XVII

2.5K 376 99
                                    






Mau kasih peringatan di awal. Bagian ini mengandung adegan kekerasan. Tolong lewati kalau tidak berkenan.

-

"Baik, terima kasih, ya, untuk kerja kerasnya hari ini. Hati-hati dalam perjalanan pulang."

Sebuah senyuman terbit di wajah Lucas, lelaki yang menjabat sebagai pemilik café tempat Runa bekerja. Laki-laki dengan suara bariton itu baru saja menutup evaluasinya tentang hasil pekerjaan hari itu.

Lantas, seluruh pegawai langsung bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing. Tak terkecuali Runa. Gadis itu bergegas karena saat itu malam sudah mulai larut. Ia segera melangkah ke luar gedung café bersama dengan teman-temannya yang lain.

"Run, maaf, ya, hari ini nggak bisa pulang bareng. Gue mau nongkrong dulu soalnya sama temen gue."

Manik legam Runa bergulir menatap ke arah sumber suara. Menemukan Jisung, salah satu rekan kerja sekaligus tetangganya yang sudah rapi berdiri di samping kiri dengan ransel dan jaket hitamnya. Biasanya mereka memang sering pulang bersama karena searah.

"Oh, iya, nggak apa-apa kok."

"Um, kalau gitu gue pesenin ojol, deh, ya?"

"Nggak usah, Sung. Nanti aku pesen sendiri aja," tolak Runa, halus.

"Bener, nih, nggak apa-apa?"

Runa mengangguk.

"Ya udah, gue duluan, ya. Lo hati-hati," Jisung tersenyum kemudian berjalan menghampiri sepeda motornya.

Hawa dingin seakan menusuk hingga tulang ketika embusan angin setelah hujan sore tadi menerpa tubuh mungil Runa. Gadis itu lantas merapatkan jaket yang ia gunakan.

Pandangan manik legamnya beralih pada jam di pergelangan tangannya, pukul sepuluh kurang lima belas menit. Pantas saja keadaan jalanan kini sudah agak sepi.

Sepeninggal Jisung, Runa segera meraih ponsel dari dalam tasnya dengan maksud hendak memesan ojek online.

"Eh," Runa mengerutkan dahinya, menatap layar ponselnya yang tak segera menyala ketika ia menekan tombol daya.

"Duh, baru inget hp-nya belum di-charge." Gadis itu mulai panik ketika menyadari bahwa ponselnya mati.

Dengan ragu, Runa memutuskan untuk berjalan kaki ke rumah karena memang tidak ada kendaraan umum lain yang bisa ditumpanginya saat itu.

"Ei, cantik! Mau ke mana jam segini, ha?"

Langkah Runa setelah hampir empat ratus meter berjalan, spontan berhenti ketika seorang pria bertubuh besar dengan tampilan kumal menghalangi jalannya. Ia kini telah sampai di sebuah pertigaan kecil yang memang terbilang sepi. Aroma alkohol seketika menguar, sangat mengganggu indera penciuman gadis itu.

Menguatkan hati, Runa memilih diam. Ia menelan gemetar yang mendadak tiba untuk kemudian menghindari laki-laki yang ia pastikan sedang mabuk itu.

"Eh, jangan pergi dong, neng. Sini temenin dulu!" Lelaki itu merangsek maju hendak menangkap Runa.

"Ih, apa sih?!" Suara Runa gemetar.

Gadis itu berusaha menghindari laki-laki mabuk yang kini semakin mendekat. Namun sayangnya, gerak lelaki itu lebih cepat. Secara alami, tubuh Runa seakan lumpuh ketika laki-laki itu berhasil menggenggam lengan kirinya. Gadis itu memejamkan matanya, menangis penuh ketakutan tanpa bisa bergerak.

"Tolong! Tolong!" Suara Runa parau, hampir tidak terdengar. Seakan percuma karena jalanan itu sangat sepi. Gadis itu tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

Alur - [Haechan]Where stories live. Discover now