VIII

3.1K 498 41
                                    

Hari berganti pekan dan pekan berganti bulan. Waktu berjalan terasa begitu cepat.

Satu bulan berlalu sudah.

Selama itu, Runa mengerjakan rutinitas sebagaimana biasanya; kuliah, rapat organisasi, menjalankan hobinya, dan sesekali pergi bersama Haechan.

Seperti sore yang cukup cerah hari ini. Mereka sedang berada di taman kota, sekadar duduk-duduk menikmati embusan angin yang cukup sejuk.

Ini adalah pekan Haechan mendapat jadwal shift malam di rumah sakit, jadi ia bisa menyempatkan diri untuk mengajak Runa pergi di sore hari.

Menepati janji yang dibuat olehnya sendiri, Haechan terlihat mulai dapat berdamai dengan gejolak yang beberapa waktu lalu kerap mengobrak-abrik hati dan pikirannya.

Pembahasan tentang Kara sudah mulai menyusut seiring dengan meningkatnya intensitas kedekatan Haechan dengan Runa. Hal ini tentu disambut baik oleh sang Bunda dan banyak pihak yang menginginkan berhasilnya perjodohan ini.

"Runa, kamu masih UTS di kampus?" Tanya Haechan.

"Enggak, Mas. Kemarin terakhir."

"Oh, iya, kita nggak jadi ke Semarang nih?"

"Um, nggak tau sih, Mas. Om belum ngomongin lagi, kayaknya masih sibuk sama kerjaan juga."

Haechan mengangguk-angguk, "maaf, ya, Run?"

"Buat?"

"Gara-gara waktu itu saya batalin rencana ke Semarangnya."

"Iya, nggak apa-apa kok, Mas," Runa meneguk air mineral botol dalam genggamannya kemudian menatap Haechan yang sedang memainkan ponselnya. "Kak Kara udah ada kabar lagi?"

Haechan menoleh, "belum."

Bagai pucuk dicinta, ulam pun tiba. Sesaat kemudian, ponsel Haechan bergetar dan layarnya menampilkan panggilan masuk dari Taeyong.

"Run, Kak Taeyong nelepon."

"Ya udah, buruan angkat, Mas. Siapa tau kabar dari Kak Kara."

Haechan terdiam sebentar sebelum kembali menatap layar ponselnya.

"Angkat aja. Nggak apa-apa," sahut Runa tersenyum.

"Assalaamu'alaikum. Halo, Kak?"

"..."

"Ada apa, Kak?"

"..."

"Serius?! Alhamdulillah. Terus sekarang di mana?"

"..."

"Oh gitu."

"..."

"Kalau itu belum tau gue. Nanti deh ya, gue kabarin lagi kalau emang bisa."

"..."

"Iya, Kak. Makasih udah dikabarin."

"..."

"Wa'alaikumussalaam."

Haechan menutup panggilan itu.

"Kenapa, Mas?"

"Runa, Kara udah sadar," Haechan tersenyum kecil.

Kabar baik, memang. Namun, ada sebuah kilasan perasaan tak enak yang sempat menghinggapi hati Runa. Perasaan itu buru-buru ditepis olehnya.

Gadis itu menatap Haechan kemudian menarik senyuman simpul.

"Alhamdulillah. Mas mau ke sana?"

"Kayaknya sih iya, kalau diizinin atasan. Kamu ikut, ya?"

Alur - [Haechan]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant