

"Runa ikut aja, Mas. Nanti izin kuliahnya. Mas bisa ke sananya kapan?"

"Mm, menurut saya, gimana kalau dari jum'at sampe minggu aja? Biar kamu nggak banyak izin kuliahnya, jadi cuman di jum'atnya aja."

Haechan mengamati kalender duduk di genggamannya sambil mengalihkan pandangannya sesekali pada planner miliknya bulan ini yang ia tempel di dinding kamar.

"Saya juga nggak ada kegiatan yang terlalu urgent untuk hari-hari itu. Kalau pemeriksaan rutin, saya usahakan bisa digantikan dengan rekan saya."

"Iya. Boleh, Mas."

"Oke, nanti tolong sampein ke Pak Johnny, ya. Tadi saya coba telepon, nomornya nggak aktif. Kalau beliau nggak bisa di hari-hari itu, nanti kita ubah lagi aja jadwalnya."

"Iya, nanti Runa sampein."

Beberapa detik hening menyelimuti sambungan telepon itu.

"Ya udah saya tutup, ya."

"Runa boleh tanya sesuatu nggak?"

Mereka berujar di detik yang bersamaan. Samar-samar, Haechan mendengar embusan nafas kasar lawan bicaranya itu.

"Y-ya udah, Mas."

"Apa?"

"Tutup teleponnya."

"Tadi katanya mau tanya. Tanya apa?"

"Mm," gadis itu memberi jeda dengan gumaman yang cukup jelas terdengar.

Haechan tetap setia menempatkan ponselnya di depan telinga kiri, menunggu apa yang akan Runa tanyakan.

"Mas udah tau kita mau ngapain ke Semarang?"

Haechan mengangguk meskipun tahu bahwa lawan bicaranya di telepon tidak akan melihatnya, "iya, tau."

"Berarti, Mas juga udah tau, Ayahnya Runa..." Suara gadis itu melirih.

"Iya," Haechan memotong ucapan Runa.

Lagi-lagi obrolan sore itu harus kembali diwarnai dengan sesi hening. Hampir lima detik, tidak ada satu pun yang bicara di antara keduanya.

"Om Johnny yang cerita?"

"Enggak," Haechan mengembuskan nafas pelan sebelum melanjutkan perkataannya. "Saya nggak sengaja dengar obrolan kamu sama Bunda di dapur waktu itu."

Alur - [Haechan]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant