II

4.7K 649 38
                                    


Ketika berkuliah, Haechan merupakan salah satu mahasiswa berprestasi. Ia berhasil menyelesaikan perkuliahannya dengan baik hingga lulus sarjana kedokteran dengan predikat cumlaude. Setelahnya ia menjalani masa koas hingga mendapat gelar dokter di depan namanya. Hampir delapan bulan lalu, ia juga telah melaksanakan ujian kompetensi dokter Indonesia dan mengucapkan sumpah dokter. Kini Haechan tengah memasuki bulan kelima dalam tahap internshipnya. Ia ditempatkan di rumah sakit terbaik ketiga di kotanya sebagai dokter internship hingga tujuh bulan ke depan.

Waktu yang ditempuh seorang calon dokter memang tidak sebentar, setidaknya perlu enam tahun lebih untuk kemudian seseorang resmi menjadi dokter dan diperbolehkan membuka praktiknya sendiri.

Kadang, hal ini membuat Haechan cukup lelah menjalani rangkaian panjang untuk menjadi dokter. Beruntungnya, laki-laki itu memiliki banyak orang di sekitarnya yang selalu mendukung dan menyemangatinya.

"Haechan."

Seorang laki-laki menghampiri Haechan, ia juga mengenakan jas putih khas dokter pada umumnya. Di jas bagian dada kanannya tersemat pin bertuliskan nama laki-laki itu, Na Jaemin.

"Chan?"

Jaemin melambaikan tangannya di depan wajah Haechan, sayangnya laki-laki berambut cokelat itu masih tak merespon panggilannya.

"Woy, Echan!" Ia sedikit meninggikan intonasi suaranya sambil menepuk bahu Haechan yang merupakan rekan kerjanya sejak bekerja di rumah sakit ini.

"Hah?" Haechan mengerjapkan matanya, tersadar dari lamunannya.

"Lo lagi kenapa, sih? Dari kemaren gue liatin kayaknya bengong mulu."

"Kaga."

"Seriusan?"

"Iye."

"Lagi banyak utang, ya, lo?"

"Tck," Haechan berdecak sebal, "iya banyak utang, sampe harus bayar pake masa depan gue."

Haechan merapikan dokumen di mejanya lantas berjalan menuju pintu ruangan itu, "dah ah. Gue mau cek pasien di Teratai dulu."

"Eh, seriusan lo banyak utang, Chan?" Jaemin terkejut sampai ikut mengekor Haechan yang sudah melenggang pergi.

"Chan!" Teriaknya dari ambang pintu.

Haechan berbalik, "berisik, lo, Jaem."

-

Sejak pagi, suasana hati Haechan memang sedang tidak baik. Setelah memaksa Haechan bertemu dengan Runa akhir pekan lalu, tadi pagi Bunda kembali memaksanya untuk menjemput Runa dan mengajaknya ke rumah.

Perlu diketahui, setelah hari itu, tidak ada obrolan yang berlangsung lagi antara Haechan dengan gadis itu sekalipun via aplikasi pesan daring. Lantas bagaimana bisa Haechan tiba-tiba menghubungi gadis itu dan memintanya datang ke rumah untuk makan malam nanti seperti yang diinstruksikan oleh sang Bunda?

Lagi-lagi layar ponsel Haechan menampilkan panggilan masuk dari Bunda. Dengan malas, akhirnya Haechan mengalah dan menerima panggilan itu.

"Halo, assalaamu'alaikum, Bun."

"Wa'alaikumussalaam. Kamu ke mana aja, sih, kok baru diangkat?"

"Hm, tadi abis ngecek pasien. Kenapa, Bun?"

"Jam lima kamu udah luang 'kan? Jangan lupa jemput Runa, ya, sayang."

"Bunda udah masak banyak nih."

Baiklah, sepertinya tidak ada alasan bagi Haechan untuk menolaknya. Ia mengembuskan nafasnya kasar.

"Iya."

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now