XXI

1.8K 268 25
                                    








Memasuki musim penghujan, rasanya hampir tiap hari kota ini diguyur air dari langit. Menghadirkan suasana sejuk dan nyaman bagi penikmatnya.

Seperti hari ini, hujan sejak pagi tadi turun dengan rintik-rintik ditemani dengan embusan angin yang dingin. Membuat gadis yang tengah berdiri di sebuah lobi gedung itu merapatkan jaketnya. Tangannya dengan lincah mengoperasikan ponselnya dan mendapati adanya sebuah pesan yang masuk. Setelah selesai membaca pesan itu, kaki sang gadis lantas melangkah meninggalkan tempat semula.

"Mas Haechan ngapain di sini?"

"Ya... Mau jemput kamu dong, Run."

Lelaki itu, Haechan, kini mengusap puncak kepala Runa sekilas. Membuat sang gadis memasang ekspresi salah tingkah, pipinya merona.

"Kok nggak bilang-bilang?"

"Itu barusan saya chat 'kan bilang."

"Ya maksudnya tumben mendadak."

"Biar surprise, hehehe."

Kekehan Haechan mengundang gadis itu untuk tersenyum.

"Oh, iya. Mas udah dari tadi? Kenapa nggak nunggu di dalam aja coba? 'Kan di sini dingin."

"Cie. Khawatir, ya, saya kedinginan?"

"Ih nyebelin, bukannya jawab malah ngeledek."

Haechan tertawa, "iya-iya. Saya baru sampai kok, Run."

"Ya udah bagus deh."

"Udah makan, Run?"

Runa menggeleng.

"Kok belum sih? Nanti kalau sakit gimana coba?"

Runa terkekeh pelan karena nada bicara Haechan yang mirip dengannya beberapa detik lalu.

"Tadi siang mau makan tapi enggak sempet, Mas."

"Lain kali jangan kayak gitu. Harus makan yang teratur."

"Iya-iya pak dokter," Runa tersenyum menanggapi setiap perhatian dari Haechan.

"Saya serius, Runa."

Haechan memasang wajah serius yang justru terlihat sangat menggemaskan di mata Arruna.

"Iya, Mas. Runa juga nggak bercanda kok."

"Tapi ketawa."

"Abisnya Mas Haechan lucu."

"Lucuan kamu."

Telak.

Padahal Runa sengaja ingin membuat Haechan salah tingkah. Bukannya berhasil, malah dirinya sendiri sekarang yang merona.

Haechan tersenyum, "cie, salting, ya?"

"Nyenyenyenye," Runa kini memanyunkan bibirnya. Berusaha menetralisir dirinya agar berhenti salah tingkah.

Haechan masih sedikit terkekeh ketika perlahan mengacungkan kelingking kanannya ke hadapan Runa. "Janji, ya, harus makan yang teratur."

"Iya, janji."

Runa mengaitkan kelingking milik lelaki itu dengan miliknya.

"Kalau gitu ayo ke kantin, sambil nunggu hujannya reda kamu makan dulu."

"Hm, ya udah deh. Tapi Mas juga makan, ya?"

"Masih kenyang."

"Emang udah makan?"

"Udah tadi waktu siang."

"Ah, Runa enggak mau makan sendiri."

"'Kan saya temenin."

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now