IX

3K 521 52
                                    

Lagu klasik yang pernah populer di tahun 2000-an mengalun lembut, mengisi kesenyapan yang meliputi kamar Haechan. Laki-laki itu kini tengah berbaring di ranjangnya sambil memejamkan mata, kedua tangannya terlipat di belakang kepalanya. Sesekali bibirnya bergerak pelan, menyenandungkan lagu yang sedang terputar.

Haechan membuka matanya ketika ia mendengar derit pintu kamarnya. Ia lantas bangkit dan duduk bersila di atas ranjang ketika dilihatnya sang Bunda tengah berjalan menghampirinya.

"Kok belum tidur, Chan?" Tanya Bunda setelah mendudukkan diri di tepi ranjang.

"Belum ngantuk, Bun."

"Besok berangkatnya pagi 'kan?"

Haechan mengangguk.

"Udah disiapin semua barang yang mau dibawa? Jangan sampe ada yang ketinggalan loh, Chan."

"Udah kok, Bun."

Setelah tertunda beberapa lama, akhirnya rencana Johnny untuk mengajak Runa beserta Haechan menjenguk Ayah Runa di Semarang akan terlaksana esok. Mereka akan berangkat dengan penerbangan pagi dari bandara di kota.

"Ya udah," Bunda mengusap punggung putra bungsunya itu lembut. "Hati-hati, ya. Salam dari Bunda buat Ayahnya Runa."

Haechan tersenyum lalu mengangguk, "iya, Bun. Lagian juga Echan berangkatnya 'kan masih besok."

"Daripada lupa. 'Kan Bunda udah nenek-nenek, Chan, cepet lupa."

"Wuu, iya deh," Haechan terkekeh.

"Makasih, ya, sayang?"

Haechan menatap sang Bunda yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Makasih karena apa, Bun?"

"Makasih karena kamu mau nurutin permintaan Bunda buat menerima dijodohkan sama Runa, dan karena kamu udah baik sama dia."

Haechan tersenyum, "iya, Bun."

Tangan Bunda yang semula berada di punggung Haechan kemudian beranjak ke atas kepala laki-laki itu. Dengan lembut, Bunda mengusapnya.

"Maaf kalau Bunda kemarin suka maksa-maksa kamu buat hal ini."

"Nggak apa-apa kok, Bun. Echan justru mau bilang makasih juga sama Bunda karena Bunda udah jadi perantara Tuhan buat ngenalin Echan sama Runa. Coba aja kalau waktu itu Bunda nggak tergerak buat maksa Echan, Echan mungkin nggak akan tau kalau orang yang bakal dijodohin sama Echan itu perempuan sebaik Arruna, karena Echan udah mau nolak duluan."

Haechan menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Echan seneng, Bun, kenal sama Runa."

"Nggak nyesel 'kan nerima perjodohan ini?"

Haechan hanya tersenyum, tapi manik almondnya yang berbinar kiranya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan sang Bunda. Netra Bunda beralih menatap jam yang tergantung di dinding kamar Haechan.

"Udah jam setengah sepuluh. Bunda ke kamar, ya. Kamu buruan tidur, jangan sampe kesiangan besok."

Bunda kembali mengusap puncak kepala Haechan dengan sayang. Lantas ia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu.

Haechan mengangguk, "selamat malam Bunda sayang, hehehe."

Bunda tersenyum, "malam juga. Bunda matiin, ya, lampunya?"

"Iya, Bun."

Haechan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menggapai ponsel di nakas lantas mematikan lagu yang masih terputar. Jemarinya kemudian tergerak untuk menggulir notifikasi yang masuk dan menemukan sebuah pesan yang berhasil membuatnya terpaku.

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now